Ahli Astrofisika Singkap Peran Bima Sakti dalam Mitologi Mesir

By Sysilia Tanhati, Jumat, 12 April 2024 | 08:30 WIB
Or Graur dari University of Portsmouth mengungkap bagaimana Bima Sakti mungkin terkait dengan langit Mesir kuno, Dewi Nut. (E. A. Wallis Budge)

Dewi Nut juga memainkan peran penting dalam konsepsi Mesir tentang siklus matahari. Dalam mitologi Mesir, matahari diangkut dengan perahu melintasi perairan langit dari fajar hingga senja. Dipercayai bahwa Dewi Nut menelan matahari saat terbenam sebelum melahirkannya lagi saat terbit.

Bima Sakti dan Dewi Nut dalam mitologi Mesir

Graur adalah seorang ahli astrofisika, bukan Egyptologist. Namun sang ilmuwan “berhadapan” dengan Nut saat menyelidiki banyak nama dan kisah penciptaan Bima Sakti dalam berbagai budaya.

“Dalam kasus Mesir kuno, hal ini mendorong saya untuk membaca artikel asli tentang Nut dan Bima Sakti,” kata Graur.

 

Dewi Nut juga memainkan peran penting dalam konsepsi Mesir tentang siklus matahari. Dalam mitologi Mesir, matahari diangkut dengan perahu melintasi perairan langit dari fajar hingga senja. Dipercayai bahwa Dewi Nut menelan matahari saat terbenam sebelum melahirkannya lagi saat terbit. (Hans Bernhard/CC BY-SA 3.0)

Graur tidak yakin dengan argumen yang dibuat oleh para ahli Mesir Kuno. Jadi ia memutuskan untuk menguji hubungan antara Nut dan Bima Sakti menggunakan simulasi astronomi modern pada langit malam. Selain itu, ia juga mempelajari deskripsi dewi pada teks Mesir kuno.

Investigasi ini diambil dari banyak koleksi sumber-sumber Mesir kuno. Informasi paling relevan dalam kasus ini ditemukan dalam Teks Piramida, Teks Peti Mati, dan Buku Nut.

“Belum ada penelitian sebelumnya yang menggunakan Kitab Nut, yang ternyata memuat hubungan paling penting antara Nut dan Bima Sakti,” kata Graur.

Simulasi astronomi yang dilakukan Graur menunjukkan seperti apa langit malam di zaman Mesir kuno.

“Kemudian, seperti saat ini, penampakan Bima Sakti berubah seiring terbit dan tenggelamnya sepanjang malam, serta dari satu musim ke musim berikutnya,” tulis Graur. “Pada musim dingin, ia akan melintasi langit secara diagonal dari tenggara ke barat laut. Sedangkan pada musim panas, orientasinya akan terbalik sehingga melengkung dari timur laut ke barat daya.”

“Sebagai konsekuensinya, tubuh Nut tidak akan pernah bisa dipetakan ke Bima Sakti. Jika ya, maka ia akan terlihat terbit dan terbenam bersama Bima Sakti, bukannya tetap terpaku di cakrawala,” ujar Graur.

Sebaliknya, peneliti mengusulkan bahwa orientasi musim panas dan musim dingin Bima Sakti dapat dilihat sebagai penanda figuratif dari batang tubuh (atau tulang punggung) Nut dan lengannya. Hal ini menjadi sebuah pengingat akan kehadirannya yang terus-menerus di langit. Menurut Graur, Bima Sakti mungkin menyoroti peran Dewi Nut sebagai langit.

“Selama musim dingin, Bima Sakti menyoroti lengan Nut yang terentang. Sementara selama musim panas, galaksi ini menggambarkan tulang punggung (atau batang tubuhnya),” ungkap Graur. “Anda bisa menganggap Bima Sakti sebagai lampu sorot yang menerangi berbagai bagian Nut (langit) sepanjang tahun.”

Graur mengatakan penelitian terbaru tidak memberikan bukti pasti bahwa Nut ada hubungannya dengan Bima Sakti di Mesir kuno. Penelitiannya hanyalah salah satu penafsiran. Namun dia mengatakan penelitiannya juga cocok dengan kerangka yang lebih luas tentang kisah penciptaan Bima Sakti di berbagai budaya.

“Semakin saya meneliti kisah penciptaan Bima Sakti, semakin banyak kesamaan yang saya temukan antarbudaya di seluruh dunia dan sepanjang waktu,” imbuh Graur. “Ada sesuatu yang sangat mendasar dan manusiawi dalam cara kita berpikir tentang Bima Sakti.”

Makalah ini merupakan awal yang menarik untuk proyek yang lebih besar untuk membuat katalog dan mempelajari mitologi multikultural Bima Sakti.