Riwayat Sejarah Emas Pulau Sumatra: dari Anugerah Jadi Petaka

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 17 April 2024 | 16:35 WIB
Peta karya Willem Lodewijcksz yang menampilkan Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Sejak awal kalender Masehi, Sumatra dikenal sebagai Pulau Emas. (Willem Lodewijcksz/Koleksi Bertelle Gallery)

Nationalgeographic.co.id—Keberadaan emas di Sumatra sudah dikenal sejak awal sejarah kalender Masehi. Klaudius Ptolemaeus, ahli geografi berkebangsaan Yunani di Aleksandria, Mesir pernah membuat peta fenomenal yang memuat dunia timur pada 150 SM. Dia menamai Chyrse Chersonesos (Semenanjung Emas) pada daerah yang diyakini sejarawan sebagai Pulau Sumatra.

Hanya sedikit sebenarnya yang diketahui orang Barat tentang dunia Asia, apa lagi kepulauan Asia Tenggara yang begitu banyak jumlahnya. Namun, narasi limpahan emas di sebuah dataran atau pulau di Timur ini cukup di kenal oleh peradaban Barat.

Rujukan Sumatra sebagai Pulau Emas juga berdasar. Rahib Buddha Tiongkok I Tsing ketika menyambangi Kerajaan Sriwijaya pada abad ketujuh Masehi menyebut pulau yang ditempati sebagai "Chin-chou" yang berarti Pulau Emas.

Di India, Prasasti Nalanda dari tahun 820 dan Prasasti Tanjore dari tahun 1030 juga menyebut Suwarnadwipa, bahasa Sansekerta dari "Pulau Emas" untuk merujuk kawasan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Nama ini juga dipakai dalam Prasasti Padang Roco berangka tahun 1286 di Dharmasraya. Sumatra Barat.

Dari Sriwijaya hingga Hindia Belanda

Para ahli sejarah memperkirakan bahwa masyarakat di Sumatra sudah sejak lama menambang emas yang sumber dayanya begitu melimpah. Tome Pires, penjelajah Portugis, mencatat dalam buku Suma Oriental (1512-1516) bahwa kawasan Pedir merupakan penghasil emas yang diasosiasikan berbagai sejarawan sebagai Sumatra.

Doni Prasetyo pegiat sejarah dan Pengelola Data Penetapan Warisan Budaya di Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek menyebut, eksplorasi emas dan mineral di Sumatra telah dieksplorasi sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.

Perkembangannya berlanjut pada masa Kesultanan Aceh pada abad ke-17. Pada masa sejarah ini, pertambangan emas di Sumatra menjadi perebutan ketika VOC, kongsi dagang Belanda, datang, seperti yang terjadi pada eksplorasi emas dan perak di Salido, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.

"Melalui perjanjian Painan pada 1662, VOC mengambil alih tambang emas tersebut  sekaligus menjadikannya kompleks tambang emas pertama di Hindia Belanda dan salah satu yang tertua di Asia Tenggara," tulis Doni dalam buletin Cagar Budaya.

Memasuki era industrialisasi dan kolonialisme Hindia Belanda menancap tegak di Sumatra, pertambangan emas menjadi industri yang digandrungi sejak abad ke-19. Area pertambangan emas tersebar luas di penjuru Sumatra, dari Aceh sampai Lampung.

Doni mencatat, tambang emas di Lebong, Bengkulu, pernah merajai industri emas di Asia Tenggara pada paruh pertama abad ke-20. Tambang emas ini diinisiasi oleh Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau.

Aktivitas penambangan di Redjang Lebong, Bengkulu sekitar 1900. Tambang emas Lebong pernah merajai produksi emas di Asia Tenggara pada awal abad ke-20. (KITLV 104215)