James Clavell, Penulis Novel 'Shogun' yang Pernah Ditahan di Singapura

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 22 April 2024 | 17:14 WIB
James Clavell menulis Shōgun, novel populer yang dijadikan serial cerita pada 1980 dan 2024. Pemahamannya tentang kebudayaan Asia sudah dipelajari sejak kecil dan pengalamannya ditahan oleh Jepang pada Perang Dunia II. (Disney+ & IMDB)

Nationalgeographic.co.id—Serial Shōgun kini tayang di Disney+ Hotstar sejak Februari 2024. Serial ini berdasarkan cerita fiksi dari novel dengan judul sama karya novelis Inggris James Clavell.

Kisah dari cerita Shōgun terinspirasi dari Kekaisaran Jepang masa Kampanye Sekigahara (1598-1603) periode Sengoku. Periode ini merupakan gejolak antarpenguasa di Jepang antara Tokugawa Ieyasu dan Ishida Mitsunari.

Clavell menggunakan dua pemimpin bertentangan tersebut dalam tokoh fiksi seperti Yoshii Toranaga dari Tokogawa Ieyasu, Ishido Kazunari dari Ishida Mitsunari. Dia menghadirkan orang Inggris pertama yang menyambangi Jepang, William Adams yang punya hubungan baik dengan Tokugawa.  Dalam cerita, Adams dinamai John Blackthorne.

Tidak hanya Shōgun, Clavell menulis novel bernuansa kebudayaan Asia lainnya, seperti King Rat (1962), Tai-pan (1966) berlatar di Hong Kong, Gai-jin (1993) bernuansa di Jepang, dan nuansa Iran pada Whirlwind (1986).

Pengetahuan Clavell tentang kebudayaan Asia ini karena pengaruh ayahnya yang bekerja sebagai Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Ayahnya sering menceritakan pengalaman bertugas di Tiongkok sebelum Perang Dunia I pecah.

Clavell sendiri lahir di Sydney, Australia, saat ayahnya berdinas di luar Inggris pada 10 Oktober 1924. Keluarganya membawanya kembali ke Inggris kala ia berumur sembilan bulan. Dia melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah umum di Portsmouth, Inggris.

Ketika Perang Dunia II pecah pada 1939 dan melibatkan Inggris, pendidikan Clavell terhenti. Dia kemudian mendaftarkan diri untuk bertugas sebagai anggota Artileri Kerajaan di Angkatan Darat Inggris. Alasannya sederhana: Clavell ingin melanjutkan tradisi keluarganya yang berkecimpung di dunia militer.

Saat itu, Clavell berusia 17 tahun dan sudah menjadi kapten. Divisi artileri melatihnya untuk perang di gurun. Namun, kondisi Perang Dunia II mengharuskan pimpinan militer menempatkan Clavell di tempat lain. Pasalnya, Kekaisaran Jepang telah berhasil meluluhlantakkan Pearl Harbor pada 1941.

Clavell dan rekan-rekannya dikirim ke Singapura, koloni Inggris yang terancam diduduki Jepang. Mereka ke sana hanya dengan delapan senjata antipesawat dan sebuah kapal kecil yang memuat persenjataan.

Dalam sebuah wawancara di New York Times, Clavell mengatakan pengalamannya yang memilukan. Di Singapura, mereka ditenggelamkan oleh pesawat pengebom Jepang di Selat Bangka, Hindia Belanda. Beruntung, ada kapal Belanda yang menjemput mereka. Kapal itu berusaha melarikan diri ke India.

Namun, mayor pimpinan Clavell bersikeras untuk melanjutkan perang. Dia ingin kembali ke pelabuhan terdekat dan melanjutkan serangan tanpa serangan. Clavell dan rekan-rekannya akhirnya diterima di sebuah perkampungan Melayu. Ide melanjutkan perang ini dianggap bodoh, pikir Clavell.

Perwira Angkatan Darat Inggris itu beserta rekan-rekannya pun ditangkap oleh Jepang yang telah menguasai Singapura pada 1942. Dia sempat berupaya melarikan diri, namun wajahnya kena tembak. Bersama rekan-rekan lainnya, Clavell ditahan di kamp penjara Singapura bernama Changi.