Peradaban Kuno di Peru Kurbankan Anak-anak Demi Akhiri El Nino

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 18 April 2024 | 17:00 WIB
Masyarakat Chimu yang merupakan peradaban kuno di Peru, mengurbankan anak-anak sebagai permohonan kepada dewa atas fenomena hujan tiada henti. Pada abad ke-15, jelang keruntuhannya sebelum dikuasai Kekaisaran Inca, El Nino hebat menerpa Peru. (Gabriel Prieto et al (2019))

Nationalgeographic.co.id—Siklus iklim El Nino tersebar di seluruh wilayah Pasifik setiap lebih dari lima tahun sekali. Jika di Indonesia El Nino membawa musim kemarau panjang, lain halnya di pesisir barat Amerika Selatan yang akan mengalami hujan terus menerus.

Siklus ini sudah berlangsung sejak lama. Pelbagai peradaban terdahulu di sekitar Pasifik tentu pernah merasakannya.

Pada abad ke-15, masyarakat Chimu di Peru menganggap El Nino sebagai petaka kehancuran. Masyarakat Chimu percaya, El Nino adalah pertanda para dewa menuntut pengurbanan manusia, seperti halnya peradaban Amerika pra-Colombus lainnya. Pengurbanan ini nantinya meruntuhkan peradaban mereka, sampai akhirnya dikuasai Kekaisaran Inca dari Cile pada 1470.

Bukti ini terungkap ketika arkeolog dan penjelajah National Geographic Gabriel Prieto menemukan pengorbanan anak massal pada 2011. Situs tersebut berlokasi di sekitar Chan Chan, kota kuno yang berbahan dasar batu lumpur besar di Peru Utara dan diyakini sebagai pusat peradaban Chimu.

Dalam penggaliannya, Prieto dan tim menemukan lebih dari 250 kurban muda bertanggal antara 1400 dan 1450. Kematian mereka dramatis. Sebagian disayat cepat di bagian dada dan dikuburkan dalam kain kafan sederhana. Mereka dikubur bersama lama (Lama glama) yang masih bayi.

Analisis hubungan pengurbanan dan El Nino disingkap Prieto dalam makalah tahun 2014 bertajuk "Sacrificios de niños, adolescentes y camélidos jóvenes durante el Intermedio Tardío en la periferia de Chan Chan, valle de Moche, costa norte del Perú". Makalah itu diterbitkan di jurnal Arqueología y Sociedad.

Hal yang menguatkan dugaan hubungan El Nino karena lokasi pengurbanan massal ini berada di pantai Peru. Situs arkeologinya yang menutupi kuburan massal ini terdiri dari lapisan tebal lumpur kering kuno. Lumpur seperti ini menunjukkan adanya hujan deras di pedalaman, namun lebih kering di pesisir utara Peru.

"Hujan seperti itu biasanya hanya terjadi bersamaan dengan El Nino," terang Prieto di National Geographic. "Jumlah anak-anak, jumlah hewan sebanyak ini—ini akan menjadi investasi besar-besaran untuk kepentingan negara."

El Nino Petaka Peru Sejak era Chimu

Peru modern pernah mengalami hujan ekstrem kala El Nino datang kembali pada 1997 dan 1998. Situs meteorologi Tiempo, El Nino ini berdampak pada masyarakat dan mayoritas sektor utama Peru yang rusak parah. Hujan deras menghujani Peru dari Desember 1997 hingga April 1998. Sungai utama di pesisir meluap dan menimbulkan banjir, terutama di pesisir utara.

Para arkeolog menggali penguburan seorang anak yang dikorbankan di situs Pampa la Cruz dekat situs Warisan Dunia Chan Chan di Peru utara. (Robert Clark/National Geographic Image Collection)

Malapetaka iklim serupa inilah yang kemungkinan juga dialami oleh masyarakat Chimu di Peru kuno. Kota kuno Chan Chan ditopang oleh sistem irigasi dan perikanan pesisir yang dikelola dengan hati-hati. Sistem pengairan seperti ini bisa kacau jika suhu laut lebih tinggi atau hujan deras yang terus menerus.

El Nino bisa berdampak lebih parah lagi. Pada abad ke-15, menurut Prieto dan rekan-rekannya dalam sebuah penelitian, kekacauan yang dialami masyarakat Chimu juga didorong oleh stabilitas politik dan kondisi perekonomian kerajaan mereka.

Oleh karena itu, para pendeta dan pemimpin mereka mungkin memerintahkan pengorbanan massal. Upaya ini adalah cara putus asa mereka demi membujuk dewa menghentikan hujan dan kekacauan.

Anak-anak yang dikubur diperkirakan berusia antara empat dan 14 tahun. Jenazah mereka dalam posisi menghadap ke laut. Beberapa di antaranya masih memiliki kulit dan rambut.

Feren Castillo, arkeolog dari National University of Trujillo, mengatakan mungkin masih banyak lagi kuburan kurban anak-anak yang dapat ditemukan di Peru, khususnya Huanchao. "Ini tidak dapat dikendalikan, hal ini terjadi pada anak-anak. Di mana pun Anda menggali, di situ ada lubang lain," tuturnya di AFP pada 2019.

Selain situs Chan Chan, akreolog jug amenemukan mayat anak-anak di lokasi penggalian di lingkungan situs Pampa la Cruz, sekitar 10 kilometer dari Chan Chan. Keduanya masih berada di kota Huanchao, Peru.

Dilansir dari National Geographic, Jane Eva Baxter, antropolog di DePaul University yang meneliti peran anak-anak di masa lalu menyebut bahwa orang Chimu menganggap anak-anak sebagai persembahan paling berharga untuk para dewa.

"Anda mengorbankan masa depan dan semua potensi itu," kata Baxter. "Semua energi dan upaya yang dihabiskan untuk melanjutkan keluarga Anda, melanjutkan masyarakat Anda di masa depan—Anda akan menghilangkannya ketika Anda mengambil seorang anak."