Nationalgeographic.co.id—Sebuah kado terindah dari semesta. Sepekan setelah Kebun Raya Cibodas merayakan hari jadinya yang ke-172 tahun, salah satu koleksi bunga bangkainya mekar. Peristiwa mekarnya bunga bangkai ini merupakan kali ketiganya individu tanaman tersebut berbunga. Sebelumnya, ia berbunga pada 2016 dan 2020.
Bunga yang mekar kali ini merupakan hasil semaian biji yang ditanam pada 2004. Biji tersebut berasal dari induk tanaman yang berasal dari Sungai Manau, Batang Suliti, Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatra Barat, yang dikoleksi oleh Alm. R. Subekti Purwantoro, dkk.
Mengidentifikasikan bunga bangkai sebagai suatu bunga sebenarnya adalah suatu misnomer. Bunga bangkai sendiri terdiri dari beberapa bunga yang berkumpul di pangkal tangkai (spadix), dan tersembunyi di balik selubung merah marun di dasarnya (spatha).
Bunga bangkai yang memiiki nama ilmiah Amorphophallus titanum Becc yang mekar saat ini merupakan koleksi Kebun Raya Cibodas dengan nomor koleksi 76. Tumbuhan ini termasuk dalam kategori spesies terancam punah berdasarkan klasifikasi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2018 dan keberadaannya dilindungi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999.
Namun, bunga yang dapat tumbuh hingga enam meter ini sering tertukar dengan bunga Rafflesia arnoldi yang juga merupakan tanaman endemik Indonesia yang sama-sama berbau busuk.
Sebenarnya, perbedaan keduanya sangat nyata. Jika berbicara tentang Rafflesia, ia adalah bunga terbesar di dunia. Namun, Rafflesia adalah tanaman parasit yang tidak memiliki batang, daun dan akar. Rafflesia hidup menumpang pada tanaman inang bernama tetrastigma. Apabila tanaman tersebut mati, maka Rafflesia juga mengalami nasib yang sama. Sementara, Amorphophallus mempunyai umbi dan hidup sendiri. Ia memiliki batang, daun dan bunga sendiri juga.
Nama Amorphophallus diberikan karena bentuk bunganya yang seperti penis rusak. Diambil dari bahasa Yunani, amorphos berarti tidak berbentuk, dan phallos merupakan alat kelamin laki-laki (penis). Sementara, titan artinya besar.
Tanaman yang termasuk keluarga Araceae (talas-talasan) ini merupakan tanaman asli Indonesia yang endemik dari Sumatera. Tanaman ini pertama kali ditemukan oleh Odoardo Beccari pada tahun 1878 di sekitar air terjun Lembah Anai, Sumatera Barat.
Amorphophallus titanum juga memiliki keunikan tersendiri yaitu selain memiliki aroma yang khas seperti bau bangkai juga mempunyai perbungaan terbesar di dunia atau disebut sebagai the giant inflorescent in the world.
Bunga ini memang berbau tak sedap seperti daging busuk. Serangga akan masuk ke dalam bunga karena tertarik dengan bau busuk dan juga panas yang dihasilkan bunga—membuatnya semakin mirip dengan daging busuk untuk serangga. Demikianlah, bunga bangkai akan mendapat keuntungan dari serangga yang tertarik akan baunya tersebut: mereka akan membantu penyerbukan sang bunga.
Setelah berada di dalam bunga, sang serangga akan terselimuti dengan serbuk, yang akan mereka sebarkan di tempat lain setelah mereka terbang ke luar.
Menurut data hasil pemantauan dari unit pengelolaan koleksi ilmiah Kebun Raya Cibodas, tunas mulai teramati pada 16 Februari 2024. Bunga ini mekar sempurna tepat pada Jumat dini hari 19 April 2024 pukul 00.56 WIB dengan tinggi spadik 310,5 sentimeter dan diameter spatanya 161 sentimeter.
Sebelumnya, bunga bangkai ini terakhir berbunga pada Maret 2020 dengan tinggi mencapai 291 sentimeter dan diameter kelopak (spatha) 119 sentimeter.
Destri, Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi di BRIN, mengatakan bahwa ketinggian bunga yang sedang mekar itu melebihi tinggi bunga yang mekar pada periode sebelumnya.
“Tinggi bunga kali ini lebih dari tiga meter hal ini dikarenakan pertumbuhan vegetatifnya bagus sehingga dengan sendirinya menghasilkan umbi yang lebih besar,” ujar Destri.
Destri juga menyampaikan jika induk tanaman di Cibodas diperkirakan sudah berumur antara 32-35 tahun, karenanya tanaman tergolong herba perenial. Sampai saat ini jumlah koleksi tanaman bunga bangkai yang ada di Kebun Raya Cibodas sebanyak 10 nomor spesimen, yang terdiri atas 1 spesimen induk hasil pengoleksian berupa umbi dan 9 spesimen merupakan hasil perbanyakan dari biji.
Bentuk perbungaannya menjulang tinggi dengan tongkol atau spadiks yang dikelilingi oleh seludang atau kelopak bunga (spatha) yang saat mekar berwarna merah hati.
Tanaman endemik Sumatra ini memiliki masa berbunga empat tahun sekali dengan 3 fase pertumbuhan yaitu fase vegetative (berdaun), fase generative (berbunga) dan fase dorman (istirahat) sehingga menarik perhatian masyarakat saat tanaman ini berbunga.
Riwayat Penemuan Odoardo Beccari
Odoardo Beccari (16 November 1843 – 25 Oktober 1920), yang terkenal terutama karena menemukan bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum). Lelaki itu berasal dari Florence, Italia. Setelah kuliah di Pisa dan Bologna, dia berangkat ke London, di mana dia belajar sejarah alam di Royal Botanic Gardens, Kew.
Beccari berteman dekat dengan James Brooke, “Raja Sarawak,” dan menerima dukungannya dalam meluncurkan ekspedisi ke Kepulauan Indonesia.
Pada 1865, Beccari berangkat ke Sarawak bersama rekan naturalis Italia Giacomo Doria (1840 – 1913), dan pasangan tersebut melakukan perjalanan melalui wilayah tersebut selama tiga tahun berikutnya untuk mengumpulkan tumbuhan dan hewan.
Dalam perjalanan singkat ke Sumatera bagian tengah pada 1878, Beccari menemukan bunga terbesar di dunia—Amorphophallus titanum, yang awalnya ia beri nama Conophallus.
Spesimen pertamanya mekar di Kew pada 1885, yang memicu keajaiban dan tontonan bagi ribuan pengunjung. Mereka terkesima menyaksikan bunga raksasa yang berbau seperti daging busuk. Siklus mekarnya hanya berlangsung selama tiga hari, sehingga tanaman ini memiliki kelangkaan ekstrem.
Semoga Beccari tersenyum menyaksikan bunga raksasa yang mekar menyemarakkan perayaan 172 tahun Kebun Raya Cibodas.