Menurut Chishti, ada lebih dari seratus cara untuk mengenakan sari, tergantung pada wilayah, bahan, panjang dan lebar pakaian. Juga tergantung pada apa yang dilakukan pemakainya pada hari itu. “Generasi muda ingin bisa bereksperimen dengannya, memakainya dengan berbagai cara,” ujarnya.
Di antara teknik mengenakan sari: nivi drape yang ada di mana-mana (berlipit, dililitkan di pinggang, dengan pallu (ujung pakaian yang diberi hiasan) digantung di bahu kiri). Atau Dharampur drape, yang dengan cerdik mengubah bahan persegi panjang menjadi celana selutut.
Sebagian besar penyajian sari memerlukan choli (atasan yang dipotong) dan setengah rok dalam yang ramping. Beberapa lipatan sari perlu diikat dengan jahitan atau peniti, seperti origami kain untuk badan.
Sari menyebar ke sebagian besar India. Sari dikenakan oleh wanita yang berjalan-jalan di Mumbai dengan sepeda atau aktris yang membintangi film Bollywood. Sari juga menghiasi beberapa generasi keluarga di Rajasthan.
Wisatawan yang tergoda oleh semangat dan sejarah sari dapat berbelanja untuk dibawa pulang. Sari dapat dikenakan oleh siapa saja.
Wisatawan, penduduk lokal, dan calon pengantin berburu sari di toko-toko yang berjejer di setiap gang biru di Jodhpur. Atau di jalanan ramai di Mumbai. Anda akan menemukannya di butik-butik yang lebih megah dan mahal di Delhi, yang terkenal dengan sutra buatan tangan.
Ke mana pun mereka pergi, para pemburu sari akan kewalahan dengan tumpukan sutra, katun, dan sifon yang terlipat rapi.
“Saat Anda membeli sari, biasanya prosesnya memakan waktu lama. Anda mendapatkan kain sari di satu toko, membuat blus yang dibuat khusus di tempat lain. Kemudian membeli rok dalam di toko lain,” kata Sethi.
Proses itu bak sebuah tarian yang rumit. Melewati toko dan penjahit, sari bukan busana yang Anda kenakan dengan cepat.
“Tapi sari adalah kain yang menjadi ikon dan variasinya sangat banyak,” kata Sethi. “Sari sangat penting dan tentunya layak untuk dirayakan.”