Shoebill, Burung Unik yang Punya Paruh Mirip Sepatu, Terancam Punah

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 27 April 2024 | 18:47 WIB
Shoebill memiliki daya tarik yang sama konyolnya dengan dodo yang sudah lama punah. Di sisi lain, shoebill atau bangau paruh sepatu bisa menyerang kapan saja. (Olaf Oliviero Riemer/CC BY-SA 3.0)

Nationalgeographic.co.id - Tergantung pada sudut pandang Anda, shoebill memiliki daya tarik yang sama konyolnya dengan dodo yang sudah lama punah. Di sisi lain, shoebill atau bangau paruh sepatu bisa menyerang kapan saja.

Apa yang membuat burung yang diberi nama shoebill ini begitu unik adalah paruhnya yang berukuran panjang sekitar 30 cm. Paruhnya itu menyerupai klompen atau bakiak Belanda. Berwarna cokelat dengan bercak cokelat.

Lebar paruhnya sekitar 13 cm dan memiliki tepi serta kait yang tajam di ujungnya. Paruhnya yang khusus memungkinkan shoebill menangkap mangsa besar.

“Termasuk ikan paru-paru, nila, belut, dan ular. Shoebill juga bisa memangsa anak buaya dan biawak Nil,” tulis Megan Shersby di laman Livescience.

Sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam Journal of African Ornithology mengungkapkan bahwa ikan lele adalah mangsa paling umum. Sekitar 71% dari makanan shoebill merupakan ikan lele atau catfish.

Sepintas, shoebill tidak tampak seperti predator penyergap. Tingginya mencapai 152 cm dengan lebar sayap 2,4 m, bulu abu-abu, perut putih, dan jambul berbulu kecil di belakang kepala mereka. Ukuran paruhnya membuat shoebill masuk ke dalam daftar burung dengan paruh terbesar ketiga di dunia.

Shoebill juga memiliki kaki yang panjang, tipis, dan besar. Kakinya itu ideal untuk berjalan di atas tumbuh-tumbuhan di rawa-rawa air tawar yang mereka tinggali di Afrika Timur. “Dari Etiopia dan Sudan Selatan hingga Zambia,” tambah Shersby.

Shoebill bisa tidak bergerak selama berjam-jam. Jadi ketika seekor lungfish yang malang muncul, ia mungkin tidak menyadari keberadaan burung yang mematikan ini. Burung-burung tersebut mempraktikkan teknik berburu yang disebut “runtuh”, yang melibatkan menerjang atau menjatuhkan mangsanya ke depan.

Meskipun terkadang salah disebut sebagai bangau, shoebill sebenarnya adalah satu-satunya anggota genus Balaeniceps dan keluarga besar Balaenicipitidae. Kerabat terdekatnya yang masih hidup adalah burung pelikan. Nenek moyangnya dari ordo Pelecaniformes muncul pada akhir zaman Kapur (145 juta hingga 66 juta tahun lalu).

Shoebill mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bangau. Misalnya leher dan kaki yang panjang yang merupakan ciri khas burung yang mengarungi sungai, meskipun kerabat terdekatnya adalah pelikan.

Meski sebagian besar tidak bersuara, shoebill kadang-kadang menciptakan suara gemerincing paruh. Suara tersebut merupakan suara yang dibuat sebagai salam dan saat bersarang.

Shoebill tetap sejuk dengan teknik yang disebut gular fluttering. Teknik ini menggetarkan otot tenggorokan untuk menghilangkan panas. Shoebill muda terkadang mengeluarkan suara seperti cegukan saat lapar.

Reproduksi

Shoebill dewasa berusia antara 3 hingga 4 tahun dan pasangan perkembangbiakan bersifat monogami. Namun, burung-burung ini sangat penyendiri. Bahkan pasangan kawin akan mencari makan di sisi berlawanan dari wilayah betinanya.

Pasangan yang sedang berkembang biak membangun sarang di atas air atau di atas tumbuhan terapung. Lebar sarangnya bisa mencapai 20 m. Betina bertelur rata-rata dua butir pada akhir musim hujan.

Apa yang membuat burung yang diberi nama shoebill ini begitu unik adalah paruhnya yang berukuran panjang sekitar 30 cm. Paruhnya itu menyerupai klompen atau bakiak Belanda. Berwarna cokelat dengan bercak cokelat. (Michael Gwyther-Jones/CC BY 2.0)

Shoebill jantan dan betina sama-sama merawat telur dan anaknya. Hal ini termasuk mengerami dan membalik telur. Juga mendinginkannya dengan air yang mereka bawa ke sarang dalam jumlah besar.

Penetasan terjadi dalam waktu sekitar 1 bulan. Anak shoebill memiliki bulu berwarna abu-abu kebiruan yang menutupi tubuhnya dan paruh berwarna lebih terang. Biasanya hanya seekor anak shoebill yang bertahan hingga menjadi dewasa.

Shoebill kebanyakan hidup menyendiri. Namun pasangan yang berkembang biak bersifat monogami dan bertelur hingga tiga butir dalam satu sarang.

Karena persaingan antar saudara kandung, biasanya hanya satu yang bertahan hingga dewasa. Yang bertahan biasanya adalah shoebill yang menetas lebih dulu. Anak shoebill akan saling bersaing dengan saudara kandungnya untuk mendapatkan makanan atau membunuh mereka.

Anak shoebill kedua atau ketiga pada dasarnya adalah cadangan. Mereka berfungsi sebagai cadangan jika anak ayam pertama tidak dapat bertahan.

Konservasi

The International Union for the Conservation of Nature memperkirakan bahwa hanya tersisa antara 3.300 dan 5.300 shoebill dewasa di dunia. Populasinya terus menurun.

Saat lahan dibuka untuk padang rumput, hilangnya habitat menjadi ancaman besar, dan terkadang ternak menginjak-injak sarangnya. Pembakaran lahan pertanian dan polusi dari industri minyak dan penyamakan kulit juga memengaruhi habitat mereka.

Di beberapa tempat, shoebill diburu sebagai makanan. Sedangkan di tempat lain, mereka diburu karena dianggap sebagai pertanda buruk.