Begitu pun pada Inggris dan Irlandia modern. Dalam sebuah survei pada 2016 oleh University of West of England, kebanyakan nama belakang Inggris dan Irlandia sudah ada sejak dulu kala. Nama keluarga ini merupakan julukan pada pekerjaan atau status sejarah. Nama seperti Smith dan Baker merujuk pada nenek moyang keluarga sebagai pandai besi (smith) dan pembuat roti (baker).
Dalam kebudayaan Nordik, pemberian nama berdasarkan nama dari ayah. Imbuhan akhirnya akan diakhiri dengan "sen" yang merujuk sebagai "anak dari". Misal, Erik si Merah memiliki putra bernama Leif. Penamaannya menjadi Leif Erikson. Kebudayaan Nordik juga mengenal penyebutan sebagai imbuhan "dotter" untuk anak perempuan, namun jarang diterapkan belakangan.
Penggunaanya juga diterapkan pada kebudayaan Rusia dengan imbuhan -ov sebagai putra dan -ova sebagai putri. Misal, nama belakang Ivanov merujuk putra dari Ivan, dan Ivanova adalah putri dari Ivan.
Ada pun kebudayaan Nordik menggunakan julukan yang merujuk pada lambang keluarga, namun diubah secara penulisan. Misal, nama belakangnya ditulis berimbuhan quist daripada kvist yang merujuk pada ranting.
Tidak hanya pada kalangan bangsawan, kelas menengah juga menerapkan kebiasaan ini. Penamaan dapat merujuk hal yang ada di alam, seperti Akerlund yang berarti padang rumput, atau Holmberg yang merujuk pada gunung-pulau. Bisa juga merujuk pada pekerjaan, seperti gaard yang merupakan ejaan kuno untuk petani (gård atau gard).
Nama ini bisa dikombinasikan. Misalnya filsuf Søren Kierkegaard. Nama belakangnya paduan dari kierk (gereja) dan gaard.
Keragaman Nama Marga Asia
Kebudayaan Tionghoa telah mengenal dulu penggunaan nama marga sejak 3.000 tahun silam. Sejarahnya berhubungan dengan mitologi Tionghoa Fuxi yang menerapkan sistem nama marga.
Meski demikian, nama marga bukanlah nama belakang. Nama marga menjadi di belakang akibat pengaruh Kristen dan Barat. Biasanya, yang menggunakan nama marga di belakang sebagai nama alternatif atau menjadi peranakan Tionghoa di luar Tiongkok.
Misalnya, penyanyi Taiwan Teresa Teng bernama Tionghoa Teng Li-chun, atau aktor Hong Kong Jackie Chan bernama Tionghoa Chan Kong-sang.
Sheau-yueh J. Chao dalam Genealogical Research on Chinese Surnames mengungkapkan bahwa nama marga hanya digunakan oleh kalangan penguasa dan elite bangsawan. Namun, setelah Periode Negara-negara Berperang, tradisi penggunaan nama marga ini meluas di kalangan masyarakat.
Selanjutnya, pengaruh nama marga ini diadaptasi di Korea, Jepang, dan Vietnam. Misalnya, Kim Jong-un berasal dari marga Kim, atau komikus One Piece Eiichiro Oda yang bernama asli Oda Eiichiro berasal dari marga Oda.
Namun, kebudayaan Jepang mengharuskan pasangan suami-istri menggunakan nama belakang yang sama setelah menikah. Hal ini berbeda dengan budaya Tionghoa, Korea, dan Vietnam yang tetap mempertahankan nama keluarganya, bahkan pada perempuan, setelah menikah.
Nama marga Tionghoa bisa didapatkan karena garis keturunan, nama negara, wilayah kekuasaan atau asal, leluhur, jabatan resmi, posisi dalam keluarga, pekerjaan, gelar, dan etnis atau agama. Pada awalnya, marga diturunkan secara matrilineal (dari ibu). Perubahan menjadi patrilineal terjadi semasa Dinasti Shang (antara 1600 SM dan 1046 SM.
Pewarisan nama marga secara matrilineal masih diterapkan dalam kebudayaan Minangkabau di Indonesia. Hal ini merujuk perspektif Minangkabau yang menanggap perempuan sebagai pemilik tanah, dan laki-laki adalah tamu.
Setiap suku di Indonesia punya nama marganya masing-masing. Nama marga biasanya merujuk pada benda yang ada di alam, gelar, dan riwayat status. Terkadang, penamaan ini bisa tercampur karena pengaruh kebudayaan. Hal ini terjadi pada nama keluarga Maluku yang dipengaruhi bahasa Portugis, Spanyol Belanda, dan Arab.