Obsesi Gila Jiajing, Kaisar Ming Tiongkok Peramu Darah Haid Gadis

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 6 Mei 2024 | 17:00 WIB
Kaisar Jiajing merupakan salah satu Kaisar Dinasti Ming yang kejam dan kontroversi. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Di jantung kekaisaran Tiongkok pada abad ke-16, terdapat seorang kaisar yang mengejutkan dunia dengan kegilaannya. Obsesi Kaisar Jiajing membawa Dinasti Ming pada jalan yang gelap dan menyeramkan.

Kisahnya dimulai ketika Kaisar Zhengde secara tak terduga meninggal pada usia 29 tahun. Dia tidak memiliki anak laki-laki, maka tidak ada pewaris dan takhta diserahkan kepada sepupu pertamanya, Zhu Houcong. Setelah resmi menduduki takhta, namanya menjadi menjadi Kaisar Jiajing.

Kaisar Jiajing tidak dipersiapkan untuk menjadi penerus takhta dan memilih untuk melalaikan tugasnya. Dia menyerahkan keputusan pada Sekretaris Agung Yan Song-yang sangat korup dan secara terbuka menjual posisi pemerintahan untuk mendapatkan uang.

Sementara itu, Kaisar Jiajing hidup terasing, jauh dari tempat tinggal kaisar pada umumnya, Kota Terlarang. Dia hanya menerima audiensi dengan beberapa kasim, pendeta Tao, dan Yan Song.

Lantas, jika Kaisar Jiajing tidak mengelola urusan negara, apa yang dia lakukan? Menyiksa para selirnya, tentu saja. Apa lagi yang akan dia lakukan?

“Dia terobsesi dengan ramalan, alkimia, dan umur panjang,” kata J.A. Hernandez, penulis sejarah dari Tennessee. “Tujuan utamanya adalah mencapai keabadian, yang ia cari dengan menggunakan berbagai macam ramuan.”

Baca Juga: Di Balik Harem Dinasti Ming Tiongkok: Neraka Bagi Para Selir

Salah satu ramuan paling terkenalnya adalah “timah merah” (bahasa Mandarin: 红铅).Tidak jelas bagaimana cara membuat ramuan timah merah yang digunakan Kaisar Jiajing, tetapi satu bahan utama yang diketahui: darah menstruasi para gadis.

Kaisar Jiajing menahan gadis-gadis berusia sekitar 13 tahun. Mereka hanya diberi makan berupa daun murbei dan air hujan untuk memastikan kemurnian darah menstruasi mereka. Lebih parahnya lagi, setiap gadis yang jatuh sakit akan dipukuli atau terkadang dibuang.

Sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari para gadis, mereka bangun pagi-pagi sekali dan mengumpulkan embun dari pohon pisang di taman, membawanya ke Kaisar Jiajing untuk diminum, salah satu cara lain untuk panjang umur. 

“Banyak dari gadis-gadis itu jatuh sakit karena kedinginan dan dihukum karena sakit,” kata Hernandez.

Rencana Pembunuhan Jiajing

Pemberontakan gundik Dinasti Ming yang terkenal adalah Konspirasi Renyin. Ini adalah upaya para gundik untuk melenyapkan Kaisar Jiajing yang kejam. (Palace Museum Archives)

Setelah 21 tahun menduduki takhta dan 200 gadis dipukuli hingga tewas, 16 selirnya menyusun rencana pembunuhan.

Suatu malam, seperti biasanya, kaisar berada di tempat tidur dengan selir kesayangannya, Permaisuri Duan. Namun di tengah malam, selir mundur bersama para pengawalnya, kaisar ditinggalkan sendirian. Dalam kesempatan inilah para selir melancarkan aksinya.

Mereka menahan lengan dan kakinya agar tidak memberontak. Salah satu dari mereka melepaskan pita dari rambutnya, melilitkannya di lehernya, dan menarik tali sutra sampai dia kehilangan kesadaran. Dia mengikatkan simpul di lehernya, tetapi simpul itu tersangkut, sehingga tidak bisa dikencangkan sepenuhnya.

Zhang Jinlian, salah satu selir yang terlibat dalam penyerangan, kehilangan keberaniannya dan berlari ke permaisuri untuk mengaku. Permaisuri Fang mengambil tindakan cepat, menyelamatkan nyawanya dan memerintahkan agar para penyerang ditangkap.

Karena kaisar tidak sadarkan diri hingga sore hari berikutnya, Permaisuri Fang mengambil tindakan penghukuman sendiri.

Hernandez menjelaskan, keenam belas gadis itu, ditambah Permaisuri Duan, dieksekusi dengan cara disayat pelan-pelan.

“Mereka diikat di depan umum, dan pisau digunakan untuk memotong bagian tubuh mereka secara perlahan sampai mereka mati,” jelas Hernandez. “Beberapa catatan selama Dinasti Ming menunjukkan bahwa jumlah sayatan yang dilakukan mungkin sekitar 3.000 sayatan selama tiga hari atau lebih.”

Selain gadis-gadis yang dibunuh dengan pisau, Permaisuri Fang memerintahkan 10 anggota keluarga dari mereka dipenggal dan 20 anggota keluarga lainnya diperbudak.

Seluruh peristiwa ini dikenal sebagai Konspirasi Renyin, yang juga dikenal sebagai Gongnu qiyi (Pemberontakan Wanita Istana).

Pasca Drama Pembunuhan

Lantas, apa yang dilakukan Kaisar Jiajing setelah percobaan pembunuhan tersebut? Dia memperketat pembatasan terhadap para gadisnya, membawa 300 gadis baru setelah Permaisuri Fang meninggal pada tahun 1547. 

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1552, ia menurunkan kriteria usia dan membawa 200 anak berusia delapan tahun. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1555, ia membawa 150 gadis di bawah delapan tahun. Semuanya untuk membuat lebih banyak ramuan "timah merah" miliknya.

Perlu ketahui bahwa Permaisuri Fang tidak pernah berbagi ranjang dengan Kaisar Jiajing, karena mereka bertemu saat dia berusia 15 tahun–dianggap terlalu tua untuk membuat kaisar tertarik padanya. 

Dia meninggal pada usia 31 tahun ketika Kaisar Jiajing menolak untuk memerintahkannya menyelamatkan diri dari kebakaran. Meskipun dia telah menyelamatkan nyawanya dari upaya pembunuhan, dia masih marah padanya karena telah mengeksekusi selir kesayangannya.

Pada tahun 1567, setelah 45 tahun menduduki tahta, Kaisar Jiajing meninggal pada usia 59 tahun karena keracunan merkuri dari salah satu ramuannya. Itu adalah masa pemerintahan terpanjang kedua selama Dinasti Ming.