Berdasarkan pengamatan dan ketiga bukti ini, Wagener berhipotesis bahwa benua-benua di Bumi pernah bersatu, kemudian terpecah dan bergerak perlahan selama jutaan tahun
Ia menyebut pergerakan benua ini sebagai "continental drift" (hanyutan benua).
Sempat Dicemooh, Dibuktikan Usai Wafat
Meskipun teori Pangea awalnya ditolak oleh komunitas ilmiah karena kurangnya penjelasan tentang mekanisme pergerakan benua, pada tahun 1960-an, teori ini kembali muncul dengan bukti-bukti baru.
Perkembangan teknologi yang digunakan untuk memantau Bumi, seperti seismometer dan magnetometer, memungkinkan para peneliti untuk mempelajari Bumi secara lebih menyeluruh.
Pengamatan seismograf menunjukkan bahwa gempa bumi cenderung terjadi di batas lempeng tektonik, lempeng-lempeng besar yang membentuk kerak Bumi.
Sedangkan penelitian di dasar laut dengan magnetometer menemukan garis-garis batuan magnetis berselang-seling di dekat pegunungan bawah laut.
Bukti-bukti ini mendukung teori tektonik lempeng, yang menjelaskan pergerakan benua dengan pergerakan lempeng tektonik.
Lempeng-lempeng ini bergerak karena aliran panas di dalam Bumi, dan pergerakannya menyebabkan gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan pegunungan.
Bahkan, dengan mendasarkan pada teori Pangea Wagener dan kecanggihan alat modern, para ilmuran berhasil membuat simulasi benua masa depan bernama "Pangea Proxima".
Dalam teori yang dihasilkan dengan menjalankan simulasi komputer tentang pergerakan lempeng tektonik tersebut, para ilmuwan memprediksi bahwa benua-benua di Bumi akan kembali bersatu dalam sekitar 250 juta tahun.