Nationalgeographic.co.id - Umumnya, banjir dianggap sebagai bencana alam yang disebabkan oleh tingginya curah hujan, ditambah saluran pembuangan air yang kecil. Penyebab banjir sangat kompleks, namun biasanya berhubungan dengan kerusakan ekosistem di tempat sumber air.
Di pesisir, banjir akibat kenaikan muka air laut disebut sebagai banjir rob. Bencana alam ini ditandai dengan tingginya gelombang air laut dan meluap ke daratan.
Penyebab banjir rob berhubungan dengan kerusakan ekosistem pesisir. Oleh karena itu, upaya mitigasi atau pengurangan dampak di masa mendatang harus dilakukan dengan berbagai cara.
Apa itu Banjir Rob dan Kenapa Bisa Terjadi di Indonesia?
Perubahan iklim menimbulkan kenaikan permukaan laut di seluruh dunia. Meski demikian, kenaikan ini tidak selalu sama di berbagai tempat. Kenaikan permukaan laut yang relatif meningkat menyebabkan kawasan pesisir rentan mengalami banjir rob.
Faktor lainnya, kenaikan air laut juga bisa disebabkan penurunan muka tanah. Penurunan ini disebabkan oleh sifat tanah yang tidak padat seperti aluvial, atau pembangunan yang tidak terkontrol sehingga merusak kontur tanah.
Pada saat bersamaan, pasang-surut laut selalu terjadi. Gelombang air pasang dapat masuk ke daratan, seiring dengan muka tanah yang menurun atau kenaikan air laut. Kawasan pesisir yang tidak terlindungi tanggul atau mangrove, dapat dengan mudah diterpa gelombang air. Jika debit air terus masuk dan menggenangi daratan, terjadilah banjir rob.
Berdasarkan catatan BNPB, bencana banjir rob meningkat 46 persen dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Para ilmuwan juga mengungkapkan, peningkatan bencana berhubungan dengan perubahan lahan dan perubahan iklim, yang membuat cuaca semakin sulit diprediksi.
Pada daerah tropis seperti di Indonesia, hujan dengan intensitas tinggi bisa kapan saja terjadi. Jika intensitas tinggi hujan ini terjadi di kawasan pesisir, daratan dapat tergenang. Dalam kasus yang rawan di pesisir, banjir rob dari gelombang pasang laut bisa diperparah dengan curah hujan tinggi.
Langkah Adaptasi Antisipasi Banjir Rob
Bencana bisa terjadi kapan saja. Masyarakat harus bersiap menghadapi banjir rob yang dapat kapan saja menerpa. Ada beberapa langkah adaptasi yang dilakukan berbagai komunitas pesisir di seluruh dunia, termasuk Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
1. Adaptasi kawasan permukiman. Charlotte Wiederkehr dalam studi tahun 2018 bersama tim, menyebut karakteristik adaptasi kawasan permukiman terdiri dari tiga jenis.
Baca Juga: Garis Pesisir Indonesia Menyusut Cepat, Langkah Ini Bisa Jadi Solusi
Pertama, masyarakat memilih untuk melindungi kawasan permukiman dari bibir pantai seperti penggunaan tanggul. Berikutnya, mengakomodasi tempat tinggal dengan meninggikan bagian dasarnya. Ketiga, masyarakat biasanya meninggalkan rumah mereka untuk mencari permukiman baru, atau pindah secara keseluruhan dengan pergantian alamat.
2. Adaptasi perekonomian dan pekerjaan pesisir. Sebagian dari masyarakat perikanan di pesisir, bekerja sebagai petani tambak. Banjir rob dapat merugikan penghidupan mereka. Langkah adaptasi yang dapat mereka lakukan adalah meninggikan tanggul tambak, dan memasang jaring waring di sekeliling tambak. Adaptasi ini dapat mencegah budidaya meluap ke luar tambak.
Pada sektor perekonomian lain, masyarakat dapat beralih mata pencaharian. Peralihan mata pencarian ini bisa menjadi pedagang, buruh, atau pekerjaan lain di luar lingkungan pesisir. Akan tetapi, peralihan mata pencaharian tentu akan sangat sulit, mengingat perbedaan kemampuan pekerjaan yang berbeda untuk lapangan pekerjaan baru.
3. Adaptasi sosial dan budaya. Kawasan pesisir yang rentan terkena banjir rob memaksa masyarakat harus bergotong royong untuk langka adaptasi seperti pembangunan tanggul, atau membuat instalasi pompa penyedot rob. Demi menyelesaikan permasalahan bersama, gotong royong lebih mengacu untuk perbaikan fasilitas umum dan keselamatan bersama.
Adapun kebiasaan gotong royong ini menjadi budaya setempat yang berkembang. Aditya Listiyan Sutigno dan Bitta Pigawati dalam penelitian tahun 2015 mengungkapkan mengenai adaptasi masyarakat kawasan rentan banjir rob.
Studi itu mengungkapkan, kebiasaan gotong royong ditambah dengan budaya keagamaan setempat, dapat memperkuat hubungan masyarakat sehingga menjadi kebudayaan baru yang saling membutuhkan.
Bagaimana Langkah untuk Mengurangi Dampak Banjir Rob?
Mengurangi dampak atau mitigasi banjir rob harus dilakukan dengan matang. Pasalnya, banjir rob berhubungan dengan abrasi. Upaya mitigasi yang harus dilakukan juga beserta perbaikan sistem masyarakat sekitar pesisir mencegah dampak jangka panjang dari abrasi selain banjir rob, kenaikan muka laut yang dapat menenggelamkan seluruh kawasan pesisir.
Langkah pengurangan dampak pertama adalah dengan mengembalikan ekosistem mangrove atau bakau. Mangrove punya peran penting untuk menjaga abrasi dari gelombang laut.
Selain itu, hutan mangrove punya ekosistem yang kaya dan tampak indah. Dengan demikian, tidak hanya berfungsi mencegah abrasi, tetapi juga ekowisata yang membawa pendapatan bagi masyarakat setempat.
Hanya saja, tidak jarang kawasan yang dulunya hutan mangrove digunduli demi membuka lahan tambak. Inilah yang memicu suatu kawasan di pesisir menjadi rentan abrasi dan lebih sering terkena banjir rob. Jika hendak mengembalikan ekosistem hutan mangrove, carilah jalan tengah antara kebutuhan nelayan tambak dan perlindungan kawasan pesisir.