Tempe Semangit Bisa Jadi Sumber Protein Alternatif untuk Ibu Hamil

By Utomo Priyambodo, Minggu, 18 Agustus 2024 | 08:00 WIB
Tempe semangit bisa diolah menjadi kue kering untuk ibu hamil. (KOMPAS/MELATI MEWANGI)

Nationalgeographic.co.id—Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memiliki program strategis penelitian terkait protein alternatif baru sebagai sumber pangan.

Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTTP) BRIN, Nila Kusumawaty, menjadikan tempe semangit sebagai penelitian sumber protein alternatif.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh angka prevelansi Chronic Energy Defiency (CED) yang tinggi pada ibu hamil. CED yang tinggi dapat mengakibatkan stunting pada bayi saat dalam masa pertumbuhan.

“Tempe semangit mengandung amino acid yang tinggi dibanding tempe kedelai,” jelas Nila, dalam webinar internasional bertajuk Alternatives Proteins and Their Application in Food, pada Jumat pekan lalu.

Agar mudah dikonsumsi, lanjutnya, tempe semangit dapat diolah menjadi kue kering, melalui proses oven drying. Proses ini bisa membuat bakteri pada tempe semangit menjadi mati.

Lebih lanjut dia memaparkan kue kering dari tempe semangit yang rutin dikonsumsi ibu hamil yang mengalami CED dapat meningkatkan status nutrisi ibu hamil tersebut. Selain itu, ada peningkatan signifikan pada hemoglobin dan serum ferritin di antara ibu hamil yang mengonsumsi kue kering tempe semangit.

Nila memberikan rekomendasi agar penelitian selanjutnya dapat melakukan analisis in vivo tentang manfaat kue tempe semangit, serta mengukur komponen bioaktif tepung tempe semangit. Diharapkan, penelitian lanjutan tersebut dapat memperoleh informasi lengkap tentang sifat fungsional tempe semangit.

Selain tempe semangit, jangkrik juga bisa menjadi sumber protein alternatif yang baik untuk ibu hamil. (kin0be/Flickr)

Dalam kesempatan tersebut, Specialist Lecturer and Researcher in Nutrition, Public Health, and Food Science Birmingham City University, Michael Bawa, menawarkan protein alternatif baru dari jangkrik. Jenis jangkrik yang digunakan adalah Acheta domesticus dan Gryllus bimaculatus.

“Jangkrik adalah sumber protein alternatif masa depan yang berkelanjutan karena mudah diakses, tersedia, terjangkau, dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang keras, dan menyumbang lebih sedikit gas rumah kaca daripada ayam, sapi, kambing, dan domba,” papar Michael seperti dilansir laman BRIN.

Menurutnya, jangkrik dapat diproduksi dalam skala besar dan digunakan dalam produk makanan untuk meningkatkan nutrisi manusia, karena mengandung nutrisi dalam jumlah tinggi. Produk jangkrik yang dihasilkan oleh Michael berupa tepung jangkrik yang kaya akan protein.

Baca Juga: Tahu dan Tempe, Mana yang Lebih Sehat?

Plh. Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Achmat Sarifudin, mengungkapkan bahwa seiring bertambahnya populasi manusia, protein hewani menjadi tidak mencukupi untuk seluruh populasi. Industri daging juga mengonsumsi banyak lahan subur, air tawar, dan pakan.

“Perlu tersedia protein alternatif yang mendukung ketahanan pangan dengan menyediakan sumber protein berkelanjutan untuk populasi global yang terus bertambah, tanpa mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan,” kata Achmat.

Sementara itu Kepala PRTPP BRIN, Satriyo Krido Wahono, mengatakan bahwa dalam lima tahun ke depan, kelompok risetnya berfokus pada penelitian terkait dengan diversifikasi protein tinggi dalam produk pangan.

“Sehingga, diharapkan webinar internasional ini dapat memberikan inspirasi penelitian yang lebih luas dan beragam,” ujarnya.