Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru dari University of Leeds menyoroti skala besar sampah yang tidak diangkut dan pembakaran sampah plastik di lahan terbuka. Ini merupakan studi pertama yang menginventarisasi polusi plastik global.
Para peneliti dalam studi ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memodelkan pengelolaan sampah di lebih dari 50.000 kota di seluruh dunia. Termasuk kota-kota di Indonesia. Model ini memungkinkan tim peneliti untuk memprediksi berapa banyak sampah yang dihasilkan secara global dan apa yang terjadi padanya.
Makalah studi mereka, yang telah terbit di jurnal Nature pada 4 September 2024, menjabarkan hasil perhitungan 52 juta ton produk plastik yang mencemari lingkungan pada tahun 2020. Jika sampah-sampah plastik ini disusun dalam satu garis, susunan sampah plastik ini akan membentang mengelilingi dunia lebih dari 1.500 kali.
Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa lebih dari dua pertiga polusi plastik di planet ini berasal dari sampah yang tidak diangkut dengan hampir 1,2 miliar orang--15% dari populasi global--hidup tanpa akses ke layanan pengumpulan sampah.
Temuan tersebut selanjutnya menunjukkan bahwa pada tahun 2020 sekitar 30 juta ton plastik--yang setara dengan 57% dari seluruh polusi plastik--dibakar tanpa adanya kontrol lingkungan, di rumah, di jalan, dan di tempat pembuangan sampah. Pembakaran plastik menimbulkan ancaman 'besar' terhadap kesehatan manusia, termasuk cacat perkembangan saraf, reproduksi, dan kelahiran.
Para peneliti juga mengidentifikasi titik-titik panas atau tempat-tempat sumber polusi plastik baru, yang menunjukkan India sebagai kontributor terbesar--bukan Tiongkok seperti yang pernah disebut dalam model sebelumnya--diikuti oleh Nigeria dan Indonesia.
Kurangnya Pengangkutan Sampah Merugikan Kesehatan, Lingkungan, dan Ekonomi
Para peneliti percaya bahwa penelitian tersebut menunjukkan akses terhadap pengangkutan sampah harus dilihat sebagai kebutuhan dasar dan aspek vital sanitasi, di samping layanan air dan pembuangan limbah.
Meskipun pembakaran plastik yang tidak terkendali hanya mendapat sedikit perhatian di masa lalu, perhitungan baru menunjukkan bahwa hal itu setidaknya menjadi masalah yang sama besarnya dengan sampah yang dibuang ke lingkungan, bahkan setelah ketidakpastian dalam model tersebut dipertimbangkan.
Costas Velis, akademisi di bidang Sistem Efisiensi Sumber Daya dari Sekolah Teknik Sipil di Univerisity of Leeds, memimpin penelitian tersebut. Ia berkata, "Kita perlu mulai lebih fokus pada penanganan pembakaran terbuka dan sampah yang tidak diangkut sebelum lebih banyak nyawa terdampak oleh polusi plastik. Hal ini tidak bisa 'tidak terlihat, tidak terpikirkan'."
Baca Juga: Startup Asal Lombok Ubah Sampah Plastik Jadi Eco Block dan Eco Grease
Josh Cottom, penulis utama studi yang juga peneliti di bidang polusi plastik di Leeds, mengatakan, "Sampah yang tidak diangkut adalah sumber polusi plastik terbesar, dengan sedikitnya 1,2 miliar orang yang hidup tanpa layanan pengangkutan sampah terpaksa 'mengelola sendiri' sampah, sering kali dengan membuangnya di darat, di sungai, atau membakarnya di api terbuka."