Tempat Selancar di Indonesia Jadi Andalan guna Melawan Perubahan iklim

By Utomo Priyambodo, Rabu, 2 Oktober 2024 | 18:00 WIB
Peselancar Dede Suryana berselancar bersama sampah di dekat pesisir Jawa. Menurut studi baru, tempat-tempat selancar di Indonesia bisa menjadi andalan dalam perang melawan perubahan iklim. (NATIONAL GEOGRAPHIC/ZAK NOYLE/A-FRAME)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru menemukan bahwa tempat-tempat selancar di dunia, termasuk di Indonesia, bisa menjadi andalan dalam perang melawan perubahan iklim. Studi pertama telah menemukan bahwa hutan, mangrove, dan rawa-rawa di sekitar tempat selancar menyimpan hampir 90 Mt (juta metrik ton) "karbon yang tidak dapat dipulihkan" yang menstabilkan iklim.

Fakta ini menjadikan lokasi-lokasi pesisir tersebut dapat menjadi sekutu iklim yang penting dan tempat yang ideal untuk upaya konservasi, menurut studi tersebut yang makalahnya telah terbit di jurnal Conservation Science and Practice pada Agustus 2024.

Menurut studi ini, hanya lima negara yang menyumbang hampir setengah dari karbon yang tersimpan: tempat selancar di AS adalah yang paling kaya karbon, diikuti oleh Australia, Indonesia, Brasil, dan Panama. Dengan demikian, area sekitar tempat-tempat selancar ini disarankan menjadi area prioritas untuk menjadi wilayah konservasi.

Dalam penelitian ini, para peneliti—termasuk para ilmuwan dari Conservation International—menganalisis lebih dari 4.800 tempat selancar populer di 113 negara dan menemukan bahwa area di sekitarnya (dalam jarak 1 kilometer dari ombak) menyimpan lebih dari 88 Mt karbon yang tidak dapat dipulihkan. Banyaknya karbon ini kira-kira setara dengan emisi tahunan dari 77 juta mobil bertenaga gas.

Ketika area di sekitarnya diperluas hingga 3 kilometer, jumlah karbon yang tersimpan dalam ekosistem meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 191,7 Mt.

Karbon yang tidak dapat dipulihkan mengacu pada lahan kaya karbon yang harus dilindungi manusia untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Para ilmuwan Conservation International menciptakan istilah tersebut pada tahun 2020 dan, pada tahun 2021, memetakan semua karbon yang tidak dapat dipulihkan di seluruh dunia.

Penelitian tambahan juga menemukan area karbon yang tidak dapat dipulihkan tumpang tindih dengan tempat-tempat yang mengandung konsentrasi keanekaragaman hayati yang tinggi.

Tumpang tindih ini terbukti berlaku untuk tempat berselancar, dengan hampir seperempat (17,2 Mt) dari total 88,3 Mt karbon yang tidak dapat dipulihkan ditemukan di dalam Kawasan Keanekaragaman Hayati Utama. Ini merupakan kawasan yang berkontribusi secara signifikan terhadap kekayaan spesies dan kesehatan planet secara keseluruhan.

Namun, hanya 3% dari 17,2 Mt ini—yang mewakili kawasan dengan jumlah karbon dan keanekaragaman hayati yang tinggi – yang dilindungi secara resmi. Secara keseluruhan, kurang dari sepertiga dari semua tempat selancar di seluruh dunia dilindungi.

Memperluas perlindungan ekosistem selancar dapat membantu mencegah karbon yang menyebabkan pemanasan iklim memasuki atmosfer dan berperan dalam menghentikan dan membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati—dua tantangan lingkungan terbesar di dunia.

Misalnya, Kawasan Lindung Selancar (Surf Protected Areas)—yang telah dirintis oleh Conservation International dan Save The Waves Coalition, mitra dalam studi tersebut—berupaya untuk menetapkan perlindungan hukum bagi tempat selancar dan kawasan di sekitarnya dari ancaman seperti pariwisata dan pembangunan yang tidak bertanggung jawab, penebangan hutan dan mangrove, penambangan karang dan pasir, penangkapan ikan yang merusak, dan polusi plastik.

Baca Juga: Nelayan Jual Perahu: Lautan Tak Lagi 'Kolam Susu' Akibat Tambang Pasir Laut