Tempat Selancar di Indonesia Jadi Andalan guna Melawan Perubahan iklim

By Utomo Priyambodo, Rabu, 2 Oktober 2024 | 18:00 WIB
Peselancar Dede Suryana berselancar bersama sampah di dekat pesisir Jawa. Menurut studi baru, tempat-tempat selancar di Indonesia bisa menjadi andalan dalam perang melawan perubahan iklim. (NATIONAL GEOGRAPHIC/ZAK NOYLE/A-FRAME)

“Penelitian ini menunjukkan peran besar perlindungan tempat selancar dan daerah pesisir di sekitarnya dalam perjuangan global kita untuk membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati dan memerangi perubahan iklim,” kata Scott Atkinson, seorang peselancar sekaligus direktur senior konservasi selancar di Conservation International yang menjadi salah satu penulis studi tersebut.

“Studi kami menunjukkan di mana, tepatnya, kita sekarang harus fokus pada perlindungan hukum terhadap daerah-daerah ini. Para peselancar di seluruh dunia adalah sekutu yang fantastis untuk upaya seperti ini – mereka mencintai lautan, tahu bahwa lautan terancam dan sangat termotivasi untuk melindunginya. Mereka telah ikut serta, bisa dikatakan, membantu memimpin pembentukan semua Kawasan Lindung Selancar yang telah kami buat bersama,” jelas Atkinson seperti dikutip dari keterangan tertulis Conversation International.

Hingga saat ini, Conservation International telah bekerja sama dengan para mitra untuk membangun 30 Kawasan Lindung Selancar di Indonesia, Kosta Rika, dan Peru. Kawasan Lindung Selancar ini berpusat pada tempat selancar yang berfungsi sebagai jangkar dan motivator kuat untuk secara hukum melindungi ekosistem di sekitarnya yang lebih besar termasuk hutan pesisir, mangrove, pantai, lamun, terumbu karang, dan ombak itu sendiri.

Peselancar membelah gulungan ombak nan tinggi di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. (Thinkstockphotos)

Lebih dari separuhnya (23 Kawasan Lindung Selancar) telah dibuat di Indonesia, yang digunakan dalam makalah ini sebagai studi kasus dalam menciptakan jaringan perlindungan berbasis masyarakat yang efektif. Secara kolektif, 23 lokasi tersebut membentuk Jaringan Kawasan Lindung Selancar pertama di Indonesia yang mencakup lebih dari 60.000 hektare, yang dapat diperluas ke ratusan lokasi selancar kelas dunia di seluruh negara yang sangat kaya keanekaragaman hayati dan kaya karbon.

Atkinson juga menyoroti dampak positif dari Kawasan Lindung Selancar berbasis masyarakat di Pulau Morotai di Indonesia, yang menjadi fokus studi kasus makalah ini. “Mereka melindungi ekosistem laut dan pesisir yang berharga dan memperkuat ikatan masyarakat dan warisan budaya. Penduduk lokal di Morotai telah berselancar di papan kayu buatan tangan setidaknya sejak Perang Dunia II dan memiliki budaya selancar yang kuat," ujar Atkinson.

"Selain itu, mata pencaharian lokal yang terkait dengan selancar dan konservasi mulai berkembang, dengan pariwisata ramah lingkungan dan praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan menjadi norma. Keterlibatan masyarakat dalam upaya konservasi telah menumbuhkan rasa bangga dan kepemilikan, yang menunjukkan kekuatan inisiatif akar rumput dalam mencapai manfaat lingkungan dan sosial yang berkelanjutan.”

Jacob Bukoski, asisten profesor di Fakultas Kehutanan Oregon State University dan penulis utama studi tersebut, mengatakan, “Hasil penelitian kami menunjukkan peluang yang signifikan bagi konservasi selancar untuk memperkuat perlindungan stok karbon yang kritis terhadap iklim, termasuk yang ditemukan di ekosistem karbon biru seperti hutan mangrove dan lamun. Perluasan konservasi ekosistem selancar – baik komponen laut maupun daratnya – dapat memberikan berbagai manfaat selain konservasi keanekaragaman hayati dan mitigasi iklim.”

Laporan studi tersebut disusun oleh tim ilmuwan dari Conservation International dan program Surf Conversation-nya, Oregon State University, Save The Waves Coalition, dan California State University Channel Islands.