Siapa yang Membangun Permukiman Misterius Teniky di Madagaskar?

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 5 Oktober 2024 | 18:48 WIB
Relung batu berukir dan dinding batu situs arkeologi Teniky yang misterius di Madagaskar membuat bingung ilmuwan sejak lama. (Guido Schreurs et al)

Nationalgeographic.co.id—Relung batu berukir dan dinding batu situs arkeologi Teniky di Madagaskar ini begitu misterius. Para ilmuwan dibuat takjub sejak lama.

Sebuah teori awal menyatakan bahwa pelaut Portugis yang terdampar adalah arsitek aslinya pada tahun 1500-an. Namun, sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang buangan Zoroaster dari Persia membangun situs ini berabad-abad sebelumnya. Mereka mungkin berharap untuk menciptakan surga terpencil di pulau yang hampir mistis ini.

Teniky kini terbengkalai di tengah lanskap hutan tropis, lereng bukit berbatu, dan pegunungan yang menjulang tinggi di barat daya Madagaskar. Permukiman ini berjarak lebih dari 160 kilometer dari pantai terdekat.

Lusinan relung yang diukir di tebingnya tampak seperti ruangan kecil yang ditinggikan, selebar dan sedalam beberapa meter. Pintu-pintu masuknya dikelilingi oleh ceruk melingkar, mungkin agar bisa ditutup dengan pintu kayu atau batu.

Relung-relung itu sama sekali tidak seperti apa pun yang ditemukan di Madagaskar atau di Afrika Timur. Namun, relung-relung itu sangat mirip dengan relung-relung makam di situs arkeologi Zoroaster di Iran.

“Kami secara tentatif menafsirkan relung-relung di Teniky sebagai bekas pekuburan, tempat mayat-mayat dipajang atau tempat tulang-tulang kering disimpan,” kata ahli geologi Guido. Ia yang memimpin penelitian yang dipublikasikan di Azania: Archaeological Research in Africa.

Reruntuhan terpencil

Foto-foto satelit menunjukkan situs arkeologi terpencil itu, yang juga disebut Tenika, jauh lebih besar dari yang diduga. Ekspedisi terbaru menemukan lebih banyak relung berukir, lokasi ritual, dan teras batu yang tersembunyi di lanskap sekitarnya.

Schreurs pertama kali tertarik pada Teniky pada tahun 1994. Saat itu ia mengerjakan proyek geologi di Taman Nasional Isalo, yang sekarang meliputi wilayah tersebut.

Ia melihat foto-foto Teniky di sebuah pameran di Jenewa pada tahun 2010. Ia pun mulai memilah-milah literatur ilmiah di situs tersebut, sambil mencari citra satelit di Google Earth.

Schreurs kemudian menghubungi para arkeolog dari Madagaskar yang pernah bekerja dengannya sebelumnya. Akhirnya mengatur ekspedisi pertamanya ke situs tersebut pada tahun 2020. Schreurs telah melakukan perjalanan ke Teniky sebanyak empat kali.

Baca Juga: Kenangan National Geographic Indonesia bersama Pindi Setiawan, Legenda Peneliti Gambar Cadas Nusantara

Asal-usul yang tidak diketahui

Bahkan sebelum mengunjungi situs tersebut, Schreurs sudah “skeptis” tentang penjelasan yang biasanya diberikan untuk arsitektur batu Teniky. Dipercaya jika bangunan itu dibangun pada abad ke-16 oleh pelaut Portugis yang karam. Para pelaut tersebut sedang melintasi pulau itu dengan harapan menemukan pelabuhan.

Namun, ceruk-ceruk Teniky sangat mirip dengan ceruk-ceruk batu berukir di situs permakaman Zoroaster di wilayah Fars, Persia (Iran). Situs di Iran itu disebut astodans dalam bahasa Pahlavi yang kini telah punah.

Penganut Zoroaster yang mendiami Fars percaya bahwa menguburkan orang mati akan menajiskan bumi. Oleh karena itu, mereka sering kali membiarkan orang mati hingga tinggal tulang-belulang dan kemudian menguburkan jenazahnya di ceruk-ceruk batu.

Waktunya juga cocok. Penanggalan radiokarbon dari arang yang ditemukan di Teniky menunjukkan bahwa permukiman tersebut berasal dari antara abad ke-10 dan ke-12. “Jauh sebelum Portugis tiba di daerah tersebut pada akhir abad ke-15,” tulis Tom Metcalfe di laman National Geographic.

Zoroastrianisme merupakan agama resmi Kekaisaran Persia selama lebih dari 1.000 tahun sebelum penaklukan Arab pada abad ketujuh. Masih dipraktikkan hingga saat ini, terutama di India dan Iran, agama tersebut menekankan kekuatan yang berlawanan di alam semesta. Agama ini menganggap api sebagai simbol kesucian.

Namun, penjajah Arab di Persia membawa agama baru Islam, yang menyebar dengan cepat. Sekelompok penganut Zoroaster yang bersemangat meninggalkan tempat itu pada abad ke-10 atau ke-11 untuk mendirikan koloni pulau mereka.

Argumen yang ‘masuk akal’

Arkeolog Universitas Santa Clara, Nathan Anderson, meneliti permukiman awal lainnya di Madagaskar. Ia awalnya meragukan adanya hubungan antara penganut Zoroaster dan situs Teniky. Namun ia berubah pikiran. “Ketika Anda benar-benar melihat datanya, ketika Anda melihat arsitekturnya, sulit untuk menemukan penjelasan lain yang masuk akal,” katanya.

Tidak ada tulang

Namun ada satu masalah dengan teori Zoroaster, yaitu tidak ada ceruk batu yang berisi sisa-sisa manusia. Penulis menyarankan ini mungkin karena orang-orang kemudian mengumpulkan dan menggunakan tulang-tulang kuno untuk “sihir hitam.”

Ceruk-ceruk Teniky sangat mirip dengan ceruk-ceruk batu berukir di situs permakaman Zoroaster di wilayah Fars, Persia (Iran). (Guido Schreurs et al)

Struktur yang paling menonjol di situs tersebut adalah Grande Grotte (Gua Besar), yang juga dikenal sebagai Grotte des Portugais (Gua Portugis). Gua itu merupakan tempat perlindungan batu besar yang menjorok di dalam cirque, atau amfiteater, dari tebing yang terbuka.

Gua tersebut sebagian tertutup oleh dinding yang dibangun rapi yang terbuat dari balok batu pasir. Lusinan ceruk diukir di permukaan batu di dekatnya. Pilar batu berukir besar serta bangku ditemukan di Petit Grotte (Gua Kecil) sekitar 150 meter di tenggara.

Permukiman kuno?

Schreurs dan rekan-rekannya menemukan sisa-sisa dinding batu yang menutupi area di sekitar gua. Mereka juga menemukan lebih banyak ceruk dan lokasi ritual di lanskap sekitarnya di area seluas lebih dari 914 meter persegi.

Para peneliti juga menemukan indikasi ratusan teras batu di dekat Sungai Sahanafo. Sungai itu mengalir sekitar 1,6 kilometer di sebelah barat gua. Schreurs berpendapat beberapa di antaranya dulunya adalah rumah orang-orang yang menguburkan orang mati di ceruk-ceruk di Teniky.

Tanah di wilayah itu keras, jadi pertanian tidak mungkin dilakukan, katanya.

Namun, sumber daya lain mungkin dapat menopang kehidupan penduduk. Sungai itu penuh dengan belut, sementara babi hutan dan lemur banyak terdapat di hutan dan dataran di dekatnya. Schreurs berpendapat bahwa beberapa ratus orang mungkin pernah tinggal di dekat Teniky pada masa kejayaannya.

Schreurs dan peneliti lain berharap dapat menjelajahi beberapa misteri yang masih ada di situs tersebut. Mereka belum tahu mengapa ada orang yang menetap di situs terpencil seperti itu. Atau mengapa mereka meninggalkannya. Namun, satu kemungkinan adalah bahwa Teniky diserang.

“Apakah itu tempat perlindungan?” tanya Schreurs.

Beberapa bagian tembok dibangun di tempat yang seharusnya tidak memerlukan tembok.

“Hal ini menunjukkan bahwa tembok batu kering ini mungkin memiliki karakter protektif dan defensif. Namun terhadap siapa?” ​​katanya.