Peran Anjing di Tiongkok Kuno: dari Sahabat Manusia hingga Makanan

By Sysilia Tanhati, Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB
Dalam budaya Tiongkok kuno, anjing memainkan sejumlah peran penting. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah dunia, anjing dianggap sebagai salah satu hewan paling awal yang dijinakkan oleh manusia. Dalam masyarakat saat ini, anjing dianggap oleh banyak orang sebagai 'sahabat terbaik manusia'. Pandangan ini juga dianut oleh banyak masyarakat kuno, termasuk Tiongkok kuno.

Dalam budaya Tiongkok kuno, anjing memainkan sejumlah peran penting. “Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, tetapi juga dalam mitologi Tiongkok,” tulis Wu Mingren di laman Ancient Origins.

Anjing dalam zodiak Tiongkok

Anjing dihormati oleh masyarakat Tiongkok selama ribuan tahun sebagai salah satu dari 12 hewan dalam zodiak (shio) Tiongkok. Orang yang lahir di bawah shio ini dikatakan memiliki sifat-sifat karakter tertentu. Seperti kesetiaan, dapat dipercaya, dan baik hati. Semua kualitas tersebut sering dikaitkan dengan anjing.

Penghormatan terhadap anjing mungkin lebih terasa dalam mitologi kelompok etnis Tiongkok. Misalnya, kelompok etnis Yao dan She menyembah seekor anjing bernama Panhu sebagai leluhur mereka.

Menurut salah satu mitos etnis Yao dan She, Panhu adalah anjing milik Kaisar Ku yang legendaris. Suatu waktu, ketika kaisar mendapat masalah selama invasi, Panhu membunuh jenderal musuh dan membawa kepalanya kembali. Sebagai hadiah, Panhu diberi putri kaisar sebagai istrinya.

Anjing itu membawa sang putri ke pegunungan di Tiongkok selatan, di mana mereka memiliki banyak anak. Dengan demikian, kelompok etnis Yao dan She memiliki pantangan terhadap makan daging anjing.

Anjing sebagai sumber makanan dan kurban

Meskipun topik ini kontroversial, daging anjing telah dianggap oleh sebagian orang Tiongkok sebagai makanan lezat. Hal ini diungkapkan dalam dokumentasi tertulis Tiongkok awal. Tidak hanya berfungsi sebagai teman berburu dan penjaga, anjing digunakan dalam ritual dan pengurbanan. Anjing bahkan menjadi sumber makanan.

Misalnya, telah ditunjukkan bahwa selama Dinasti Shang, pengurbanan anjing menandai selesainya pembangunan setiap istana, makam, atau bangunan kerajaan. Selain itu, anjing pernah dibunuh dan dikubur di depan rumah, atau di depan gerbang kota. Tujuannya adalah untuk menangkal kejahatan atau nasib buruk. Namun, seiring berjalannya waktu, karena praktik pengurbanan anjing menjadi kurang populer, anjing jerami digunakan sebagai gantinya.

Sebagai sumber makanan, anjing disajikan pada jamuan makan seremonial dan bahkan dimakan oleh raja. Banyak yang percaya bahwa konsumsi ikan yang digoreng dengan lemak anjing dikatakan dapat membantu mengurangi panas selama musim panas. Selain itu, telah diklaim bahwa kaisar memakan daging anjing selama musim gugur, karena diyakini dapat mengurangi kelelahan.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Sejak Kapan Anjing Dianggap sebagai Sahabat Manusia?

Anjing tidak selalu menjadi sahabat terbaik manusia dalam budaya Tiongkok kuno

Anjing dihormati dan merupakan hewan yang berguna dalam budaya Tiongkok kuno. Namun hewan ini juga memiliki beberapa konotasi negatif.

Menurut mitos yang menjelaskan terjadinya gerhana, ada makhluk yang dikenal sebagai Tiangou (secara harfiah berarti 'Anjing Surgawi'). Tiangou terkadang merasa lapar dan melahap bulan atau matahari. Musuh bebuyutan Tiangou adalah Zhang Xian, dewa kelahiran Tiongkok yang menembakkan anak panah ke Tiangou untuk mengusirnya.

Selain itu, ada sejumlah pepatah Tiongkok yang menggambarkan anjing secara negatif. Misalnya, pepatah 'gading tidak akan dari mulut anjing'. Pepatah ini berarti seseorang tidak boleh mengharapkan orang jahat mengucapkan sesuatu yang baik.

Pepatah lain berbunyi, “anjing yang menggigit Lu Dongbin (salah satu dari delapan dewa), tidak mengenal hati orang baik.” Pepatah ini sering digunakan untuk menggambarkan mereka yang membalas kebaikan orang lain dengan kejahatan.

Tiangou, Anjing Surgawi, terkadang merasa lapar dan melahap bulan atau matahari. (Public Domain)

Sebagai kesimpulan, anjing dipandang positif dan negatif dalam budaya Tiongkok kuno dan mereka memiliki banyak peran. Sebagai hewan yang dipuja oleh orang Tiongkok, anjing memiliki tempat di antara 12 shio. Namun, anjing juga digambarkan secara negatif, terutama dalam beberapa pepatah Tiongkok.

Dalam kehidupan sehari-hari, anjing Tiongkok memainkan peran yang sama dengan anjing-anjing di bagian lain dari peran kuno tersebut. “Yaitu sebagai teman berburu dan penjaga,” tambah Mingren. Meskipun demikian, anjing di Tiongkok juga digunakan dalam ritual dan pengurbanan. Hewan ini bahkan dikonsumsi sebagai makanan oleh tuannya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok dikecam karena perlakuannya yang buruk terhadap anjing. Misalnya, dalam Festival Daging Anjing Yulin, sebuah perayaan tahunan di Yulin, Guangxi. Diperkirakan 10.000 – 15.000 anjing dijebak, dikurung dalam kandang kecil, disembelih, lalu dimakan.

Kelompok-kelompok kesejahteraan hewan baik di Tiongkok maupun di luar negeri, berkampanye melawan perayaan itu. Mereka berharap bisa mengakhiri perayaan kejam di mana anjing menghadapi perlakuan yang paling kasar dan brutal.