Kala Istana Buitenzorg yang Agung Diterjang Gempa Bumi Pada 1834

By Galih Pranata, Kamis, 31 Oktober 2024 | 09:00 WIB
Litograf Paleis Buitenzorg yang mengalami kerusakan parah pada saat gempa bumi menerjang pada 11 Oktober 1834. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Paleis Buitenzorg atau Istana Bogor kini telah menyimpan perjalanan panjang. Suatu bangunan megah di Kota Bogor yang mengintepretasi keagungan sejarah hegemoni kolonial.

Paleis Buitenzorg menjadi tempat dan singgasana dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada permulaannya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, Baron van Imhoff berupaya untuk menemukan lokasi yang jauh dari sengat panas Batavia.

Gubernur Jenderal Van Imhoff dengan keyakinan penuh memilih lokasi yang dianggapnya strategis seiring dengan tibanya Belanda pertama kali, saat membuka daerah perkebunan di Buitenzorg (Bogor) dan sekitarnya.

Tibalah ia di sebuah desa bernama Kampong Baroe yang dipandang jauh dari sengatan panas dan penyakit-penyakit yang mewabah di Batavia. Di sinilah, van Imhoff memerintahkan untuk dibangun istana yang megah nun nyaman.

Proyeksi pembangunannya dimulai pada 10 Agustus 1744, namun pembangunannya tidak selesai pada akhir masa jabatannya pada tahun 1750, dan dengan demikian dilanjutkan oleh penggantinya Jacob Mossel.

Jacob Mossel menyempurnakan pembangunannya dan dibuatnya bertingkat setelah beberapa bagian rusak saat penyerbuan Banten. Paleis Buitenzorg nun indah dikelilingi taman yang luas, kolam dengan air jernih dan berkeliaran rusa di dalamnya yang menyejukkan mata.

Namun, musibah besar terjadi menerjang Batavia dan Buitenzorg pada tahun 1834. Bencana gempa bumi yang dahsyat mengguncangkan bumi, membuat tanah-tanah di Buitenzord berguncang tak keruan.

Diperkirakan pada tahun 1834, gempa bumi besar yang menerjang Buitenzorg dipicu oleh letusan gunung berapi Gunung Salak, merusak istana lama Buitenzorg dengan parah.

Gempa tersebut terjadi pada pagi hari tanggal 11 Oktober 1834. Menurut sejarawan, gempa ini ditetapkan pada skala VIII (Parah) hingga IX (Hebat) Skala intensitas Mercalli, yang paling parah menerjang Batavia dan sekitarnya, termasuk Buitenzorg.

Gempa itu didahului oleh serangkaian gempa ringan pada malam hari 10 Oktober 1834, sebelum gempa utama yang terbesar datang. Gempa ini diduga terjadi akibat dari pergeseran Sesar Baribis.

Getaran hebatnya diakibatkan karena kedalaman sumber gempa sangat dangkal 12 km yang berpusat di 11 km dari Kota Buitenzorg. Getaran gempa dirasakan begitu kuat, di seluruh Priangan, Banten, hingga Batavia.

ObeliskBaca Juga: Riwayat Obelisk Termegah di Permakaman Kebun Raya Bogor

Sebuah gempa berkekuatan 7,0 Magnitudo dengan Skala IX yang terbilang hebat selama 51 detik mengguncang dengan ngeri pada pukul 06.30 WIB. Paleis Bogor yang megah bertingkat itu terguncang hebat.

Beberapa bagian dari tubuh bangunan mengalami kerusakan cukup parah, membuat orang-orang berhamburan lari keluar menyelamatkan diri. Penduduk sekitar pun pada berlarian dengan histeris.

Beruntung, Jean Chrétien Baron Baud, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menjabat kala gempa terjadi, selamat dari bencana mengerikan itu.

Banyak gudang dan pabrik juga terkena dampak parah. Sebuah stasiun pos di kota terkubur tanah longsor, menewaskan lima orang dan sepuluh ekor kuda. Banyak rumah dan bangunan batu yang rusak. Gudang pedesaan dan sejumlah townhouse juga rusak.

Litograf Gunung Salak yang menawan karya Raden Saleh. Letusannya pada 1834 telah berkontribusi pada gempa besar yang menghancurkan Paleis Buitenzorg. (Wikimedia Commons)

Akibat kerusakan yang cukup parah itu, Jean Chrétien Baud memerintahkannya untuk dibongkar. Deni Sutrisna menyebut bahwa istana kemudian dibangun kembali dengan gaya arsitektur Eropa abad ke-19 yang baru.

Deni menulisnya kepada Jurnal Panalungktik dalam artikelnya berjudul Kebun Raya Bogor Dan Fasilitasnya, Sejarah dan Fungsi di Masa Lalu dan Kini, yang diterbitkan pada tahun 2020.

Perbaikan mendorong paleis ke arah kemajuan dengan pengunaan tiang-tiang polos (doria) dan atap depan berbentuk segitiga (tympanum).

Sebagian tamannya menjadi Netherlands Plantentuin te Buitenzorg yang menarik perhatian bagi para ilmuwan peneliti karena menjadi tempat koleksi tumbuhan yang berasal dari lokal maupun dari berbagai negara.

"Pada tahun 1850, Paleis Buitenzorg dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan pertimbangan berada dalam kawasan rawan gempa," terusnya.

Setelah kebangkitan dan sejumlah perbaikannya, terhitung pada tahun 1870 Paleis Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Taman juga difasilitasi dengan sarana jalan, salah satu jalan dipenuhi pohon kenari yang setiap saat dilewati gubernur dengan menggunakan kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda.

Dalam perjalanannya itu gubernur mendapat pengawalan dari beberapa tentara istana. Berdekatan dengan istana terdapat barak besar yang digunakan sebagai tempat istirahat pasukan Eropa yang bekerja bagi pemerintah Hindia Belanda (Indisch Leger).

Sampai saat ini, setelah gempa besar yang menghancurkan, Paleis Buitenzorg berangsur berkembang dan semakin nyaman. Seiring dengan bergeraknya zaman, kini namanya menjadi Istana Bogor sebagai singgasana para pemimpin Republik ini.