"Penelitian ini menunjukkan bagaimana analisis genetik dapat secara signifikan menambah cerita yang dibangun dari data arkeologi," kata David Caramelli, rekan penulis dan antropologi di University of Florence, Italia, dikutip dari Science Daily.
Penelitian ini memberikan gagasan baru tentang gender dan jenis kelamin penduduk Pompeii. Selama ini, penafsiran secara fisik mengidentikkan jenazah yang menggunakan perhiasan gelang emas sebagai wanita.
Salah satu contoh kasusnya, ketika ada jenazah orang dewasa dan seorang anak di dalam pelukan, sering ditafsirkan sebagai ibu dan anak. Nyatanya, dari hasil analisis, sosok dewasa tersebut adalah laki-laki dengan anak yang ternyata tidak punya ikatan biologis.
"Data ilmiah yang kami berikan tidak selalu sejalan dengan asumsi umum," kata David Reich, penulis koresponden penelitian dari Harvard University. Salah satu contoh lainnya, "sepasang individu yang dianggap sebagai saudara perempuan, atau ibu dan anak perempuan, ditemukan memiliki setidaknya satu pria genetik. Temuan ini menantang asumsi gender dan keluarga tradisional."
Penafsiran yang berbeda ini diperkirakan berkaitan dengan upaya konservasi jenazah, para peneliti. Pompeii ditemukan pertama kali oleh para pekerja yang hendak menggali untuk pembangunan Istana Musim Panas Raja Napoli Charles dari Bourbon (berkuasa 1735–1759) pada 1748.
Temuan ini kemudian menarik para pegiat sejarah kuno pada masa-masa berikutnya, termasuk ketika Napoli dikuasai Prancis pada masa Perang Napoleon. Plester yang membantu pengawetan dari jenazah yang membusuk diberikan pada 1870an.
Proses plester ini yang diduga oleh para peneliti menyebabkan perubahan postur dan lokasi penempatan. Akibatnya, penelitian setelah proses pemasangan plester itu membuat narasi-narasi tentang jenazah yang kita pahami sebelumnya.
"Penggunaan gabungan data genetik dan metode bioarkeologi lainnya memberi kita kesempatan untuk lebih memahami kehidupan dan kebiasaan para korban letusan Vesuvius," imbuh Caramelli.