Selama 300 tahun hidupnya, organisme besar ini telah menyaksikan perubahan yang mencolok di lautan. Mulai dari pemanasan global, penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, pembangunan perkotaan dan pertanian, serta pengasaman laut. Ketika mereka mengunjungi terumbu karang di dekatnya, tim ekspedisi melihat bahwa banyak karang telah mati. Namun tidak jelas seberapa tangguh koloni yang baru ditemukan ini dalam menghadapi ancaman global ini.
Karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungannya. “Karang seperti beruang kutub bagi daerah tropis,” kata Findlay.
Karena semakin banyak karbon dioksida yang diproduksi dan diserap oleh lautan, maka keseimbangan pH air akan berubah. Hal tersebut dapat membuat karang stres. “Krisis iklim kita membuat lautan menjadi lebih hangat dan lebih asam. Asam dan air hangat bisa menggerogoti karang di seluruh dunia, termasuk karang raksasa,” kata Sala.
Karang menggunakan kalsium karbonat dari air untuk membuat kerangkanya. Jadi, karena air menjadi lebih asam, semakin sulit bagi organisme ini untuk tumbuh kuat dan sehat.
“Sama seperti pada manusia: jika tidak memiliki cukup kalsium atau karbonat, Anda akan mengalami osteoporosis. Maka tulang Anda mulai rusak dan bisa menjadi rapuh,” kata Findlay. Hal yang sama dapat terjadi pada karang jika mereka tidak memiliki kondisi yang tepat.
Harapan untuk karang raksasa
77 persen area terumbu karang mengalami suhu yang cukup tinggi hingga menyebabkan pemutihan antara tahun 2023 dan 2024. Karang besar ini ditemukan dalam kondisi cukup baik. Penemuan tersebut memberi harapan bahwa karang dapat cukup tangguh untuk bertahan hidup dari krisis iklim.
“Anda memiliki pilar kehidupan yang masih ada di sana,” kata Timmers. “Penemuan tersebut memberi Anda rasa kagum, harapan. Hanya melihat seberapa besarnya—karang raksasa—dan kelangsungan hidupnya di area yang tidak begitu sehat.”
Timmers percaya lokasi karang mungkin menjadi kunci kesehatannya yang baik. Karang besar tersebut ditemukan di perairan yang lebih dalam dan lebih dingin serta dilindungi oleh lereng dan paparan. Menurut Timmer, lokasi tersebut benar-benar tempat yang ideal bagi karang.
Masyarakat berharap penemuan ini dapat membantu upaya mereka untuk memberikan perlindungan resmi pada perairan mereka. Di Kepulauan Solomon, perairan bersifat adat. Artinya perairan tersebut dimiliki oleh masyarakat setempat. Mereka telah melindungi perairan ini secara tidak resmi selama sekitar 14 tahun dan mendapatkan perlindungan di tingkat provinsi. Namun masyarakat juga mengharapkan dukungan nasional.
Bagi Sala, penemuan mega karang ini memperkuat rasa urgensi untuk melindungi dan memulihkan tempat-tempat liar di dunia.
Pemanasan global lebih dari 1,5 °C dapat menjadi bencana bagi terumbu karang. Menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan melindungi 30 persen lautan sangatlah penting. Saat ini, hanya 8,4 persen lautan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah.
Kerusakan lingkungan terjadi di seluruh planet. Timmers merasa seperti karang sedang berteriak: “Kami masih di sini. Jangan lupakan kami.”