Temuan mereka, ekosistem terumbu karang di keempat pulau itu telah terkontaminasi oleh sampah yang berasal dari aktifitas manusia. "Sampah plastik adalah jenis sampah yang banyak ditemukan di ketiga pulau dan telah mencemari ekosistem terumbu karang," demikian laporan Assuyuti.
"Mengurangi jumlah dan dampak sampah di ekosistem terumbu karang diperlukan kesadaran dari masyarakat lokal dan turis untuk tidak membuang sampah terutama plastik ke laut," demikian himbauan moral dalam penelitian itu.
Sampah yang menumpuk menghalangi sinar matahari mencapai ganggang mikroskopis (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan karang. Proses fotosintesis yang terhambat ini dapat menyebabkan pemutihan karang dan kematian.
Pemutihan karang, baik yang disebabkan oleh faktor alam seperti peningkatan suhu laut maupun aktivitas manusia, adalah ancaman serius bagi keberlangsungan terumbu karang.
Ketika karang mengalami stres, mereka akan mengeluarkan zooxanthellae yang memberikan warna khas dan nutrisi bagi karang. Tanpa zooxanthellae, karang akan kehilangan warna dan menjadi rentan terhadap penyakit.
Sebagai seorang ilmuwan sekaligus ahli oseanografi di National Geographic, Sylvia Earle menyampaikan kekhawatirannya mengenai kehidupan biota laut. Ia berharap bahwa manusia senantiasa berkontribusi menjaga lautan. "Tatanan lautan adalah napas kehidupan. Jika kita merusaknya, kita tengah menghancurkan diri kita sendiri," ujarnya dengan penuh makna.
Pernyataan ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kelestarian terumbu karang. Sebagai sumber daya alam yang sangat berharga, terumbu karang perlu dilindungi dan dijaga keberadaannya.