Kisah Tiberius, Kaisar Romawi yang Enggan Mengisi Takhta Kekaisaran

By Sysilia Tanhati, Jumat, 20 Desember 2024 | 10:00 WIB
Tiberius tidak pernah dipersiapkan untuk menjadi penerus Kaisar Romawi. Namun takdir berkata lain. Ia pun dengan enggan mengisi takhta kekaisaran. (Angelo Minghetti)

Nationalgeographic.co.id—Tidak semua Kaisar Romawi senang atau ingin menduduki takhta. Salah satunya adalah Kaisar Tiberius. Ia adalah Kaisar Romawi dari tahun 14 hingga 37 Masehi. Anak angkat Kaisar Romawi Augustus, Tiberius tidak pernah bercita-cita mengikuti jejak ayah tirinya untuk menjadi kaisar. Konon jalan itu dipilih oleh ibunya yang suka mendominasi, Livia.

Selama 23 tahun masa pemerintahan Tiberius sebagai kaisar, ia terasing dari ibunya yang suka mengatur. Tiberius hidup dalam pengasingan yang ia buat sendiri dari tugas-tugas menjalankan Kekaisaran Romawi.

Kelahiran Tiberius

Pada tahun 42 SM, Tiberius Claudius Nero dan istrinya Livia Drusilla menyambut kelahiran seorang putra, Tiberius Julius Caesar. Pernikahan mereka tidak berjalan mulus. Keluarga tersebut terpaksa tinggal sementara di pengasingan karena pandangan ayah Tiberius yang anti-Augustus.

Sejarawan Suetonius menulis dalam The Twelve Caesars, “Masa kecil dan masa mudanya dipenuhi dengan kesulitan dan penderitaan. Nero (ayahnya) dan Livia membawanya ke mana pun mereka pergi dalam pelarian mereka dari Augustus.”

Ketika Tiberius muda hampir berusia 4 tahun, orang tuanya bercerai (Nero meninggal 6 tahun kemudian). Sang ibu pun mulai mencari suami dan ayah lain untuk putranya. Siapa calon suami yang tepat untuknya? Livia pun mengalihkan pandangan ke musuh mantan suaminya, Kaisar Augustus.

Ibu Tiberius menikah dengan Kaisar Augustus

Pada tahun 39 SM, Livia mendapatkan keinginannya ketika dia dan Augustus menikah. Pernikahan tersebut memberikan kesempatan bagi Tiberius untuk menjadi pewaris takhta Kekaisaran Romawi. Namun pada saat pernikahan, Tiberius bukanlah anak kesayangan Augustus. Tiberius bahkan bukan keturunan sang kaisar.

Lalu siapa yang akan mengisi takhta kekaisaran ketika Augustus meninggal? Augustus telah mempersiapkan kedua cucunya, Gaius Caesar dan Lucius Caesar, untuk menggantikannya. Keduanya adalah keturunan dari putrinya yang bermasalah, Julia.

Kemudian, untuk memastikan kemungkinan kenaikan takhta kekaisaran, Tiberius terpaksa menceraikan (atas perintah Augustus) istrinya yang tercinta dan sedang hamil. Ia adalah Vispania Agrippa (putri Laksamana Marcus Agrippa). Kemudian pada tahun 12 SM, Tiberius menikahi Julia yang baru saja menjadi janda.

Tiberius membenci istri barunya, tetapi untungnya baginya, reputasi Julia memaksa Augustus untuk mengasingkannya. Meski Tiberius telah memohon kepada Augustus atas namanya, tetapi tidak berhasil.

Baca Juga: Kisah Tiberius Jadi Kaisar Romawi Kuno Hingga Skandal Terlarang

Tiberius naik peringkat dalam urutan takhta Kekaisaran Romawi

Julia meninggal karena kelaparan pada tahun 14 M. Meskipun Tiberius tidak berduka atas kematian Julia, ia tampak kurang bersemangat ketika kedua anak Julia meninggal. Gaius meninggal dalam pertempuran dan Lucius karena sakit.

Kematian itu menempatkan Tiberius (yang saat itu adalah putra angkat Augustus) di urutan berikutnya. Meski demikian, ia tidak pernah menunjukkan kegembiraan apa pun tentang menjadi kaisar. “Kegembiraan itu hanya dirasakan oleh Livia,” tulis Donald L. Wasson di laman World History Encyclopedia.

Pengaruh Livia terhadap takhta Kekaisaran Romawi

Perlu dicatat bahwa Tiberius berusia empat puluhan ketika ia akhirnya diadopsi, sebuah praktik yang tidak jarang terjadi di Romawi.

Ibu Tiberius memiliki rencana yang lebih mulia untuk putranya. Sejarawan Cassius Dio menulis:

“… pada masa Augustus, Livia memiliki pengaruh yang paling besar. Dan ia selalu menyatakan bahwa dialah yang telah mengangkat Tiberius menjadi kaisar. Akibatnya, ia tidak puas memerintah dengan kedudukan yang setara dengannya, tetapi ingin mengambil alih kekuasaannya.”

Pengaruhnya yang mengendalikan tidak akan bertahan lama. Tiberius dengan berat hati menjadi kaisar. Para sejarawan berdebat apakah Livia terlibat dalam kematian Augustus atau tidak. Setelah Tiberius menjadi kaisar, Livia disingkirkan sepenuhnya dari urusan publik. Ia bahkan dilarang mengadakan perjamuan untuk mengenang Augustus.

Tiberius menahan diri untuk tidak melakukan kontak dengan sang ibu untuk seterusnya. Livia meninggal pada tahun 29 M pada usia 86 tahun

Konon Tiberius tidak mengunjungi ibunya selama ia sakit dan ia sendiri tidak membaringkan jenazahnya. Tiberius bahkan tidak membuat pengaturan apa pun untuk menghormatinya kecuali pemakaman umum dan patung-patung serta beberapa hal lain yang tidak penting.

Kaisar yang unggul di luar area politik

Fakta bahwa Tiberius tidak pernah ingin menjadi kaisar sudah jelas. Ia selalu unggul di luar arena politik. Ia adalah seorang jenderal yang sangat baik, bertugas dengan penuh keistimewaan di Jerman dan memegang jabatan gubernur Galia.

Akan tetapi, pada tahun 6 SM ia tiba-tiba mengasingkan diri di Pulau Rhodes (mungkin untuk melarikan diri dari Julia). Tiberius tidak kembali ke Roma hingga tahun 2 M, ia harus meminta izin dari Augustus untuk kembali.

Bahkan, Tiberius sering disebut sebagai “orang buangan”. Pada tahun 14 M Augustus meninggal, yang memungkinkan Tiberius menjadi kaisar baru Kekaisaran Romawi. Seperti banyak orang yang menggantikannya, beberapa tahun pertamanya sebagai kaisar berjalan dengan baik. Ia menghindari banyak kemegahan yang muncul setelah ia naik takhta dan menghormati otoritas Senat.

Cassius Dio menulis, “Tiberius adalah seorang bangsawan yang berpendidikan baik tapi memiliki sifat yang sangat aneh. Ia tidak pernah menunjukkan apa yang diinginkannya dalam percakapannya.”

Dianggap kikir oleh sebagian orang dan rendah hati oleh sebagian lainnya, ia memulai tetapi tidak menyelesaikan banyak proyek. Sebagian besar proyek pekerjaan umumnya diselesaikan kemudian oleh Caligula.

Dalam benaknya, pengangkatannya ke takhta kekaisaran terancam oleh orang lain: Germanicus Julius Caesar Claudianus. Germanicus adalah putra angkat Tiberius (atas permintaan Augustus) dan pilihan sejati banyak jenderal. Namun, Germanicus membungkam para penentang Tiberius yang blak-blakan itu dan menyuarakan dukungannya terhadap kaisar baru itu.

Germanicus meninggal tiba-tiba setelah sakit sebentar pada tahun 18 M. Istrinya, Agrippina, kembali ke Roma. Agrippina percaya bahwa Tiberius memerintahkan Gnaeus Piso, mantan gubernur Suriah, untuk membunuh Germanicus. Jenderal muda itu bertanggung jawab atas penggulingan Piso sebagai gubernur. Piso dipanggil ke Roma untuk menjawab tuduhan terhadapnya; namun, meskipun telah memohon kepada kaisar, ia terpaksa bunuh diri.

Agrippina percaya bahwa putra-putranya — Nero Caesar, Drusus Caesar, dan Gaius Julius Caesar (Caligula) — harus dianggap sebagai pewaris takhta berikutnya. Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Hanya Caligula yang akan bertahan hidup dan menjadi kaisar. Drusus mati kelaparan dan Nero dibunuh. Agrippina sendiri diasingkan dan akhirnya juga mati kelaparan. Caligula dan saudara perempuannya, yang dianggap terlalu muda dan tidak mengancam, tinggal bersama Tiberius di Capri.

Perubahan kepribadian Tiberius

Kematian Germanicus membawa perubahan pada kepribadian Tiberius. Menurut Cassius Dio, ia menjadi semakin kejam terhadap mereka yang dihormati karena berkomplot melawannya. Ia tidak kenal ampun, budak-budak disiksa untuk membuat mereka bersaksi melawan tuannya sendiri.

Tiberius sering berpura-pura mengasihani jiwa-jiwa malang yang telah dihukumnya. Sementara itu, ia menyimpan dendam terhadap mereka yang telah diampuninya.

Suetonius setuju dengan perubahan sikap ini. “Tiberius melakukan banyak perbuatan jahat lainnya dengan dalih mereformasi moral publik, tetapi sebenarnya untuk memuaskan hawa nafsunya melihat orang-orang menderita,” kata Suetonius.

Beratnya menjalankan kekaisaran, dikombinasikan dengan campur tangan Livia, terlalu berat bagi Tiberius. Karena itu, ia pun pindah ke Pulau Capri pada tahun 26 M. Tiberius menyerahkan rutinitas harian kepada penasihatnya dan kepala Pengawal Praetorian, Lucius Aelius Sejanus.

 Seiring berjalannya waktu, Tiberius mulai semakin bergantung pada nasihat Sejanus. Dianggap kejam dan ambisius, Sejanus bahkan mulai menganggap dirinya sebagai kaisar sejati.

Namun Sejanus melakukan kesalahan fatal. Putra Tiberius dari Vispania (Julius Caesar Drusus) menikah dengan seorang wanita bernama Livillia. Sejanus yang melihat Drusus sebagai saingan, mulai berselingkuh dengan istrinya. Akhirnya, hal ini menyebabkan kematian Drusus pada tahun 23 M karena diracun.

Atas desakan Livillia, Sejanus menceraikan istrinya dan meninggalkan anak-anaknya. Pasangan itu memohon kepada Tiberius pada tahun 25 M untuk izin menikah, tetapi Tiberius menolak permintaan tersebut. Pada saat ini Sejanus telah membangun Garda Praetorian menjadi pasukan yang cukup besar, yaitu 12.000 orang. Selanjutnya, ia memulai serangkaian pengadilan pengkhianatan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya perlawanan. Banyak orang Romawi yang hidup dalam ketakutan.

Pada tahun 31 Masehi, tanpa izin, pasangan itu mengumumkan pertunangan mereka. Ibu Livilla, Antonia Minor, menulis surat kepada Kaisar Tiberius. Ia memberitahunya tentang niat mereka untuk membunuh Tiberius dan Caligula muda.

Tiberius bergegas ke Roma dan menghadap Senat. Sejanus dibujuk untuk datang ke Senat dengan alasan palsu dan dipaksa untuk menjawab tuduhan tersebut. Tanpa banyak perdebatan, ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Sejanus dicekik dan dicabik-cabik oleh massa yang berkumpul, sementara jasadnya diserahkan kepada anjing-anjing. Putra-putranya dan para pengikutnya juga dieksekusi. Sedangkan Livilla dibiarkan mati kelaparan di bawah pengawasan ketat ibunya sendiri.

Pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya, Tiberius menjadi semakin paranoid. Ia memberlakukan semakin banyak pengadilan atas pengkhianatan. Ia menjadi lebih penyendiri. Pada tahun 37 Masehi, Tiberius meninggal pada usia 77 tahun di Capri. Ada dugaan bahwa ia meninggal di tangan prefek Pengawal Praetorian, Naevius Sutorius Macro, dengan bantuan penerus Tiberius, Caligula.

Setelah mendengar kematiannya, orang-orang, menurut Suetonius, berteriak, “Ke Tiber bersama Tiberius!”

Cassius Dio berkata, “Demikianlah Tiberius, yang memiliki banyak sekali kebajikan dan banyak sekali kejahatan, meninggal dengan cara ini pada hari ke-26 bulan Maret.”

Tiberius yang enggan menjadi kaisar

Yang kita tahu adalah bahwa Tiberius tidak pernah ditakdirkan menjadi kaisar. Ia tidak memiliki hubungan darah dengan Julius Caesar. Dan ayahnya memilih pihak yang salah. Ia hanya menemukan dirinya berada dalam orbit kekuasaan Kekaisaran Romawi karena Augustus sangat menyukai ibunya.

Tiberius dibesarkan di rumah tangga Kekaisaran Romawi. Ia dilatih untuk menjadi salah satu jenderal dan negarawan terpenting di Romawi. Namun, ia tidak dipersiapkan untuk menjadi kaisar. Sepanjang masa pemerintahan Augustus, pilihan kaisar lama tersebut memperjelas bahwa Tiberius awalnya seharusnya berada di “pinggir lapangan”.

Tiberius pun menjadi pengasuh bagi pemuda dengan garis keturunan yang lebih baik dan kemudian menjadi pilihan terakhir. Bahkan ketika Tiberius akhirnya diangkat sebagai pewaris, ia harus mengorbankan putranya sendiri demi anggota keluarga Julio-Claudian yang lebih disukai.

Tidak sulit untuk membayangkan perlakuan ini membuat Tiberius haus kekuasaan dan bersedia melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Tapi tampaknya hal itu justru berdampak sebaliknya. Ia tahu bahwa ia tidak ditakdirkan menjadi kaisar dan tampak pasrah dengan nasibnya. Ia menerima tantangan itu ketika tantangan itu diberikan kepadanya, tetapi ia tidak pernah menikmatinya.