Menyelamatkan Semarang melalui Urban Farming di Kampung Nglarang

By Utomo Priyambodo, Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB
Seorang warga Kampung Nglarang membawa bibit pohon yang akan ditanam di kampungnya demi menyelamatkan wilayah Semarang dari ancaman lingkungan dan ketahanan pangan. (Andika Mahatama)

Nationalgeographic.co.id—Salah satu isu lingkungan di Kota Semarang adalah banyak lahan konservasi di Semarang bagian atas—termasuk di Gunungpati—sudah beralih fungsi menjadi area perumahan. Pemerintah Kecamatan Gunungpati berusaha menyeimbangkan isu tersebut dengan menggalakkan penanaman lebih banyak pohon di wilayah tersebut.

Al Frida Very Sanavel, selaku Plt Camat Gunungpati, mengatakan bahwa berdasarkan peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, "kawasan Gunungpati ini dipergunakan sebagai kawasan konservasi dan pendidikan."

PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk bersama National Geographic Indonesia menggelar rangkaian kegiatan pertanian urban di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Acara bertajuk "Urban Farming: Talkshow Edukasi & Pembagian Bibit Tanaman di Kampung Nglarang" itu berlangsung pada Jumat, 20 Desember 2024.

Pertanian urban atau urban farming adalah kegiatan bercocok tanam atau beternak di perkotaan atau area padat penduduk. Dalam arti luas, urban farming mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di perkotaan.

Dalam kegiatan kali ini, setidaknya ada 500 bibit tanaman produktif yang dibagikan untuk warga Kampung Nglarang. Bibit pohon tersebut kemudian ditanam di area-area kebun dan lahan kosong warga. Jenis bibit pohon yang dibagikan antara lain adalah bibit durian, rambutan, jeruk baby, alpukat, kelengkeng, dan salam.

Oleh karena itu, Frida mengucapkan terima kasih atas bibit-bibit pohon yang menjadi dukungan atas pelaksanaan peraturan daerah tersebut. “Pembagian 500 bibit tanaman ini merupakan momen yang tepat karena di Desember ini kita telah memasuki musim hujan," ucapnya. "Jadi mungkin nanti bibit ini bisa tumbuh baik tanpa perlu sering kita sirami karena sudah disirami hujan."

Warga Kampung Ngalarang, Kecamatan Gunungpati, Semarang, mendapat pemberian 500 bibit tanaman produktif dari PGN. (Andika Mahatama)

Frida berharap semoga bibit-bibit yang ditanam ini "bisa tumbuh semua dan tidak mati." Dia pun menambahkan bahwa pembagian dan penanaman bibit ini, selain menjaga kelestarian tanah dan air, juga merupakan salah satu solusi dalam menjaga ketahanan pangan.

"Isu pangan ini merupakan isu yang sangat penting dalam suatu negara. Karena pangan adalah kebutuhan yang sangat penting bagi suatu negara," tegas Frida. "Bisa dibayangkan apabila saat perang tidak ada makanan, pasukan bisa anarkis."

Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah 3 Provinsi Jawa Tengah, Puji Harini, mengatakan praktik urban farming punya peran dalam memitigasi perubahan iklim dan menjaga ketersediaan air tanah. Penanaman tanaman-tanaman buah di wilayah padat penduduk ini, menurutnya, bisa berdampak ke bumi sekaligus bisa berdampak untuk ekonomi. "Minimal bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan di keluarga," ujar Rini, sapaan Harini.

Lebih lanjut, Rini menjelaskan bahwa ada dua pendekatan dalam melakukan konservasi tanah dan air. Masing-masing adalah pendekatan vegetatif dan pendekatan sipil teknis.

Baca Juga: PGN Tanam 5.000 Mangrove di Semarang: Awal Komitmen untuk Dampak Lingkungan dan Ekonomi yang Lebih Besar

Pendekatan vegetatif ini antara lain mencakup penanaman pohon. Praktik urban farming dan pembagian bibit tanaman ini adalah contoh upaya baik dalam pendekatan vegetatif tersebut.

Kota Semarang hari ini sedang menghadapi ancaman penurunan muka tanah, kenaikan air laut, abrasi pesisir, dan banjir. Menurut Rini, praktik urban farming di Kampung Nglarang, Gunungpati, yang lokasinya lebih tinggi daripada area pusat kota, bisa turut membantu dalam mitigasi ancaman lingkungan tersebut.

"Gunungpati masuk wilayah konservasi," ujar Rini. Artinya, seiring dengan laju pembangunan yang meningkat, penggunaan lahan di wilayah ini harus tetap dikendalikan.

"Kalau semua nanti tertutupi dengan semen, airnya lari ke mana? Ke pusat kota Semarang, jadi banjir," jelas Rini. "Kemudian air tidak terserap ke dalam tanah. Ketika musim kemarau, kita jadi kesulitan air. Apalagi Kota Semarang kan banyak bergantung dengan hulunya, daerah di atasnya."

Jadi, menurut Rini, dalam melestarikan lingkungan Kota Semarang, kita harus memperhatikan setiap bagian wilayahnya. Mulai dari bagian hulu, tengah, hingga hilir.

Penanaman bibit tanaman produktif di lahan kosong Kampung Nglarang, Kecamatan Gunungpati, Semarang. (Andika Mahatama)

Penyuluh Kehutanan Mahir Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Mohamad Djudi, juga turut menegaskan bahwa urban farming penting untuk meningkatkan penyerapan air dalam tanah. "Tanaman buah itu," ujarnya, "buahnya untuk ketahanan pangan, sedangkan akarnya di dalam tanah untuk ketahanan air."

Division Head CSR PGN, Krisdyan Widagdo Adhi, berharap penanaman bibit pohon buah ini bisa bermanfaat. "Kalau dari sisi lingkungan, pasti penanaman pohon ini mengurangi polusi. Kemudian juga menjaga debit air," ucap Dodo, sapaan Widagdo.

Selain itu, ia juga berharap pohon-pohon buah ini kelak bisa meningkatkan perekonomian warga. "Kalau panen durian, kan menambah penghasilan warga," ujarnya mencontohkan.

Editor in Chief National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim, lebih lanjut berharap kegiatan urban farming di Kampung Nglarang bisa dijadikan sebagai "sebuah branding". "Misalkan kampung ini di-branding jadi kampung wisata bibit atau kampung edukasi urban farming," kata Didi.

Harapannya, dengan branding tersebut, Kampung Nglarang bisa memancing daya tarik pengunjung untuk melakukan kegiatan ekowisata dan eduwisata. Dan harapan akhirnya, kegiatan urban farming yang dilakukan di Kampung Nglarang ini bisa diikuti oleh banyak orang.