Nationalgeographic.co.id—Pedang melengkung bermata dua yang panjangnya sekitar 100 cm, shotel terkenal digunakan oleh prajurit Ethiopia selama berabad-abad.
Melengkung, dengan bilah bermata dua, shotel adalah salah satu pedang paling mengesankan dalam sejarah dunia. Populer di kerajaan kuno Dʿmt — Eritrea masa kini dan Ethiopia utara — muncul sejak tahun 980 SM. “Senjata ini digunakan oleh para prajurit selama berabad-abad,” tulis Amber Morgan di laman All That’s Interesting.
Di bawah Amda Seyon I, yang menaklukkan Ethiopia pada abad ke-14, pedang menjadi ciri khas pasukan militer elite. Pasukan itu dikenal sebagai Axurarat Shottai. Pedang yang menakutkan ini sulit dihalangi, dapat menembus perisai, dan sering kali diarahkan langsung ke kepala musuh.
Namun seiring dengan berubahnya wilayah, peran shotel pun ikut berubah. Penggunaan pedang menurun seiring kedatangan bangsa Eropa di Ethiopia mulai akhir abad ke-15. Semakin dianggap tidak praktis, pedang malah menjadi semacam simbol status.
Sudah berabad-abad sejak senjata ini terakhir kali digunakan dalam pertempuran. Meski begitu, shotel tetap menjadi salah satu senjata paling ikonik yang digunakan di Afrika.
Pisau melengkung bermata dua dari Afrika
Shotel pertama kali muncul pada masa peradaban Dʿmt yang misterius. Peradaban ini berlangsung sekitar tahun 980 SM sampai 400 SM. Meskipun suku Dʿmt menemui akhir yang tidak diketahui pada abad kelima SM, shotel tetap bertahan.
Panjangnya sekitar 100 cm, pedang shotel melengkung dan bermata dua. Pedang ini biasanya memiliki gagang kecil dan sederhana yang terbuat dari tanduk badak atau kayu. Tidak seperti pedang lainnya, shotel tidak diberi banyak hiasan. Shotel kadang kala diukir atau dihias dengan ukiran halus namun sebagian besarnya dibuat sangat sederhana.
Para prajurit menyimpan shotel dalam sarung panjang dan biasanya diletakkan di sisi kanan tubuh. Sarung shotel pun mengesankan, karena hampir 30 cm lebih panjang dari pedang itu sendiri.
Pedang ini memerlukan pengguna dengan kontrol pergelangan tangan yang kuat untuk mengendalikan bilah pedang yang berat. Meski berat, shotel merupakan senjata yang efektif dan mematikan. Menurut Oriental Arms, senjata ini biasanya digunakan dengan gerakan menyapu dan mengait. Gerakan itu bertujuan untuk melubangi ginjal atau paru-paru musuh hingga mati.
Jadi siapa sebenarnya yang menggunakan pedang menakutkan ini?
Pada masa peradaban Dʿmt, shotel digunakan oleh prajurit Kavaleri dan infanteri. Dibutuhkan pelatihan untuk menggunakan pedang berat tersebut secara efektif. Mereka yang berlatih menggunakan pedang dikenal sebagai meshenitai.
Penggunaan shotel yang terdokumentasi dengan baik terjadi pada abad ke-14, pada masa pemerintahan Amda Seyon I. Penguasa Ethiopia antara tahun 1314 dan 1344, Amda Seyon juga merupakan penakluk yang menakutkan.
Shotel memainkan peranan penting. Meskipun orang Ethiopia menggunakan berbagai jenis pedang, shotel digunakan oleh prajurit tangguh yang dikenal sebagai shotelai. Di bawah pimpinan Amda Seyon, mereka diorganisasi menjadi Axurarat Shottai. “Axurarat Shottai adalah salah satu pasukan tempur terkuat milik raja dan penggerak penaklukannya,” tambah Amber.
Namun, shotel itu juga memiliki kekurangan. Gagang pedang itu kecil dan bilahnya berat, sehingga sulit untuk digunakan. Terlebih lagi, mengeluarkan pedang dari sarungnya seringkali sulit dan canggung.
Memang, penggunaan pisau bermata dua mulai berkurang. Terutama setelah orang Eropa mencapai Etiopia pada akhir abad ke-15.
Shotel perlahan memudar karena meningkatnya kontak dengan Eropa
Orang Etiopia telah melakukan kontak dengan orang Eropa sebelumnya. Namun pelayaran “serius” dari Eropa ke Afrika mulai tahun 1490-an. Bangsa Eropa tidak terlalu terkesan dengan shotel itu. Seorang Eropa yang menemukan senjata tersebut bahkan mencibir bahwa senjata tersebut sangat tidak praktis. Menurut mereka, pedang seperti itu tidak pernah menjadi milik ras pendekar perang. Tak lama kemudian, penggunaannya mulai menurun.
Namun shotel tetap menjadi benda penting dalam budaya Ethiopia. Di luar peperangan, shotel juga populer sebagai perkakas rumah tangga. Shotel sering digambarkan di dalam rumah atau digunakan untuk memotong makanan. Seorang pengunjung Eropa di Etiopia dan Eritrea pada pertengahan abad ke-18 menggambarkan shotel sebagai pisau ukir. Hal ini mencerminkan semakin meningkatnya penggunaan domestik dan komersial.
Selain itu, beberapa sejarawan berpendapat bahwa shotel bukan merupakan senjata perang, tetapi lebih merupakan simbol status. Ukuran dan ornamen pada pedang tersebut menandakan pemakainya sebagai orang yang penting, kuat, dan cakap. Daya tariknya pun meningkat di kalangan calon kekasih.
Di jantung Ethiopia, shotel perlahan digantikan dengan pedang baru seperti “gurade,” pedang tempur Ethiopia. Pedang ini diperkenalkan pada abad ke-19 dan bergaya pedang Eropa dengan bilah bermata tunggal. Beberapa pedang gurade bahkan memiliki bilah buatan Eropa dan motif beruang. Juga desain lain yang sangat dipengaruhi oleh pedang Eropa.
Pada akhir abad ke-19, shotel tidak lagi menjadi senjata praktis, melainkan lebih merupakan peninggalan masa lalu. Saat ini, sebagian besar dipajang di museum. Shotel menggambarkan era penakluk dan pejuang, pendekar pedang elite, dan bilah pedang bermata dua yang sangat tajam dan mematikan.