Nationalgeographic.co.id—Pada musim hujan 1891, Eugene Dubois menemukan fosil tulang tengkorak atas (calotte), tulang paha (femur), dan dua gigi geraham di Trinil, dekat Sungai Bengawan Solo, Jawa Timur. Temuan ini merupakan salah satu momen paling penting dalam sejarah paleontologi manusia.
Tulang tengkoraknya terlihat jauh lebih primitif dibandingkan fosil manusia purba lainnya yang pernah ditemukan sebelumnya. Pada awalnya, Dubois menganggap fosil ini lebih dekat hubungannya dengan simpanse. Namun, kemudian ia memasukkannya ke dalam garis keturunan manusia.
Studi berjudul "Structure and composition of the Trinil femora: Functional and taxonomic implications" yang terbit di Journal of Human Evolution pada 2015, menyebutkan bahwa pandangan Dubois itu awalnya diragukan oleh sejumlah ilmuwan, tetapi akhirnya diterima secara luas.
"Femora" adalah bentuk jamak dari femur, yang merujuk pada tulang paha. Tulang femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia, yang posisinya di antara panggul dan lutut. Peran femur begitu penting dalam menopang berat tubuh, sekaligus memungkinkan tubuh untuk melakukan gerakan—berjalan, berlari, atau melompat.
Tim studi ini berasal dari beragam institusi, yakni Christopher B. Ruff, Laurent Puymerail, Roberto Macchiarelli, Justin Sipla, dan Russell L. Ciochon. "Sebaliknya, tulang paha fosil tersebut sangat mirip dengan manusia modern," ungkap Ruff sebagai penulis utama.
Para peneliti tersebut juga menyebutkan bahwa tulang paha ini juga memiliki ciri unik berupa eksostosis besar pada bagian batang proksimalnya, yang hingga kini telah diinterpretasikan dengan berbagai cara.
"Dubois segera mengenali kemiripannya dengan manusia modern, terutama dari panjang tulangnya yang relatif ramping, menunjukkan tungkai bawah yang panjang dibandingkan berat tubuh," tulis Ruff. "Ia juga mencatat sudut bikondilaris dan fitur-fitur lain yang mirip manusia."
Berdasarkan pengamatannya, Dubois kemudian mengungkapkan temuannya: "Dari pemeriksaan tulang paha ini, dapat disimpulkan dengan pasti bahwa Anthropopithecus Jawa berdiri dan berjalan dalam posisi tegak yang sama seperti manusia."
Dengan dasar ini, Dubois memberikan nama spesies erectus untuk fosil calotte dan femur tersebut, lalu memindahkannya ke Pithecanthropus erectus. Lima puluh tahun kemudian, spesies ini dimasukkan ke dalam kelompok Homo erectus.
Namun, sejak awal, muncul keraguan tentang hubungan antara calotte dan tulang paha yang ditemukan. Dubois sendiri tidak menggali fosil itu secara langsung dan tidak hadir di lokasi ketika fosil calotte dan femur ditemukan, yang berjarak sembilan bulan satu sama lain.
Ia tidak menyertakan diagram stratigrafi atau peta lokasi dalam publikasi awalnya. Informasi tersebut baru ia sampaikan dalam presentasi selanjutnya.