Ketika Pagebluk Pes yang Mematikan Menerjang Jawa 1910-1916

By Galih Pranata, Selasa, 14 Januari 2025 | 14:00 WIB
Pemerintah kolonial Belanda telah berupaya untuk merenovasi rumah-rumah tradisional Jawa di Malang yang diduga berpotensi besar dalam persebaran pes di Jawa 1910-1916. (Neville Keasberry)

Mengutip dalam surat kabar Pewarta Soerabaja edisi 2 April 1911, Martina menjelaskan jika pada awalnya tidak ada yang mengira penyakit pes akan muncul dan memakan korban di Hindia Belanda.

Penderita yang terpapar lalu meninggal kala itu, hanya dikira menderita tifus atau malaria yang disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening atau bisul. 

Namun, orang-orang mulai curiga setelah para penderita kemudian tewas dalam kurun 48 jam setelah ditemukan adanya bisul atau kelenjar pada ketiak, leher, atau persendian lain penderitanya.

Kecurigaan bahwa penyakit yang beredar di masyarakat adalah jenis penyakit baru disampaikan oleh Dokter Wydenes Spaans, kepala dinas kesehatan Surabaya, kepada Geneeskundige Laboratorium (laboratorium kedokteran) di Weltevreden, Batavia.

Para dokter yang bekerja di Malang menemukan pertama kali wabah baru ini dari sampel darah milik Raden Adjeng Moerko, istri seorang guru Pribumi di sisi wilayah Distrik Penanggoengan, Malang pada Maret 1911.

Berdasarkan temuan itu dan penelitian awal yang dilakukan oleh Dokter De Vogel, maka pada 5 April 1911 pemerintah melalui Direktur Burgerlijk Geneeskundig Dienst (Dinas Kesehatan Sipil) Dokter De Haan mengumumkan bahwa Afdeeling Malang ditetapkan sebagai wilayah yang terinfeksi pes.

Pemerintah HIndia Belanda memberikan imbalan kepada warga untuk pemberantasan pes. Tikus yang tertangkap kemudian dibakar. Kebanyakan tikus-tikus sawah, padahal tikus rumah adalah pembawa kutu yang terinfeksi bakteri Yersenia pestis. (Neville Keasberry)

Dalam hemat Maurits Meerwijk, rumah-rumah tradisional Jawa juga turut berkontribusi dalam persebaran wabah pes secara masif. 

Menurut Meerwijk dalam bukunya, rangka bambu berongga dan atap jerami yang ada pada rumah-rumah Jawa menyediakan tempat persembunyian bagi tikus, yang berpotensi menularkan wabah pes pada manusia.

Maka setelahnya, "pemerintah kolonial Belanda secara berangsur-angsur mulai merenovasi atau membangun kembali sekitar 1,6 juta rumah," imbuh Meerwijk.

Tanggapan dari pemerintah kolonial Belanda tersebut sangat efektif sebagai propaganda untuk mengubah struktur rumah tradisional Jawa, sehingga pembangunan terus berlanjut bahkan ketika vaksinasi sudah tersedia.

Selama menguarnya sampar di sepanjang tahun 1913 dan 1914, diketahui sekitar 15.000 orang sedikitnya tewas di tangan wabah ini. Pemerintah Hindia Belanda membentuk Layanan Wabah Khusus pada tahun 1915 untuk menanggulangi penyebaran wabah pes di Jawa.

Dinas Khusus Wabah ini merupakan satuan tugas gabungan yang menggabungkan Dinas Kesehatan Sipil, pemerintah daerah, dan Dinas Teknis. Bersinergi dalam mengentaskan Jawa dari wabah yang mematikan pertama kali sepanjang sejarah Jawa.