Nationalgeographic.grid.id—Yersinia pestis atau wabah pes mengamuk di Jawa sampai tahun 1915. Lebih dari 15.000 jiwa di seluruh pelosok Jawa meregang nyawa akibat wabah mematikan ini.
Jika banyak sipil hingga Eropa yang terpapar, bagaimana pes kala menerjang istana para raja? Salah satu historinya pernah ditemukan di kawasan Praja Mangkunegaran.
Pes diketahui pertama kali masuk ke lingkungan praja Mangkunegaran pada tahun 1913. Meski di luar praja wabah pes mengamuk begitu ngerinya, di tahun itu tak ada korban jiwa dari dalam praja.
Beruntungnya, tidak wabah ini tidak pernah benar-benar masuk ke istana dan hanya menguar di lingkungan sipil saja. Pemerintah Mangkunegaran pun tak begitu mengkhawatirkannya.
Namun, "pada tahun 1915 wabah pes muncul kembali dengan jumlah kasus sebanyak 1.386 kasus," tulis Maulidiya Fidiyani dalam jurnal Avatara berjudul Pemberantasan Wabah Penyakit Pes di Lingkungan Penduduk Praja Mangkunegaran Tahun 1915-1929, terbitan 2013.
Maulidiya menulis dalam jurnalnya jika banyaknya kasus paparan pes yang terjadi di Praja Mangkunegaran merupakan akibat dari pola hidup masyarakat Mangkunegaran yang kurang higienis.
Pola perkampungan penduduk yang tidak teratur dan masih banyaknya bangunan rumah yang terbuat dari bahan-bahan sekadarnya.
Banyak atap rumah warga yang terbuat dari alang-alang kering atau jerami yang sudah dikeringkan, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, pagar rumahnya tidak teratur, hanya ditancapkan beberapa pohon jati.
Untuk penerangan di malam hari, masyarakat di praja kebanyakan hanya menggunakan lampu templek. Hanya terdapat beberapa rumah saja yang terbuat dari batu bata dan beratap genteng, yaitu rumah para bangsawan Mangkunegaran.
Kembali pada teori Maurits Bastiaan Meerwijk dalam bukunya A History of Plague in Java, 1911-1942 terbitan tahun 2022, bahwa rumah tradisional Jawa seperti yang terdapat dalam praja, telah berkontribusi besar dalam penyebaran pes yang dibawa tikus.
"Tempat yang disukai oleh hewan sejenis tikus adalah tempat yang tidak begitu terang, kotor, dan cukup hangat untuk berkembang biak," sambung Maulidiya.
Baca Juga: Pagebluk Pes Mematikan Menginfeksi Jalur Sutra Antara 1346-1352
Pada saat itulah ketika tikus-tikus yang telah terinfeksi pinjal mati, maka pinjalnya tersebut tidak ikut mati melainkan akan pindah ke tikus lainnya, begitu seterusnya hingga pinjal tersebut menular ke tubuh manusia.
Pinjal merupakan sejenis kutu tikus yang menyukai tempat hangat dan gelap yang juga dapat menularkan wabah penyakit.
Pada permulaan terjangkitnya, seseorang akan mengalami demam, sakit kepala, dan bengkak atau bisul pada kelenjar getah bening yang menyakitkan, biasanya terdapat di ketiak, selangkangan atau belakang telinga.
Menurut Martina, "jenis ini dapat mematikan manusia dalam hitungan dua-tiga hari saja." jenis penyakit pes yang mewabah di Hindia Belanda adalah bubonic plague atau pes kelenjar (bisul).
Faktor cuaca akan sangat menentukan terjadinya epidemi penyakit yang mematikan ini. Perubahan musim merupakan faktor penentu kekebalan bakteri pes dan tipe penyakit yang ada pada manusia.
Pada awal tahun 1916 Pemerintah Mangkunegaran menyetujui untuk melakukan perbaikan di beberapa kota di Praja Mangkunegaran sebagai sebuah tindakan preventif.
Upaya yang dilakukan pemerintah Mangkunegaran selain memberantas penyakit pes dengan mengasingkan orang-orang yang telah terjangkit penyakit dan membongkar rumah yang menjadi tempat bersarangnya tikus-tikus.
Pemerintah Mangkunegaran dalam rapat bersama Kepala Dinas Pemberantasan Penyakit Pes juga telah memutuskan untuk segera melakukan perbaikan terhadap rumah-rumah penduduk yang dianggap tidak memenuhi kriteria rumah sehat.
Kriteria rumah yang sehat pada waktu itu adalah lantai harus kering, harus ada pintu dan jendela, berventilasi, tidak ada genangan air di sekitar rumah, di setiap sumur harus dibuatkan penghalang di pinggirnya agar tidak tercemari air kotor.
Bagi penduduk yang mampu, dianjurkan untuk menggunakan atap dari genteng juga membuat kakus di setiap rumahnya, sehingga kebersihan rumah mereka dapat terjaga.
Kemudian pada bulan Juni 1916 perbaikan tersebut dilakukan di beberapa kota, seperti Kartasura, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, Delanggu, Wedi, Sragen, Karanganyar (sampai ke desa-desa yang ada di Tasikmadu), Boyolali, dan Pengging.
Jumlah kasus yang diketahui wabah pes di wilayah Mangkunegaran pada tahun 1915, Distrik Kota Mangkunegaran tercatat mencapai 325 orang dari total 785 orang.
Pemerintah mulai berupaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap rakyatnya di Praja Mangkunegaran. Alhasil, pemerintah Mangkunegaran berhasil mendirikan sebuah Rumah Sakit Umum, yaitu Rumah Sakit Ziekenzorg.
Rumah sakit ini dibangun pada tahun 1921 yang belokasi di sebelah barat Pura Mangkunegaran. Rumah sakit ini mendapat subsidi yang cukup besar dari Pemerintah Swapraja yang setiap tahunnya menerima sebesar f. 5.000 (gulden).