Dilindungi Cangkang, Apakah Kepiting Bisa Merasakan Sakit Juga?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 29 Januari 2025 | 12:00 WIB
Kepiting dilindungi oleh cangkang yang keras. Apakah mereka bisa merasakan sakit? Ini kata peneliti.
Kepiting dilindungi oleh cangkang yang keras. Apakah mereka bisa merasakan sakit? Ini kata peneliti. (Unsplash/CC0 Public Domain)

Studi lai: kepiting merasakan sakit

Kasiouras mengatakan bahwa ia tidak terkejut menemukan reseptor nyeri pada kepiting. Penelitian sebelumnya juga telah menemukan lobster dan kepiting merespons nyeri secara perilaku. Kombinasi respons perilaku ini dengan respons sistem saraf pusat membuat hewan lebih mungkin merasakan sakit.

Salah satu cara ilmuwan mengukur apakah seekor hewan merasakan sakit adalah melalui daftar kriteria. Daftar itu mencakup apakah hewan tersebut memiliki nociceptor, daerah otak yang berhubungan dengan rasa sakit.

Juga nterkoneksi antara reseptor ini dan daerah otak, respons terhadap anestesi. Serta perilaku perlindungan diri sebagai respons terhadap cedera atau ancaman cedera.

Penelitian pada kepiting pertapa menunjukkan bahwa hewan ini menunjukkan perilaku perlindungan diri sebagai respons terhadap cedera. Kepiting pertapa akan meninggalkan cangkangnya untuk menghindari sengatan listrik.

Hal ini diungkap dalam sebuah studi yang bertajuk “Trade-offs between predator avoidance and electric shock avoidance in hermit crabs demonstrate a non-reflexive response to noxious stimuli consistent with prediction of pain”.

Kepiting pertapa cenderung tidak melakukannya jika ada bau predator. Hal ini menunjukkan bahwa ada pertukaran sadar antara menghindari rasa sakit dan menghindari predator. Hal ini memperkuat gagasan bahwa kepiting pertapa merasakan sakit (bukannya mereka melarikan diri dari cangkangnya sebagai refleks).

Studi baru pada kepiting pantai memenuhi kriteria lain, yang secara kuat menunjukkan bahwa kepiting dapat merasakan sakit.

Mengingat buktinya, para ilmuwan yang bekerja di bidang ini menyerukan larangan merebus kepiting dan lobster hidup-hidup. Mereka menyebutnya sebagai praktik yang tidak manusiawi. Larangan telah dibahas dan diajukan di Inggris. Dan larangan sudah diberlakukan di Swiss, Norwegia, dan Selandia Baru.

Ilmuwan juga meneliti apakah cumi-cumi, remis, dan kerang memenuhi kriteria untuk merasakan nyeri. Namun hasilnya beragam. Ketiganya memang memiliki nociceptor. Dan beberapa menunjukkan perilaku menghindari nyeri. Tetapi ilmuwan belum memahami otak mereka sebaik otak mamalia.

“Kita manusia menggunakan hewan untuk makanan, untuk penelitian laboratorium, dan banyak produk lainnya,” kata Kasiouras. “Jika mereka merasakan nyeri, kita perlu membuat undang-undang tentang cara memperlakukan mereka secara manusiawi. Tujuannya agar hidup mereka tidak menderita dan meminimalkan nyerinya.”