Namun, dalam kasus ini, tampaknya Saulos-lah yang paling bersalah, karena menghindari pajak 5 persen yang harus dibayarkan saat membebaskan budak.
Untuk membebaskan tiga budak bernama Abaskantos, Onesimos, dan Niko- (namanya sebagian hilang), Saulos tampaknya telah menggunakan Chaereas sebagai "orang-orangan sawah", dengan secara fiktif mengalihkan kepemilikan kepada kaki tangan ini tanpa benar-benar menyerahkan budak-budak tersebut.
Gadalias--yang digambarkan sebagai "orang yang dapat dibeli dengan harga murah"–– dipekerjakan untuk memalsukan dokumen, memanfaatkan posisinya sebagai putra seorang notaris yang korup.
"Ini adalah kasus pengadilan Romawi yang paling terdokumentasi dari Iudaea selain dari pengadilan Yesus," kata Avner Ecker, salah satu peneliti dalam studi tersebut, seperti dikutip dari IFLScience. Makalah studi tersebut telah terbit di jurnal Tyche pada Januari 2025.
Meskipun tidak ada indikasi hasil pengadilan atau nasib Saulos, Gadalias, dan rekan terdakwa mereka, para peneliti mencatat bahwa kejahatan falsum – yang berarti pemalsuan – membawa hukuman berat di zaman Romawi.
Hukuman pemalsuan berkisar "dari perampasan dan pengasingan hingga eksekusi di tambang dan hukuman mati," tulis para peneliti, menambahkan bahwa "bahkan anggota kelas honestiores yang memiliki hak istimewa secara hukum terbukti menerima hukuman berat untuk falsum."
Mengingat apa yang kita ketahui tentang mereka, adil untuk mengatakan bahwa orang Romawi tidak main-main dalam hal menghukum penjahat. Maka hukuman yang berat tentu telah menanti Saulos dan Gadalias setelah putusan pengadilan tersebut.