Paul merujuk artikel dalam jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde berjudul “Java Man and the Politics of Natural History: An Object Biography” yang terbit pada 2021. Ia menyebutkan pada halaman 297 yang tertulis, "Ketika Eugene Dubois kembali ke Belanda pada 1895, dia membawa fosil Pithecanthropus erectus bersamanya sebagai milik pribadi."
Dalam layar Zoom, Paul menampilkan hasil pindaian kontrak kesepakatan antara Eugene dan pemerintah Hindia Belanda pada 1889. Di dalam kontrak disebutkan bahwa Eugene hanya ditunjuk untuk melakukan riset, dan temuan-temuan fosil adalah milik pemerintah. Hingga kini, fosil asli yang ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil masih menjadi koleksi Naturalis Biodiversity Center Leiden di Belanda.
Ada banyak pernyataan-pernyataan sejarah yang perlu diluruskan mengenai Eugene Dubois dan temuannya di Trinil. Seperti, 50 pekerja lokal yang dipekerjakan secara paksa tidak mendapat upah, padahal pada kenyataannya tidak demikian. Namun, ada juga kebenaran atas sikap Eugene Dubois sebagaimana seorang kolonial di masa itu yakni bersikap rasis.
Paul menyimpulkan pada akhir diskusinya bahwa koleksi sejarah naturalis harus dikembalikan ke Indonesia, ke tempat di mana semuanya berasal. Temuan dan arsip-arsip penting ini menjadi krusial bagi histori peradaban manusia. “Ratusan tahun bahkan tidak cukup untuk menyingkap ini semua, karena ada begitu banyak hal di dalamnya,” tutup Paul.
Tampaknya, diskusi mengenai kelengkapan sejarah peradaban manusia masih tumpang tindih dan memerlukan waktu panjang untuk melengkapinya. Ada banyak misteri yang perlu diselesaikan, ada banyak mitos yang harus dipatahkan dengan fakta dan bukti sains. Sejatinya, misteri tentang manusia dan peradabannya akan selalu menemukan celah lain untuk diungkap.