"Data genomik juga membantu kami mengidentifikasi hotspot pesisir yang perlu diprioritaskan dalam konservasi."
Studi ini juga mengungkap bagaimana belangkas merespons perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Paparan Sunda terbukti menjadi tempat perlindungan penting bagi belangkas selama periode perubahan iklim di masa lalu.
Dengan mempelajari sejarah evolusi mereka, para peneliti menemukan bahwa wilayah ini tidak hanya mempertahankan keanekaragaman genetik, tetapi juga berfungsi sebagai jalur migrasi yang memungkinkan populasi tetap terhubung meskipun terjadi perubahan lingkungan.
Dibutuhkan Strategi Konservasi yang Disesuaikan
Studi ini menunjukkan bahwa perubahan iklim di masa depan menimbulkan tingkat risiko yang berbeda bagi ketiga spesies belangkas Asia. Meskipun semuanya rentan, kemampuan mereka untuk beradaptasi sangat tergantung pada karakteristik masing-masing.
Contohnya, belangkas padi, dengan kemampuan penyebaran yang terbatas, menghadapi ancaman kepunahan lokal yang lebih besar dibandingkan dengan belangkas besar dan belangkas tiga duri, yang lebih lincah dalam bermigrasi untuk mencari habitat baru.
Maka dari itu, setiap spesies belangkas perlu strategi konservasi disesuaikan, supaya mereka dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim. Berikut strategi konservasi yang diusulkan oleh para peneliti:
Belangkas Padi
- Melindungi dan merestorasi habitat mangrove, yang penting bagi kelangsungan hidup spesies ini serta memungkinkan migrasi ke selatan sebagai respons terhadap kenaikan suhu.
- Memprioritaskan konservasi populasi di Teluk Tonkin dan Tiongkok Selatan karena mereka menghadapi tekanan evolusi tertinggi akibat perubahan iklim.
Belangkas Besar
- Melindungi wilayah Paparan Sunda, yang berfungsi sebagai habitat perlindungan utama, terutama di sekitar Teluk Benggala, Selat Malaka, dan Vietnam Selatan.
- Mempertahankan konektivitas antara populasi dengan menjaga koridor pesisir agar mengurangi risiko fragmentasi habitat.
Belangkas Tiga Duri
- Menerapkan regulasi perikanan yang berkelanjutan dan merestorasi habitat pesisir, terutama di daerah dengan riwayat pembangunan intensif seperti Jepang, Taiwan, dan Tiongkok.
- Memfokuskan upaya konservasi pada pengurangan ancaman akibat aktivitas manusia, seperti perburuan dan hilangnya habitat, yang saat ini menjadi ancaman lebih besar dibandingkan perubahan iklim.
Langkah Para Peneliti Selanjutnya
"Studi kami memberikan dorongan penting dan data dasar yang diperlukan untuk pelestarian habitat demi kelangsungan hidup belangkas di masa depan," ujar Tang, seperti dikutip dari laman Live Science.
"Namun, sebagai catatan penting, penelitian kami hanya didasarkan pada faktor lingkungan dan tidak memperhitungkan aktivitas manusia di masa depan yang dapat langsung mengubah habitat, seperti pembangunan pesisir. Oleh karena itu, kelangsungan hidup belangkas akan sangat bergantung pada intervensi berbasis konteks lokal," ujarnya.
Ke depan, para peneliti berencana untuk mengeksplorasi lebih lanjut potensi evolusi belangkas Asia. Ini mencakup studi tentang bagaimana gen fungsional tertentu berkontribusi terhadap kemampuan adaptasi mereka terhadap lingkungan lokal dan perubahan iklim.
"Kami telah mendirikan Horseshoe Crab Global Biorepository, dengan koleksi fisiknya berada di Lee Kong Chian Natural History Museum di NUS, untuk mendukung penelitian yang sedang berlangsung maupun yang akan datang," tambah Prof Madya Rheindt.
"Dengan sumber daya ini, kami berharap dapat mendorong kolaborasi dan mendapatkan pendanaan untuk memajukan penelitian genomik belangkas. Saat ini, kami sedang bekerja sama dengan Chinese University of Hong Kong dalam penelitian genomik yang secara khusus berfokus pada belangkas tiga duri."