Alasan Ilmiah Gigitan Nyamuk Sebabkan Rasa Gatal Berbeda untuk setiap Orang

By Lastboy Tahara Sinaga, Sabtu, 15 Februari 2025 | 10:00 WIB
Beberapa orang merasa gatal tak terkendali setelah digigit nyamuk, sementara yang lain sama sekali tidak merasakannya. Mengapa demikian?
Beberapa orang merasa gatal tak terkendali setelah digigit nyamuk, sementara yang lain sama sekali tidak merasakannya. Mengapa demikian? (Jimmy Chan/Pexels)

Kulit manusia dipenuhi neuron sensorik, yaitu sel saraf yang mendeteksi perubahan di lingkungan dan mengirimkan sinyal sensasi, termasuk rasa sakit. Saat terpapar alergen seperti air liur nyamuk, neuron-neuron ini bereaksi dengan mengirimkan sinyal yang menimbulkan rasa gatal.

Respons ini bukan sekadar sensasi tidak nyaman, tetapi juga mengaktifkan sistem kekebalan tubuh kita, yang memicu peradangan, pembengkakan, dan kemerahan yang khas.

Dikutip dari Live Science, pada beberapa orang yang sering terpapar alergen, reaksi alergi ini dapat berkembang menjadi peradangan kronis, yang mengubah struktur jaringan tempat peradangan itu terjadi. Sel-sel imun yang merespons alergen dapat mengubah sensitivitas saraf, membuat mereka lebih atau kurang responsif terhadap suatu zat.

"Kita semua memiliki neuron sensorik, jadi kita semua bisa merasakan gatal—tetapi tidak semua dari kita mengalami alergi, meskipun kita dikelilingi oleh alergen yang sama," kata Caroline Sokol, penulis utama studi ini, seorang profesor alergi dan imunologi di Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital.

"Lalu, apa yang membedakan siapa yang neuron sensornya bereaksi terhadap alergen dan siapa yang tidak?"

Untuk mencari jawabannya, Sokol dan tim peneliti melakukan perobaan ilmiah. Mereka mengekspos tikus pada bahan kimia bernama papain, yang memicu rasa gatal sehingga tikus menggaruk kulitnya.

Dalam penelitian ilmiah ini, berbagai kelompok tikus kekurangan sel imun tertentu. Makalah hasil penelitian yang telah dipublikasikan pada 4 September 2024 di jurnal Nature ini mengungkapkan bahwa tikus yang tidak memiliki jenis sel T tertentu tidak merasakan gatal saat terpapar papain.

Para peneliti ingin memahami bagaimana sel-sel ini, yang disebut sel GD3, memengaruhi respons saraf sensorik. Untuk itu, mereka menumbuhkan sel GD3 di laboratorium dan merawatnya dengan bahan kimia agar mengeluarkan molekul sinyal yang disebut sitokin.

Setelah itu, mereka menyuntikkan cairan yang mengandung sitokin dari sel-sel yang ditumbuhkan tersebut ke tikus dengan sistem kekebalan tubuh yang normal.

Baca Juga: Mengapa Kulit Bekas Gigitan Nyamuk Jadi Bentol dan Terasa Gatal?

Perawatan ini tidak langsung menyebabkan rasa gatal. Namun, perawatan ini memperburuk respons garukan tikus terhadap berbagai alergen, termasuk air liur nyamuk. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dilepaskan oleh sel GD3 meningkatkan rasa gatal yang dipicu oleh saraf.

Dengan membandingkan bahan kimia yang dikeluarkan oleh sel GD3 dengan bahan kimia dari sel imun lain di lapisan tengah kulit, para peneliti menemukan bahwa hanya satu faktor yang unik untuk sel GD3: interleukin 3 (IL-3), yang dikenal dapat membantu mengatur peradangan.