Antisthenes, Filsuf Yunani Kuno yang Mendirikan Aliran Sinisme

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 15 Februari 2025 | 16:00 WIB
Antisthenes, tokoh terkemuka dalam filsafat Yunani kuno yang dikenal sebagai bapak aliran sinisme.
Antisthenes, tokoh terkemuka dalam filsafat Yunani kuno yang dikenal sebagai bapak aliran sinisme. (Lentina_x. CC BY-NC 2.0/flickr)

Menurutnya, tidak tepat mengatakan, “Emas itu berwarna pirang” melainkan yang benar adalah “Emas adalah emas”. Demikian pula, tidak benar mengatakan, “Manusia itu fana” tetapi lebih tepat, “fana adalah fana.”

Antisthenes juga menolak definisi berdasarkan karakteristik esensial. Pemikirannya ini kemudian melahirkan prinsip utama dalam aliran Sinisme, yakni hidup dengan kemandirian penuh dari kebutuhan dunia luar, membatasi keinginan seminimal mungkin, serta melatih ketahanan terhadap penderitaan dan kesulitan. Ia menganggap kenikmatan, terutama kenikmatan seksual, sebagai keburukan terbesar.

Ajaran utama Antisthenes adalah bahwa kebajikan (virtue) merupakan satu-satunya kebaikan sejati dan sudah cukup untuk mencapai kebahagiaan. Ia percaya bahwa kebajikan terletak pada akal, pengendalian diri, dan hidup selaras dengan alam.

Menurutnya, hukum, tradisi, dan kepemilikan materi hanyalah hambatan yang memperbudak manusia terhadap keinginan yang tidak perlu serta institusi yang korup.

Antisthenes kerap berkata: "Kebajikan sejati tidak membutuhkan apa pun. Begitu pula orang bijak yang bertindak dan berperilaku sesuai dengan penilaiannya sendiri tidak membutuhkan hukum. Hukum hanya diperuntukkan bagi orang banyak dan mereka yang biasa-biasa saja, bukan bagi mereka yang terpilih."

Pemikiran Antisthenes menjadi dasar bagi aliran Sinisme, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya yang paling terkenal, Diogenes dari Sinope. Diogenes mengambil ide-ide gurunya Antisthenes hingga ke titik ekstrem, hidup dalam kemiskinan total dan secara terbuka mengejek konvensi masyarakat.
Pemikiran Antisthenes menjadi dasar bagi aliran Sinisme, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya yang paling terkenal, Diogenes dari Sinope. Diogenes mengambil ide-ide gurunya Antisthenes hingga ke titik ekstrem, hidup dalam kemiskinan total dan secara terbuka mengejek konvensi masyarakat. (Public Domain)

Penolakan Antisthenes terhadap Nilai-Nilai Konvensional

Antisthenes adalah kritikus tajam terhadap nilai-nilai tradisional. Ia berpendapat bahwa kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan tidak memiliki makna sejati.

Baginya, mengejar hal-hal tersebut hanyalah belenggu yang mengikat manusia pada kehidupan yang dangkal.

Sebagai gantinya, ia menganjurkan hidup dalam kesederhanaan, di mana kebebasan sejati berasal dari kemandirian dan pembebasan diri dari ekspektasi sosial.

Dengan menolak norma-norma masyarakat, Antisthenes memperkenalkan konsep kebebasan yang melampaui batasan hukum dan adat buatan manusia. Ia berargumen bahwa seseorang dapat mencapai kebebasan sejati dengan menguasai hasratnya sendiri dan hidup berdasarkan prinsip rasional.

Menurutnya, orang bijak adalah mereka yang hidup selaras dengan alam, terbebas dari tekanan dan pengaruh eksternal.