Rasisme Ilmiah, Pseudosains Budaya Kolonialisme dan Perbudakan Eropa

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:00 WIB
Para ilmuwan pada abad ke-18 dan ke-19 berusaha mengkategorikan dan mengukur berbagai ras. Pengukuran tengkorak sangat penting dalam hierarki kelompok manusia yang kini telah dibantah. Rasisme ilmiah menjadi pembenaran bagi orang-orang Eropa untuk melakukan kolonialisme dan perbudakan.
Para ilmuwan pada abad ke-18 dan ke-19 berusaha mengkategorikan dan mengukur berbagai ras. Pengukuran tengkorak sangat penting dalam hierarki kelompok manusia yang kini telah dibantah. Rasisme ilmiah menjadi pembenaran bagi orang-orang Eropa untuk melakukan kolonialisme dan perbudakan. (From Memoirs of the National Academy of Sciences, 1885)

Nationalgeographic.co.id - Rasisme ilmiah adalah serangkaian teori palsu atau ilmu semu (pseudosains) yang digunakan untuk membenarkan dominasi kolonial Eropa dan budaya perbudakan, terutama dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20.

Para pendukung rasisme ilmiah meyakini bahwa ras adalah fakta biologis yang tetap dan tidak dapat diubah. Ras merupakan pengelompokan manusia yang dikategorikan berdasarkan ciri fisik tertentu, meskipun sebenarnya bersifat variabel dan hanya merupakan konstruksi sosial.

Mereka mengembangkan berbagai skema klasifikasi untuk membagi manusia ke dalam kelompok ras yang berbeda, lalu menyusunnya dalam hierarki dengan orang-orang keturunan Eropa di puncaknya.

Namun, penelitian antropologi dan genetika pada abad ke-20 kemudian membantah banyak klaim yang diajukan oleh rasisme ilmiah.

Kesalahan Asumsi dalam Rasisme Ilmiah

Audrey Smedley, Profesor Antropologi, Virginia Commonwealth University menulis untuk Britanicca mengenai betapa salahnya asumsi dalam rasisme ilmiah.

Menurutnya, rasisme ilmiah didasarkan pada asumsi keliru bahwa spesies manusia dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan perbedaan fisik dan perilaku yang diwariskan.

Karena anggapan ini menjadi dasar utama bidang tersebut, para pendukungnya tidak menemukan—dan memang tidak dapat menemukan—bukti yang bertentangan dengan konsep ras sebagaimana yang mereka pahami.

Akibatnya, rasisme ilmiah hanya menggambarkan berbagai ras yang definisinya bervariasi tergantung pada setiap peneliti yang hampir semuanya laki-laki dan skema klasifikasi yang mereka sukai, tanpa dapat membuktikan validitas gagasan bahwa kelompok-kelompok ini benar-benar ada sebagaimana yang mereka deskripsikan.

Selain itu, ilmuwan ras berasumsi bahwa ciri-ciri yang mereka teliti dan ukur, seperti bentuk wajah dan kapasitas tengkorak, sepenuhnya ditentukan oleh genetika tanpa mempertimbangkan pengaruh lingkungan.

Kecenderungan untuk memperlakukan perbedaan manusia sebagai sesuatu yang sepenuhnya ditentukan secara biologis tercermin dalam penggunaan metode pengukuran dalam rasisme ilmiah.

Baca Juga: Kebun Binatang Manusia Jadi Potret Kelam Rasisme dalam Sejarah Dunia