Kaji Keanekaragaman Burung di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Peneliti Temukan Ini

By Ade S, Kamis, 27 Maret 2025 | 15:03 WIB
Betet ekor panjang (Psittacula longicauda), salah satu jenis burung yang ditemukan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.
Betet ekor panjang (Psittacula longicauda), salah satu jenis burung yang ditemukan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau. (Wilson Novarino)

Nationalgeographic.co.id—Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Menurut dokumen IBSAP 2025-2045, ada 1.883 spesies burung di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 18,6% dari total spesies burung dunia.

Posisi geografis dan sejarah geologis Indonesia membagi bentang alamnya menjadi tujuh wilayah ekoregion. Terdapat juga 22 tipe ekosistem alami dengan 98 tipe vegetasi alami.

Keanekaragaman ekosistem ini menyediakan habitat dan sumber daya penting bagi burung. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) di Riau, Sumatra, menjadi habitat penting bagi burung liar.

UNESCO menetapkan wilayah ini sebagai cagar biosfer pada tahun 2009. Sejak tahun 2011, penelitian LIPI mencatat setidaknya 199 spesies burung di GSK-BB.

Penelitian Keanekaragaman Burung di Stasiun Penelitian Humus

Stasiun Penelitian Humus adalah laboratorium alam di zona inti Cagar Biosfer GSK-BB. Belantara Foundation dan APP Group mengelola kawasan hutan rawa gambut sekunder seluas 2.000 hektar ini.

Salah satu peneliti BRIN sedang pengamatan di hutan alam Stasiun Penelitian Humus.
Salah satu peneliti BRIN sedang pengamatan di hutan alam Stasiun Penelitian Humus. (Dolly Priatna)

Pada 7-14 Februari 2025, tim peneliti dari Belantara Foundation, BRIN, Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas melakukan kajian keanekaragaman burung. Penelitian ini dilakukan di batas antara hutan alam dan hutan tanaman.

Dr. Dolly Priatna dari Belantara Foundation menjelaskan tujuan penelitian. Selain mengamati efek tepi habitat, kegiatan ini juga memperbarui data jenis burung di Cagar Biosfer GSK-BB, khususnya di Stasiun Penelitian Humus.

"Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem, karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji dari berbagai jenis pohon hutan, serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman pertanian," ujar Dolly. "Selain itu, burung bisa menjadi indikator baik atau tidaknya kualitas suatu lingkungan."

Inventarisasi menggunakan metode titik hitung dan jaring kabut menemukan 87 jenis burung di zona hutan alam (HA), hutan tanaman (HT), dan zona transisi. Sebanyak 14 jenis burung dilindungi pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.106 tahun 2018.

Baca Juga: Penelitian Terbaru Mengungkapkan Keanekaragaman Genetik Hiu Putih Besar

Jenis-jenis tersebut antara lain cangak laut (Ardea sumatrana), alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), takur ampis sumatra (Calorhamphus hayii), kipasan belang (Rhipidura javanica), tiong emas (Gracula religiosa), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Status Konservasi dan Perdagangan Burung

Berdasarkan daftar merah IUCN, satu jenis burung berstatus terancam punah (Endangered/EN): julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus).

Enam jenis burung berstatus rentan (Vulnerable/VU): betet ekor panjang (Psittacula longicauda), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), dan kacamata biasa (Zosterops melanurus).

Enam jenis burung masuk kategori hampir terancam punah (Near Threatened/NT): alap-alap capung (Microchierax fringilarius), perenjak jawa (Prinia familiaris), cipoh jantung (Aegithina viridissima), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), ciung air pongpong (Mabronous ptilosus), dan sempur hujan darat (Eurylaimus ochromalus).

Baza hitam (Aviceda leuphotes), salah satu jenis burung migran yang ditemukan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,Riau. (Wilson Novarino)

Menurut CITES, sembilan jenis burung masuk Appendix II. Ini berarti mereka tidak terancam punah saat ini, tetapi bisa terancam jika perdagangan tidak diatur.

Jenis-jenis tersebut adalah alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), tiong emas (Gracula religiosa), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Lima jenis burung migran juga teridentifikasi: kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica).

“Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting sebagai persinggahan, sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran, di saat musim dingin di belahan bumi bagian utara”, ucap Dr. Wilson Novarino, seorang peneliti burung senior dari Universitas Andalas. 

Adi Susilo dari BRIN menekankan pentingnya menjaga blok hutan alam di area hutan tanaman sebagai stepping stone bagi burung dengan jelajah luas. “Blok-blok hutan alam di dalam hutan tanaman ini juga sangat berpotensi dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut”, pungkas Adi.