Ajarkan juga kepada anak-anak bahwa menjaga kesehatan emosional adalah hal yang penting. Bagaimanapun, mereka juga harus menghadapi nenek atau kakek yang mungkin memiliki sikap toksik, bersama dengan Anda.
Luangkan waktu untuk membahas dan mempersiapkan diri menghadapi pertemuan keluarga yang sulit.
Apa strategi yang bisa Anda gunakan? Berikut beberapa ide yang bisa membantu:
- Gunakan kode atau isyarat rahasia untuk memberi tahu pasangan, saudara, atau anak-anak jika Anda merasa kewalahan dan butuh istirahat.
- Siapkan cara untuk mengambil waktu sendiri. Misalnya, berjalan sebentar di sekitar lingkungan atau melakukan latihan pernapasan dalam di kamar mandi.
- Batasi durasi kunjungan ke kerabat yang sulit atau tentukan waktu pasti untuk pergi.
- Antisipasi dinamika keluarga yang sulit. Misalnya, “Kakek mungkin akan bertanya soal nilai sekolah atau apakah kamu masuk tim olahraga. Ingat, tugasmu bukan untuk menjadi yang terbaik, tapi untuk tumbuh menjadi pribadi yang baik.”
- Kenali anggota keluarga yang bisa memberi dukungan dan rencanakan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan mereka selama acara keluarga berlangsung.
Jika Anda tahu akan bertemu anggota keluarga yang sulit dan khawatir terlibat dalam percakapan yang menguras energi, siapkan strategi untuk menghadapi interaksi “berisiko tinggi” ini.
Hubungan yang paling menantang sering kali memunculkan kembali keyakinan negatif lama tentang diri kita sendiri, membuat kita terus-menerus mengulang percakapan dalam pikiran, merasa bersalah, atau bahkan mempertanyakan nilai diri sendiri.
Merencanakan cara untuk menghadapi situasi ini akan membantu Anda tetap tenang dan tidak terjebak dalam pola interaksi yang melelahkan.
Mengatasi Pikiran Negatif dan Menjaga Kesehatan Mental Saat Berkumpul Keluarga
Pikiran negatif tentang diri sendiri sering kali muncul akibat pengalaman dan interaksi dengan anggota keluarga tertentu. Beberapa keyakinan negatif yang mungkin muncul termasuk:
- "Ada yang salah dengan diriku."
- "Tidak ada yang peduli padaku."
- "Ini semua salahku."
- "Aku adalah kegagalan."
- "Aku terlalu berlebihan."
- "Aku tidak cocok di sini."
- "Aku harus sempurna."
- "Tidak ada yang ingin mendengar pendapatku."
Keyakinan-keyakinan ini dapat membentuk cara kita melihat diri sendiri, lingkungan, serta posisi kita dalam keluarga dan masyarakat, seolah-olah kita mengenakan "kacamata bias" yang mengubah perspektif kita.
Jika berbicara dengan kerabat tertentu selalu membuat Anda merasa buruk dan terus-menerus memikirkan kesalahan atau kekurangan diri sendiri, cobalah tips berikut:
- Sadari pola ini sebelum bertemu mereka. Misalnya, katakan pada diri sendiri, "Setiap kali bertemu Paman X, aku merasa suaraku tidak didengar dan kebutuhanku tidak penting."
- Dengan menyadari ini sebelumnya, otak Anda akan lebih siap secara emosional. Seakan-akan Anda menjadi pengamat dari luar, bukan lagi korban perasaan negatif.
Saat mereka melontarkan komentar pasif-agresif, Anda bisa melihatnya sebagai pola lama, bukan serangan pribadi.
Menetapkan Batasan dengan Anggota Keluarga
Jika Anda merasa perlu memberikan respons langsung kepada seseorang yang telah melewati batas, cobalah beberapa pernyataan berikut:
- "Itu tidak terasa menyenangkan. Apakah itu maksudmu?"
- "Kata-katamu terdengar menyakitkan."
- "Saat kamu mengatakan itu, aku merasa kamu bermaksud X. Apakah benar begitu?"
Menetapkan batasan bukan berarti meminta orang lain untuk berubah—karena mereka mungkin tidak akan berubah.
Namun, ini adalah bentuk komitmen untuk melindungi diri sendiri dan menyuarakan perasaan Anda. Dengan melakukan ini, Anda juga memberikan contoh bagi anak-anak tentang cara mempertahankan batasan yang sehat.