Nationalgeopgraphic.co.id—Sejak dahulu kala, perdagangan telah menjadi salah satu kekuatan pendorong utama di balik kontak antarperadaban. Dalam konteks ini, Jalur Sutra memainkan peran penting dalam menghubungkan dunia Mediterania dengan Timur Jauh.
Di antara banyak tokoh yang berkontribusi pada pertukaran ini, salah satu yang paling awal adalah Maes Titianus. Pedagang Makedonia ini, keturunan Romawi dan Suriah, mengatur ekspedisi jauh ke Asia. Ia dengan cerdas memanfaatkan jeda dalam perang antara Romawi dan Parthia.
Maes Titianus berasal dari keluarga pedagang yang telah memperoleh kewarganegaraan Romawi. “Mungkin berkat pengaruh Marcus Titius, gubernur Romawi di Suriah yang memelihara hubungan diplomatik dengan bangsawan Parthia,” tulis Antonio García di laman La Brujula Verde. Namanya, yang menggabungkan unsur-unsur Makedonia dan Latin, menunjukkan warisan budaya yang beragam dengan akar di Anatolia dan Pontus.
Sebagai penutur bahasa Yunani, Maes Titianus mendalami dunia perdagangan di Mediterania Timus. Seperti banyak orang sezamannya, ia menyadari nilai rute perdagangan yang menghubungkan Romawi dengan pasar-pasar penting di kawasan Asia.
Pengetahuan tentang keberadaan peradaban besar di Timur Jauh terfragmentasi di Barat. Berita tentang Kekaisaran Tiongkok sampai melalui perantara Parthia dan Kushan. Keduanya mengendalikan perdagangan sutra dan menaikkan harga barang-barang Kekaisaran Tiongkok.
Titianus kemudian menyadari kemungkinan untuk mengurangi biaya-biaya dan membangun hubungan yang lebih langsung dengan Timur. Karena itu, ia pun memutuskan untuk menyelenggarakan ekspedisinya sendiri untuk memverifikasi sendiri rute dan kondisi perdagangan.
Pada akhir abad ke-1 atau awal abad ke-2 Masehi, Maes Titianus mengirim sebuah karavan dari Suriah. Tujuannya adalah mencapai wilayah timur Asia. Selama periode ini, Dinasti Han telah membangun kembali kekuasaannya di kerajaan-kerajaan Tarim berkat kampanye Jenderal Ban Chao. Sang jenderal pun berkontribusi pada keamanan rute perdagangan. Dengan memanfaatkan stabilitas ini, ekspedisi Maes Titianus melintasi wilayah Parthia. Mereka terus maju di sepanjang rute kafilah yang melintasi Iran, Afghanistan, dan Kekaisaran Kushan utara.
Pada abad ke-2 Masehi, Claudius Ptolemeus menulis bahwa ahli geografi Marinus dari Tirus melaporkan bahwa Maes Titianus telah mencapai Menara Batu. Menara Batu adalah sebuah tengara geografis yang dianggap sebagai titik tengah Jalur Sutra. Menara Batu terletak di koridor pegunungan antara Samarkand dan Cekungan Tarim, mungkin di Pegunungan Pamir dekat perbatasan dengan Kekaisaran Tiongkok.
Di sana, agen dagang Maes Titianus dicegat oleh otoritas Kekaisaran Tiongkok dan dikawal ke Luoyang, ibu kota Dinasti Han. Dari catatan Ptolemeus, tampaknya Maes Titianus tidak menemani mereka tetapi malah menunggu di Menara Batu.
Selama tinggal di istana, mereka diterima oleh Kaisar He. Para utusan memberikan upeti berupa sutra Suriah dan koin emas bergambar Kaisar Trajan. Namun mereka tidak mengidentifikasi diri sebagai warga negara Romawi melainkan sebagai orang Makedonia. Oleh karena itu, orang Tiongkok tidak mengaitkan mereka dengan kekaisaran yang dalam catatan mereka dikenal sebagai “Da Qin”.
Kisah ekspedisi tersebut tersebar di kalangan pedagang di Suriah dan Mesir, yang meningkatkan minat terhadap barang-barang Tiongkok, khususnya sutra. Akan tetapi, kendali rute oleh bangsa Parthia dan Kushan membuat sulit untuk membangun perdagangan langsung dan berkelanjutan antara Romawi dan Kekaisaran Tiongkok.
Baca Juga: Lewat Jalur Sutra, Kucing Domestik Pertama Tiba di Kekaisaran Tiongkok
Meskipun signifikan, ekspedisi Maes Titianus menghadirkan beberapa tantangan bagi para sejarawan. Satu-satunya referensi tentangnya berasal dari sumber-sumber sekunder. Ptolemeus, misalnya, salah menafsirkan durasi dan jarak perjalanan, yang menyebabkan kesalahan kartografi dalam karyanya. Diperkirakan bahwa ekspedisi tersebut mungkin berlangsung antara 7 bulan dan 2 tahun, tergantung pada rute yang diambil dan durasi tinggal di setiap tujuan.
Masalah lain yang diperdebatkan adalah tujuan pasti dari perjalanan tersebut. Beberapa sarjana, seperti Max Cary, berpendapat bahwa Maes Titianus berusaha menghilangkan perantara dalam perdagangan sutra. Ia ingin mengamankan akses yang lebih langsung ke produsen Kekaisaran Tiongkok. Yang lain percaya bahwa ekspedisi tersebut lebih bersifat eksplorasi daripada komersial. Pasalnya, tidak ada catatan tentang ekspedisi yang dipimpin Romawi setelahnya.
Sekembalinya, Maes Titianus menulis catatan lengkap tentang perjalanan yang dilakukan oleh para pedagangnya. Namun hanya beberapa rincian yang disebutkan oleh Ptolemeus yang masih ada.
Yang menarik, pada tahun 97 M, jenderal Tiongkok Ban Chao mengirim utusan ke Kekaisaran Romawi. Menurut Hou Hanshu (Kitab Han Akhir), yang disusun oleh sejarawan Fan Ye pada abad ke-5 M:
“Pada tahun ke-9 Yongyuan (97 M), Ban Chao mengirim asistennya Gan Ying ke pantai di tepi Laut Barat, tetapi ia kembali. Tidak ada generasi sebelumnya yang pernah mencapai tempat-tempat ini.”
Gan Ying tidak pernah mencapai Roma; ia berhenti setelah mencapai Teluk Persia di perbatasan Kekaisaran Parthia. Di sana, ia dicegah oleh pelaut Parthia yang mengatakan kepadanya bahwa perjalanan itu berbahaya dan bisa memakan waktu 2 tahun. Mungkinkah utusan ini merupakan tanggapan terhadap kontak yang dibuat oleh ekspedisi Maes Titianus? Tanggalnya cocok, tetapi sumbernya tetap bungkam tentang masalah ini.