5. Dodo
Burung dodo (Raphus cucullatus) adalah burung besar yang tidak bisa terbang. Spesies ini merupakan hewan endemik di Mauritius. Burung dodo punah pada abad ke-17 sebagai akibat langsung dari penjajahan Eropa. Dodo menjadi lambang kepunahan yang disebabkan oleh manusia.
Para penjajah tiba di Mauritius pada tahun 1598, membawa serta berbagai spesies non-asli. Termasuk tikus, kucing, dan bahkan monyet. Hewan-hewan yang dibawa itu menjarah sarang telur dan anak burung dodo.
Pada akhirnya, berbagai spesies asing tersebut mengurangi jumlah burung di pulau itu hingga ke tingkat kritis hanya dalam beberapa dekade. Bersama dengan penggundulan hutan dan perburuan dodo oleh manusia, pemangsaan oleh spesies asing invasif pada akhirnya menyebabkan spesies tersebut punah pada tahun 1681.

Saat ini, DNA dodo bertahan dalam spesimen museum sejarah alam. Pada tahun 2022, ilmuwan menyusun genom dodo pertama. Mereka menggunakan spesimen yang diawetkan secara luar biasa yang disimpan dalam sebuah koleksi di Denmark.
Namun, masih ada beberapa rintangan sebelum spesies tersebut dapat dihidupkan kembali. “Misalnya kebutuhan untuk merekayasa keragaman genetik ke dalam urutan DNA dodo sehingga tidak berakhir dengan populasi klon,” ujar Ben Lamm, CEO Colossal Biosciences.
Di sisi positifnya, kata Lamm, jauh lebih cepat dan mudah untuk membawa dodo kembali daripada mamut berbulu atau harimau Tasmania. Pasalnya, DNA burung itu terkandung sendiri dalam telur.
6. Merpati penumpang (passanger pigeon)
Merpati penumpang (Ectopistes migratorius) pernah menjadi spesies burung yang paling melimpah di Amerika Utara. Jumlahnya antara 25% dan 40% dari total populasi burung di wilayah yang sekarang menjadi Amerika Serikat sebelum abad ke-17.
Pemukim Eropa memburu merpati untuk diambil dagingnya. Mereka secara bertahap menghancurkan habitat burung tersebut, yang akhirnya menyebabkan kepunahan spesies ini.
Merpati penumpang bepergian dalam kawanan besar dan berkembang biak secara komunal. Hal ini membuat mereka sangat rentan terhadap perburuan, menurut Audubon Society.
Merpati penumpang terakhir yang diketahui, seekor betina bernama Martha untuk menghormati Martha Washington, mati pada tahun 1914.
Museum menyimpan lusinan spesimen merpati penumpang yang diawetkan. DNA-nya telah diekstraksi dan diurutkan oleh para ilmuwan. Namun, DNA tersebut sangat terfragmentasi. Hal ini membuat para peneliti tidak mungkin membawa kembali merpati penumpang dalam bentuk aslinya.
Perusahaan bioteknologi Revive & Restore berencana untuk memasukkan potongan DNA merpati penumpang ke dalam genom merpati ekor pita (Patagioenas fasciata). Tindakan tersebut akan menghasilkan burung yang tampak seperti spesies yang telah punah.
Perusahaan tersebut bermaksud untuk menetaskan generasi pertama merpati pada 2025 dan segera memulai uji coba pelepasan ke alam liar setelahnya. Jika berhasil, proyek tersebut akan menunjukkan potensi intervensi genomik. Juga membantu memulihkan ekologi hutan timur Amerika Utara.