Popularitas Sutra di Romawi Mendorong Terbentuknya Jalur Sutra

By Sysilia Tanhati, Senin, 5 Mei 2025 | 10:00 WIB
Peta berjudul Cosmographica yang terbit pada 1550 karya kartografer Sebastian Munster. Judulnya, 'Tabula orientalis regionis, Asiae scilicet extremas complectens terras et regna' —Peta kawasan timur, yakni Asia, yang mencakup tanah dan kerajaan terluar. Tampak Samudra Hindia, Kepulauan Nusantara, dan negeri-negeri Timur Jauh.
Peta berjudul Cosmographica yang terbit pada 1550 karya kartografer Sebastian Munster. Judulnya, 'Tabula orientalis regionis, Asiae scilicet extremas complectens terras et regna' —Peta kawasan timur, yakni Asia, yang mencakup tanah dan kerajaan terluar. Tampak Samudra Hindia, Kepulauan Nusantara, dan negeri-negeri Timur Jauh. (GEOGRAPHICUS)

Nationalgeographic.co.id—Pada 166 M, duta besar dari kaisar Romawi Marcus Aurelius datang ke istana kekaisaran di Luoyang. Menurut catatan sejarawan Tiongkok, para utusan Kekaisaran Romawi itu mendapat sambutan yang luar biasa.

Para penjelajah itu datang melalui Malaysia, menyusuri pantai Thailand dan Vietnam. Akhirnya, mereka berlabuh di pelabuhan Tiongkok di muara Sungai Merah di Teluk Tonkin. Kemudian, dengan pengawalan dari otoritas militer Tiongkok, mereka menempuh perjalanan darat sejauh sekitar 1.900 kilometer. Para duta besar Kekaisaran Romawi melewati banyak benteng dan kota bertembok.

Antusiasme di istana Tiongkok meningkat saat para pengelana semakin dekat. Bangsa Tiongkok telah lama menyadari keberadaan Kekaisaran Romawi. Mereka mengenalnya sebagai Da Qin, “Tiongkok Raya” dan menganggapnya setara dengan kekaisaran mereka sendiri. Namun, ini adalah pertama kalinya kontak langsung terjalin.

Ketika para duta besar tiba, ada yang tidak setuju karena mereka hanya membawa “pernak-pernik” yang diambil dari Asia Tenggara. Benda-benda itu antara lain gading, cula badak, dan cangkang kura-kura. Semua yang dibawa tidak ada yang membangkitkan kejayaan Kekaisaran Romawi.

Kaisar Tiongkok dan para pejabat istananya bertanya-tanya apakah mereka mungkin pedagang Barat yang tinggal di Asia dan bukan utusan kaisar Romawi sama sekali? “Orang Tiongkok juga bingung tentang mengapa para duta besar Barat ini datang melalui Vietnam,” tulis Juan Pablo Sanchez di laman National Geographic.

Rute normal antara Timur dan Barat adalah melalui Koridor Gansu (Gansu Corridor). Koridor itu menghubungkan Cekungan Sungai Kuning (Yellow River Basin) dengan Asia Tengah.

Penjelajah dan diplomat Kekaisaran Tiongkok Zhang Qian telah melakukan perjalanan ke Asia Tengah melalui Koridor Gansu pada abad kedua SM. Dan jalur darat yang subur itu kemudian menjadi bagian penting dari Jalur Sutra.

Di Barat, minat terhadap rute besar melalui Asia telah dimulai berabad-abad sebelumnya. Kehadiran bangsa Barat di Asia Tengah bermula pada masa Aleksander Agung. Ia memimpin pasukannya hingga sejauh Sungai Indus dan mendirikan beberapa kota di wilayah tersebut.

Namun, kontak perdagangan pertama dengan Timur Jauh terjalin melalui jalur maritim. Jalur itu mengikuti rute dari pelabuhan Mesir di Alexandria, selama dinasti Ptolemeus. Jalur Sutra Maritim, sebutan itu merujuk kepada Jalur Rempah.

UNESCO mengungkapkan bahwa Jalur Rempah, juga dikenal sebagai Jalur Sutra Maritim, nama yang diberikan untuk jaringan jalur laut yang menghubungkan Timur dengan Barat. Mereka membentang dari pantai barat Jepang, melalui pulau-pulau Indonesia, mengelilingi India menuju wilayah Timur Tengah - dan dari sana, melintasi Laut Tengah ke Eropa. Jaraknya lebih dari 15.000 kilometer dan, bahkan hingga saat ini, perjalanan tersebut tidaklah mudah. Sejak sejarah paling awal, manusia telah menempuh Jalur Rempah. 

Seorang yang terdampar mengungkap rutenya

Penemuan rute laut ke Timur Jauh muncul dari pertemuan yang tidak disengaja. Awak kapal patroli di Laut Merah menemukan sebuah kapal terombang-ambing. Kapal itu berisi seorang pria yang sekarat di dalamnya. Karena tidak ada yang berbicara bahasanya, mereka tidak dapat memastikan dari mana asalnya. Para awak kapal patroli pun memutuskan untuk membawanya kembali ke Alexandria. 

Baca Juga: Sejarah Dunia Kuno: Bagaimana Jalur Sutra Turut Menyebarkan Agama?

Ketika pria itu telah cukup menguasai bahasa Yunani, ia menjelaskan kepada mereka bahwa ia adalah seorang pelaut India. Kapalnya telah menyimpang dari jalurnya. Ia berterima kasih atas perlakuan yang diterimanya di Alexandria. Karena itu, ia menawarkan diri untuk menjadi pelaut bagi kapal Yunani mana pun yang akan mengembalikannya ke tanah airnya.

Raja Mesir (Ptolemeus VIII Euergetes II) mempercayakan komando ekspedisi India kepada penjelajah Eudoxus dari Cyzicus. Eudoxus adalah seorang Yunani yang telah memasuki istana Alexandria sebagai duta besar kota asalnya, Cyzicus, di pesisir Laut Marmara. Di istana, Eudoxus mendengar tentang rute pelayaran di Sungai Nil dan keajaiban eksotis di sepanjang pesisir Laut Merah. 

Eudoxus adalah orang yang cerdik. Ia pun segera mencari cara terbaik untuk menyeberangi Samudra Hindia. Informasi penting yang dibutuhkan adalah bagaimana memanfaatkan perubahan kondisi musim. Angin muson bertiup dari barat daya menuju India dari Maret hingga September. Dan dari timur laut menuju Mesir dari Oktober hingga Februari.

Dengan mengikuti saran pelaut dan memanfaatkan angin muson, Eudoxus berhasil menempuh perjalanan dari Mesir ke India. Pelayaran dilakukan dalam hitungan minggu. Kemudian, setelah bertukar hadiah dengan raja-raja setempat, ia kembali ke Alexandria dengan membawa rempah-rempah dan batu-batu berharga.

Pelayaran perintis Eudoxus menyingkap dunia baru yang menarik bagi orang-orang sezamannya. “Para pedagang dari Timur dan Barat segera memanfaatkan peluang untuk berdagang melintasi Samudra Hindia,” Sanchez menambahkan.

Alexandria yang Kosmopolitan

Setelah penaklukan Romawi atas Mesir pada tahun 30 SM, Alexandria menjadi pelabuhan utama untuk barang-barang yang datang dari Timur. Setelah mencapai pantai Laut Merah, barang-barang ini diangkut ke pedalaman dengan unta ke Sungai Nil dan dikirim ke Alexandria. Dari sana barang-barang tersebut didistribusikan ke seluruh Mediterania.

Orang-orang dari Timur Tengah dan India menjadi “pemandangan” yang umum di jalan-jalan Alexandria. Orang-orang Suriah, Arab, Persia, dan India berbaur dengan orang-orang Yunani dan Romawi.

Sebuah papirus ditemukan di Oxyrhynchus, sebuah kota di selatan Kairo. Papirus itu berisi naskah untuk sebuah drama komedi yang sebenarnya berlatar di India. Drama tersebut, yang disebut Charition, menampilkan seorang raja yang mabuk dan penuh nafsu. Dalam naskah juga ada seorang kapten kapal yang dengan cemas menunggu angin muson yang menguntungkan. Ada juga seorang bodoh dan orang-orang India yang berbicara dengan bahasa palsu yang dimaksudkan untuk membangkitkan “bahasa barbar.”

Tampaknya stereotip tentang Timur tersebar luas di Mesir Yunani-Romawi. Semua barang dan orang harus melewati Kota Koptos (juga dikenal sebagai Qift). Koptos adalah sebuah pusat perdagangan di tepi Sungai Nil. Dari sini, beberapa rute kafilah berangkat melalui Gurun Timur Mesir menuju Laut Merah.

Sebuah prasasti yang ditemukan di Koptos mencatat bahwa mereka yang melewatinya dengan kafilah harus membayar tarif yang bervariasi. Besarnya biaya itu tergantung pada profesi pelancong. Misalnya, pengrajin terampil membayar delapan drachma; pelaut, lima; istri tentara, 20. Sementara itu, pelacur harus membayar 108 drachma.

Perjalanan melalui gurun dilakukan pada malam hari untuk menghindari panas yang menyengat. Rute tersebut melewati garnisun militer yang ditempatkan di sepanjang jalan. Garnisun menjadi tempat kafilah dapat menimbun air dan makanan sebelum melanjutkan perjalanan.  

Pelabuhan Laut Merah yang paling sibuk adalah Myos Hormos (Quseir al-Qadim). Myos Hormos berjarak sekitar 160 km (lima atau enam hari perjalanan) di sebelah timur Koptos. Selain itu, ada pelabuhan Berenice yang berjarak 400 km (12 hari perjalanan) di sebelah selatan.

Kafilah pedagang dari Yunani, Mesir, dan Arab berkumpul di pelabuhan-pelabuhan tersebut. Mereka menerima kiriman gading, mutiara, kayu hitam, kayu cendana, sutra Cina, dan rempah-rempah dari India. Pedagang tersebut mengirim kapal-kapal itu kembali ke India dengan membawa anggur dan barang-barang Barat lainnya.

Selama pemerintahan Romawi, lalu lintasnya sangat padat. Hingga 120 kapal berlayar setiap tahun ke India dari Myos Hormos saja. Hal tersebut merupakan peningkatan yang sangat besar dari situasi di bawah pemerintahan Ptolemeus. Pasalnya, hanya beberapa penjelajah pemberani, seperti Eudoxus dari Cyzicus, yang berani melakukan penyeberangan.

Laut Merah ke Samudra Hindia

Para pedagang Samudra Hindia yang berasal dari pertengahan abad pertama Masehi memiliki sebuah buku pegangan. Buku itu dikenal sebagai Periplus Maris Erythraei. Buku tersebut menyebutkan pelabuhan-pelabuhan utama India tempat kapal-kapal ini tiba.

Ada pelabuhan Barygaza (sekarang Bharuch) di Gujarat; Muziris, yang diyakini oleh banyak cendekiawan berada di lokasi Pattanam di Kerala; dan Poduke (sekarang Arikamedu) di Puducherry. Para raja telah menarik banyak penjelajah ke pelabuhan-pelabuhan ini. Selain itu, ada juga para pedagang, musisi, selir, intelektual, dan pendeta yang memadati jalan-jalan.

Di Muziris, misalnya, terdapat begitu banyak orang asing. Mereka bahkan mendirikan sebuah kuil yang didedikasikan untuk kaisar Romawi pertama, Augustus.

Seorang cendekiawan muda dari Alexandria kini dapat memutuskan untuk memulai perjalanan penuh petualangan melintasi Samudra Hindia. Jadi, ia tidak perlu melakukan pelayaran biasa di Sungai Nil.

Namun, hanya sedikit pengelana yang menjelajah ke luar India. Periplus Maris Erythraei menegaskan bahwa sutra berasal dari Tiongkok. Sutra dibawa melalui darat melalui Himalaya ke pelabuhan Barygaza di India.

Orang Tiongkok dikenal sebagai Seres (orang sutra), tetapi sangat sedikit pengelana yang pernah melihat orang Tiongkok. Beberapa orang bahkan mengira orang Tiongkok bermata biru dan berambut pirang. Mereka mungkin mengira orang Tiongkok adalah para perantara berwajah Kaukasia yang berdagang dengan orang Tiongkok di Afghanistan.

Banyak orang Romawi, yang tidak tahu apa-apa tentang ulat sutra, percaya bahwa sutra Tiongkok adalah sejenis serat tanaman. Penyair Virgil menulis dalam The Georgics tentang sutra yang dipanen. Ia menggambarkannya seolah-olah hasil panennya berupa bulu halus yang dihasilkan oleh pohon.

“Seres menyisir daun-daun. Bulunya yang halus seperti sutra,” tulis Virgil.

Di Barat, banyak orang menyadari bahwa ada kerajaan yang jauh di mana kain halus diproduksi. Kain halus itu dibawa kembali untuk ditenun dengan benang emas di Alexandria. Kain itu juga diwarnai dengan warna ungu kekaisaran Tirus. “Tetapi lokasi pasti tempat yang menakjubkan ini merupakan misteri bagi sebagian besar orang,” ungkap Sanchez.

Setelah tiba di India, para pedagang biasanya tidak langsung melanjutkan perjalanan ke Tiongkok. Mereka akan berhenti terlebih dahulu di Pulau Taprobane (Sri Lanka) dan kemudian menyeberangi Selat Malaka. Dari sana, mereka melanjutkan perjalanan ke Cattigara (Óc-Eo), di delta Sungai Mekong di Vietnam.

Batu-batu mulia diukir dengan motif yang terinspirasi dari Romawi. Ada medali yang memuat gambar kaisar Romawi Antoninus Pius dan Marcus Aurelius telah ditemukan di Cattigara. Selain itu, ada benda-benda Tiongkok dan India. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Cattigara adalah pusat perdagangan yang ramai. Kemungkinan duta besar Romawi, yang datang ke istana Luoyang atas nama Marcus Aurelius, sebenarnya adalah pedagang Cattigara.

Rute darat yang berbahaya

Para pedagang juga memiliki pilihan untuk melakukan perjalanan ke arah timur melalui darat. Perjalanan itu dilakukan dengan unta melintasi padang rumput dan gurun di Asia Tengah. Rute darat ini telah ditetapkan selama berabad-abad. Bangsa Nabatea dari Arabia membawa dupa dalam karavan dari Yaman ke Petra di wilayah Yordania modern. Dan kemudian ke Mediterania melalui pelabuhan Al-'Arish (Mesir) dan Gaza.

Para pedagang Palmyra, “Venesia di Padang Pasir” yang legendaris, mengimpor sutra, mutiara, dan segala jenis rempah-rempah. Barang-barang eksotis itu diimpor dari Mesopotamia dan Teluk Persia.

Namun, para kaisar Romawi selalu ingin berdagang dengan Kekaisaran Tiongkok secara langsung. Mereka menyingkirkan semua perantara. Namun, upaya untuk melakukan hal ini melalui jalur darat penuh dengan kesulitan dan bahaya. Musuh Romawi, bangsa Parthia, menguasai kekaisaran yang kuat di wilayah yang saat ini merupakan Iran, Afghanistan, dan Pakistan. Bangsa Parthia akan mengalihkan karavan Romawi ke pelabuhan dan pasar yang berada di bawah kendali mereka.

Bangsa Romawi melakukan banyak upaya untuk membuka rute darat baru ke Timur. Ahli geografi Isidore dari Charax menggambarkan rute dari Suriah Romawi ke wilayah Arachosia di Afghanistan. Gambar tersebut dibuat dalam pamflet abad pertama SM, “Parthian Stations”.

Parthian Stations merinci jarak antarkota dan menyebutkan di mana terdapat benteng pertahanan dan harta karun kerajaan. Dokumen ini bahkan menyebutkan titik-titik di mana kontingen Romawi dapat mengisi kembali perbekalannya atau menyeberangi sungai.

Para ahli geografi Ptolemeus dan Marinus dari Tirus menyebutkan Maes Titianus, seorang pengelana yang digambarkan berasal dari Makedonia. Maes Titianus membiayai ekspedisi komersial ke Kekaisaran Tiongkok. Ia menyewa pedagang yang memulai perjalanan mereka di Hierapolis (sekarang Manbij di Suriah).

Kemudian mereka pergi ke selatan melalui Mesopotamia dan menyeberangi Sungai Tigris. Setelah menyeberangi Sungai Tigris, mereka melanjutkan perjalanan ke Baktria (Balkh di Afghanistan). Pada titik itu, mereka baru setengah jalan menuju Kekaisaran Tiongkok. Di depan mereka terbentang perjalanan selama beberapa minggu untuk mencapai Tashkurgan dan hulu Sungai Yarkant. Diperlukan 10 hari lagi untuk mencapai Kashgar, di Cekungan Tarim bagian barat. Lalu kemudian menyeberangi Pamir untuk memasuki wilayah Tiongkok.

Tidak diketahui apakah para pedagang yang disewa oleh Maes Titianus pernah mencapai ibu kota Kekaisaran Han. Sumber-sumber Kekaisaran Tiongkok menyebutkan bahwa kontak pertama dengan Barat adalah para pedagang yang melakukan perjalanan dari Malaysia. Kontak itu terjadi pada tahun 166 M.

Namun, rombongan Maes menghabiskan waktu hampir 2 tahun dalam perjalanan mereka melintasi Eurasia. Coba bandingkan dengan beberapa minggu yang dibutuhkan untuk menyeberangi Samudra Hindia dari pelabuhan-pelabuhan Laut Merah. “Dapat dipahami bahwa misi seperti yang dilakukan Maes Titianus akan menjadi luar biasa,” tutur Sanchez.

Kebanyakan orang Barat paling dekat dengan Timur dengan membeli kain sutra di pasar-pasar Yunani dan Roma. Di sana para pedagang akan membual tentang kisah-kisah menakjubkan tentang perjalanan mereka ke Timur. Lewat bualan itu, mereka mencoba mendapatkan harga setinggi mungkin untuk barang-barang berharga yang dijual.

Seiring berjalannya waktu, matematika, bahasa, budak, penemuan-penemuan, dan Wabah Hitam telah melintasi rute-rute tersebut. Meskipun penggunaan Jalur Sutra naik dan turun, Roma dan Tiongkok Han mengalami dua periode tambahan perdagangan yang intens. Selama era Dinasti Tang di Kekaisaran Tiongkok (618 hingga 907 M), perdagangan multiarah berkembang pesat.

Kebangkitan terakhir Jalur Sutra terjadi di bawah kendali Mongol pada abad ke-13 dan ke-14. Jalur Sutra meredup ketika Kekaisaran Ottoman mencegah perdagangan darat langsung Eropa dengan Timur. Kekaisaran Ottoman mengenakan pajak tinggi, yang menyebabkan meningkatnya penggunaan rute laut. Ketika para pedagang mulai mencari jalur baru ke Asia, seorang penjelajah Italia, Christopher Columbus, akan berlayar ke Amerika.

---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News   https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.