Fosil Telur Dinosaurus di India Ungkap Cara Titanosaurus Berkembang Biak

By Lastboy Tahara Sinaga, Kamis, 5 Juni 2025 | 18:00 WIB
Tersingkapnya sarang-sarang yang terkubur selama jutaan tahun, kini membawa kisah tentang bagaimana titanosaurus (dinosaurus raksasa kelompok sauropoda) bertelur.
Tersingkapnya sarang-sarang yang terkubur selama jutaan tahun, kini membawa kisah tentang bagaimana titanosaurus (dinosaurus raksasa kelompok sauropoda) bertelur. (Dhiman et al./Plos One)

Dhiman dan timnya juga menemukan satu fosil langka berupa ovum-in-ovo, atau telur di dalam telur, yakni fenomena yang sebelumnya hanya dilaporkan pada burung. Hal ini terjadi ketika telur yang hampir dikeluarkan terdorong kembali ke dalam tubuh induk, lalu tertanam dalam telur lain yang masih dalam proses pembentukan. 

Fenomena ini belum pernah tercatat pada reptil lain. Maka, para peneliti menyimpulkan bahwa titanosaurus mungkin memiliki sistem reproduksi yang serupa dengan burung modern—yang secara evolusioner masih tergolong dinosaurus.

Meski demikian, tidak semua perilaku titanosaurus menyerupai burung. Situs sarang menunjukkan bahwa mereka bertelur secara berkelompok dan sebagian dikubur.

Perilaku ini mirip dengan cara buaya modern bertelur. Sebuah strategi yang membantu menetaskan telur dengan bantuan panas matahari dan panas bumi. 

Buaya merupakan anggota archosaur, kelompok yang juga mencakup dinosaurus, pterosaurus, dan burung. Sama seperti buaya masa kini yang memilih lokasi bersarang dekat sumber air, besar kemungkinan titanosaurus pun bertelur di dekat air karena sedimen yang lembap memudahkan proses penguburan.

“Para peneliti menyimpulkan bahwa dinosaurus ini mengubur telur mereka di dekat danau dan sungai, tidak jauh berbeda dengan buaya masa kini,” kata Darla Zelenitsky, profesor paleobiologi dinosaurus di Universitas Calgary, Kanada, yang tidak terlibat dalam studi ini.

Puncak dari Misteri yang Lebih Besar

Namun, tidak semua aspek situs sarang ini jelas. Menurut Zelenitsky, para peneliti masih belum yakin apakah sarang-sarang ini diletakkan secara bersamaan oleh banyak betina seperti di koloni burung masa kini.

Bahkan, keberadaan situs sarang itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan. Studi ini tidak secara tegas membuktikan adanya koloni bersarang, melainkan hanya mengindikasikan bahwa lokasi tersebut pernah menjadi tempat peletakan telur titanosaurus dalam rentang waktu geologis yang relatif sempit. 

D’Emic mengungkapkan, bahwa klaim tentang ‘penetasan massal’, yang ia artikan sebagai area bersarang secara kolonial, masih terlalu jauh jika melihat data yang tersedia. Sebab, setiap sarang bisa saja berasal dari waktu yang berbeda, seperti puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan tahun terpisah.

Ia juga mengungkapkan pentingnya penemuan ratusan telur titanosaurus dalam satu interval waktu yang sempit. Akan tetapi, hal itu belum bisa membuktikan bahwa semua sarang ini berasal dari periode yang sama.

Meski begitu, baik D’Emic maupun Zelenitsky tetap antusias dengan potensi temuan masa depan dari lokasi ini. “Para peneliti menemukan hampir 100 sarang dari dinosaurus raksasa ini, jumlah yang sangat luar biasa,” ujar Zelenitsky, seperti dikutip dari laman Live Science.