Patahnya Palu Sidang dan Firasat Harmoko Mengenai Kejatuhan Soeharto

By Gregorius Bhisma Adinaya, Senin, 21 Mei 2018 | 14:40 WIB
Pimpinan DPR di gedung DPR, Senin (18/5/1998) membuat himbauan kepada Soeharto untuk mengundurkan diri. (Johnny TG)

Penulis : Yoga Sukmana

"Begitu palu sidang saya ketukkan, meleset, bagian kepalanya patah, kemudian terlempar ke depan...," ungkap Ketua DPR-MPR periode 1997-1999 Harmoko dalam buku Berhentinya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Harmoko.

Patahnya palu sidang itu terjadi saat Sidang Paripurna ke-5, penutupan sidang MPR, 11 Maret 1998. Sidang tersebut menandai terpilihnya lagi Soeharto menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya.

Seperti biasa, sebagai pimpinan sidang, Harmoko menutup sidang dengan mengetukkan palu sebanyak tiga kali. Namun, hari itu, palu sidang patah saat diketukkan.

Kepala palu terlempar ke depan meja jajaran anggota MPR.

Baca juga: Studi Pada Gigi Hitler Berhasil Ungkap Waktu dan Penyebab Kematiannya

Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, putri sulung Presiden Soeharto, ada di barisan terdepan dan berhadapan langsung dengan kursi pimpinan dewan.

Kejadian tersebut sedikit mengguncang Harmoko. Sebab, insiden patahnya palu sidang baru kali pertama terjadi dalam sejarah persidangan MPR yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

"Bahwa hati saya bertanya-tanya," ujarnya.

Usai sidang, seperti biasa pula, Harmoko mendampingi Presiden Soeharto meninggalkan ruang sidang paripurna. Pertanyan-pertanyaan dalam benaknya tak kunjung sirna saat ia berjalan di atas karpet mengantarkan Presiden Soeharto menuju lift di Gedung MPR-DPR.

Sesampainya di depan lift, Harmoko menyatakan permohonan maaf kepada Presiden Soeharto. "Saya minta maaf, palunya patah.

Lantas Pak Harto hanya tersenyum sambil menjawab 'barangkali palunya kendor'," kata dia.