Kekurangan Narapidana, Lebih dari 20 Penjara di Belanda Ditutup

By Gregorius Bhisma Adinaya, Jumat, 22 Juni 2018 | 10:56 WIB
Penjara Boschpoort, Belanda menjadi kantor dan sarana hiburan. (Emmanuel Dunand/Getty Images)

Bila kita membicarakan masalah kejahatan, tentu penjara tidak akan luput dari pokok pembahasan. Apapun kasus yang menimpa, pembunuhan ataupun korupsi, pelaku kejahatan dimasukan ke dalam penjara untuk dibina dan sebagai ajang introspeksi diri.

Lalu bagaimana bila angka kejahatan semakin meningkat dan penjara memiliki kapasitas maksimum yang harus dipatuhi? Tentu penjara akan semakin penuh.

Baca juga: Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa dan Cikal Bakal Kota Jakarta

Bulan Maret lalu, Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa memberikan pengampunan kepada 3.000 narapidana di Zimbabwe. Kondisi penjara di Zimbabwe yang penuh sesak menjadi alasan dibalik keputusan sang presiden.

Serupa dengan permasalahan di Zimbabwe, penjara pengamanan tinggi Qincheng, Tiongkok, juga mengalami masalah yang sama. Kapasitas penjara sudah mencapai maksimum. Sejak Presiden Xi Jinping menjabat, sebanyak 1,3 juta pejabat korup sudah dijebloskan ke dalam "kandang harimau" ini.

Dikutip dari Kompas.com, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono, mengatakan bahwa lapas di Indonesia dihantui oleh permasalah overcrowding. Kerusuhan di dalam lapas dan pelarian diri oleh narapidana juga ikut membayangi permasalah ini.

Belanda kekurangan narapidana

Berbeda dengan negara lainnya, Belanda dikabarkan akan menutup empat penjara dengan alasan tidak adanya narapidana. Bukan tanpa alasan, Daily Mail pada Rabu (20/6/2018) mewartakan bahwa tingkat kejahatan di negeri tulip ini berada pada angka terendah sejak 1980.

Badan nasional statistik CBS merilis data terkait, bahwa hanya terdapat 49 kejahatan per 1.000 penduduk.

Baca juga: 4 Pemain yang Paling Cepat Mendapat Kartu Merah di Piala Dunia

Harian Belanda, Algemeen Dagblad melaporkan, Menteri Kehakiman Sander Dekker telah menentukan lembaga pemasyarakatan mana saja yang bakal ditutup, di antaranya adalah lembaga pemasyarakatan di Zoetermeer, Zeist, Almere, dan Zwaag yang terletak di Noord-Holland.

Penjara kecil yang berada di daerah terpencil akan tetap dibuka. Dekker mengatakan bahwa penjara di sana menjadi sumber pendapatan warga sekitar.

Baca juga: Kesaksian Para Pilot Penyintas Segitiga Bermuda, Kawasan Penuh Misteri

Angka ini sebenarnya tidak fantastis bila dibandingkan dengan jumlah penjara yang sudah ditutup sejak tahun 2013, yakni sebanyak 24 penjara.

Penutupan sejumlah penjara ini tentu menuai protes dari kalangan sipir lembaga pemasyarakatan tersebut yang terancam kehilangan pekerjaan. Sejumlah penjara pun terpaksa "mengimpor" narapida dari Norwegia dan Belgia pada September 2016.

Perubahan hukum sebagai penyebab

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2008 mengungkap temuan yang menyebabkan menurunnya angka kejahatan di Belanda.

Salah satu penyebab yang digarisbawahi adalah pelonggaran hukum terkait penggunaan narkoba. Pemerintah Belanda memfokuskan penindakan terhadap pengguna narkoba dengan jalan rehabilitasi dan gelang kaki (untuk pengawasan), sehingga mereka tetap bisa berbaur di lingkungan sosial.

Baca juga: Haul Ke-48 Sukarno: Nasi dengan Kecap di Akhir Kekuasaan 'Si Bung'

Pemerintah Belanda tidak ingin para terpidana hanya "berdiam diri" di dalam penjara sementara biaya operasional penjara tetap berjalan. Para terpidana "dipaksa" untuk tetap beraktivitas dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bila negara lain meniru langkah pemerintah Belanda, akankah angka kejahatan juga mengalami penurunan? Yang pasti, langkah ini efektif bagi masyarakat Belanda. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)