Pernah dilatih sebagai biksu dan kini dianggap sebagai pahlawan, pelatih tim sepak bola Wild Boars yang terjebak dalam gua bersama ke-12 anak didiknya, Ekkapol Chantawong, ternyata tidak terdaftar sebagai warga negara Thailand.
Berasal dari etnis Tai Lue dan bergabung dalam komunitas Mae Sai, membuat pelatih Ek tidak memiliki kewarganegaraan. Ia merupakan satu dari 480 ribu orang-orang stateless di Thailand.
Sejak berabad-abad lalu, banyak orang tinggal di sekitar Mae Sai, jantung “Segitiga Emas” – sebuah lahan tanpa hukum yang membelah Thailand, Myanmar, Laos dan Tiongkok. Ini membuat status mereka tidak jelas.
Baca juga: Perjuangan Panjang Menyelamatkan Remaja Thailand yang Terjebak di Gua
“Dia stateless. Tak punya kebangsaaan dan tidak terdaftar dalam negara mana pun,” kata Nopparat Khanthavong, pendiri klub sepak bola Wild Boars.
Selain Ek, tiga anggota tim sepak bola Wild Boars yang terjebak dalam gua – Dul, Mark dan Tee – juga tidak punya kewarganegaraan.
“Mendapatkan status warga negara adalah impian terbesar anak-anak ini…..Sebelumnya, mereka selalu kesulitan bertanding di luar Chiang Rai karena tidak memiliki kewarganegaraan,” jelas Khanthavong.
Tanpa paspor, sulit pula bagi tim sepak bola ini untuk memenuhi undangan dari Manchester United atau FIFA.
“Mereka juga tidak mungkin jadi pemain bola internasional apabila tidak memiliki status yang pasti,” imbuhnya.
Ia berharap, musibah yang terjadi beberapa waktu lalu bisa membuat pemerintah Thailand mengubah kebijakan mereka dan memberikan hadiah berupa status warga negara.
Pelatih Ek, yang mengajarkan anak-anak tersebut meditasi agar tetap tenang selama terjebak di gua, merupakan calon biksu yang telah dididik sejak usia sepuluh tahun. Namun, ia akhirnya meninggalkan biara untuk merawat neneknya di Mae Sai. Di sanalah, Ek mulai menjadi pelatih Wild Boars.
Baca juga: Mengapa Anak-anak yang Sukses Diselamatkan dari Gua Harus Dikarantina?
Ekkapol Chutinaro, teman sekamar Ek saat pelatihan menjadi biksu mengatakan, pria berusia 25 tahun tersebut sangat menyukai meditasi dan trekking di alam liar.
“Dulu kami sering melakukan perjalanan ke hutan dan tinggal di sana selama beberapa hari. Ek selalu membawa cabai sebesar ibu jari untuk dimakan bersama ketan,” kenangnya.
Sebagai pelatih sepak bola, Ek dikenal baik hati dan sabar saat mengajar murid-muridnya – termasuk mereka yang tidak terlalu jago bermain bola. Namun sayangnya, ia dianggap tidak lolos kualifikasi sebagai warga negara.