"Aum Sendu Harimau Sumatra" Menyambangi Bandung

By Agung Adytia Pratama Putra, Minggu, 29 Juli 2018 | 00:54 WIB
Tim National Geographic Indonesia dan WCS. (Rahmad Azhar Hutomo)

“Konflik manusia dengan harimau tidak akan pernah berakhir ketika pengelolaan mitigasinya tidak berjalan baik. Aksi balas dendam manusia dengan harimau atau sebaliknya akan terus terjadi,” ujar Fachrul.

Meski begitu, WCS tidak tinggal diam. WCS memperkenalkan kandang ternak anti-harimau bagi masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar habitat harimau. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh WCS, solusi ini berdampak pada berkurangnya konflik hingga 60 persen. Tingkat efektivitasnya pun terbilang tinggi, yakni 97 persen.

Fahrul banyak menungkapkan tentang riwayat konflik manusia dan harimau yang terjadi belakangan ini, terkait sikap warga yang menyimpan dendam dengan harimau. ia juga menunjukkan bentuk mitigasi konflik antarspesies ituyang diterapkan di desa-desa tepian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Presentasi oleh narasumber Fahrul Amama dari Wildlife Conservation Society. (Rahmad Azhar Hutomo)

Mirisnya, dalam konflik manusia dengan harimau ini, masyarakat memilih untuk lebih banyak diam atau tidak mendukung harimau dan kehidupannya. Padahal menurut Permenhut No. 48 tahun 2008, manusia dengan satwa liar sama pentingnya.

Perjalanan mengumpulkan data ini mempertemukan Agus dan fotografer Edy dengan berbagai kearifan lokal. Agus mengatakan bahwa masyarakat setempat masih memiliki memori untuk memuliakan harimau, seperti tiga orang asal Kerinci yang dapat berkomunikasi dengan harimau. Namun, imbuh Agus, kemampuan ini diyakini hanya berlaku bagi orang yang memiliki wahyu atau mereka yang berkemampuan khusus untuk bertemu harimau dalam bentuk gaib.

Baca juga: Waspada Hoax! 10 Info Kesehatan yang Viral Ini Ternyata Tidak Benar

Tidak hanya mengupas kisah perjalanan penugasan, acara ini juga turut mengajak masyarakat luas untuk ikut berperan dalam menurunkan angka konflik manusia dengan harimau.Harimau merupakan predator puncak yang dikenal buas, namun sejatinya manusialah yang menjadi spesies terbuas di Bumi ini.

Saat menutup perbincangan ini Yoan menuturkan benang merah perbincangan yang terkait upaya menangkal kepunahan harimau. "Tradisi memuliakan harimau masih ada di Sumatra, yang bisa menjadi bekal untuk pelestarian berbasis kearifan masyarakat," ujarnya. Pesan selanjutnya, konflik manusia dan harimau mendesak untuk dicarikan solusi lintas sektoral, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat. “Kita mungkin tidak tinggal di Sumatra, tapi kita bisa menyebarkan berita positif tentang harimau.”

Cuplikan video seorang wanita tengah kerasukan dalam tarian Ngagah Harimau. (Rahmad Azhar Hutomo)