Nationalgeographic.co.id - Pada 1958, jurnalis Andrew Genzoli dari Humboldt Times, menandai salah satu surat pembaca yang mengatakan bahwa dirinya telah menemukan jejak kaki besar yang misterius.
“Mungkin ini adalah saudara Yeti dari Himalaya,” tulis Genzoli dalam kolomnya sambil melampirkan surat tersebut.
Awalnya, Genzoli mengira kisah itu hanya akan menjadi ‘cerita bagus di Minggu pagi’. Namun ternyata para pembaca benar-benar terpukau.
Baca juga: Ekspedisi Rahasia Hitler ke Antartika Demi Mencari Bahan Baku Margarin
Selanjutnya, Genzoli dan sesama jurnalis di Humboldt Times, Betty Allen, mempublikasikan artikel lanjutan tentang jejak kaki besar tersebut – memberikan nama “Big Foot” untuk makhluk misterius itu.
Dari situ lah, legenda ini bermula.
“Ada berbagai mitos makhluk misterius di seluruh dunia. Namun, konsep Bigfoot di AS bisa ditelusuri dari kisah-kisah Humboldt Times pada 1958,” ujar Joshua Blu Buh, pengarang buku Bigfoot: The Life and Times of a Legend.
Meskipun para penebang di wilayah tersebut menyalahkan Bigfoot atas rusaknya perkebunan, namun menurut Allen, sebenarnya mereka tidak benar-benar percaya atas keberadaan makhluk besar itu. Para penduduk tampaknya hanya ikut-ikutan membahas cerita legenda.
Cerita Bigfoot kemudian menyebar ke koran-koran lain di seluruh negara tersebut. Acara televisi Truth or Cosequences bahkan menawarkan seribu dollar AS bagi siapa pun yang mampu membuktikan keberadaan Bigfoot.
“Siapa yang membuat jejak kaki 16 inci di sekitar Bluff Creek? Apakah ini kebohongan manusia? Atau benar-benar tanda dari pria besar tak berbahaya yang sedang berkelana? Mungkinkah ia hewan raksasa yang melegenda?” tulis Genzoli dalam salah satu kolomnya di bulan Oktober.
Setelah kisah Bigfoot populer, ia menjadi tokoh di majalah petualangan pria dan novel-novel murah. Dalam cerita tersebut, Bigfoot dianggap sebagai makhluk primitif dan berbahaya yang mengintai manusia di hutan rimba.