Nationalgeographic.co.id - Tanaman lamun akhir-akhir ini menyita perhatian para peneliti. Menurut peneliti, tanpa disadari lamun berperan penting bagi keanekaragaman hayati. Perikanan dan siklus karbon global perlu direfleksikan dengan perlindungan yang lebih besar pada habitat lamun.
Asing didengar? Lamun adalah tumbuhan berbunga laut yang ditemukan di sepanjang garis pantai dengan iklim tropis.
Kondisi lamun di Indonesia cukup memprihatinkan. Pada tahun 2016, setelah dilakukan verifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ditemukan bahwa dari 1.507 kilometer persegi padang lamun, hanya lima persen yang berada dalam kondisi sehat.
Baca Juga: Tidak Terprediksi, Namun Jakarta Perlu Waspada Gempa Sunda Megathrust
Dr. Richard Unsworth dari Swansea University dan Dr. Leanne Cullen-Unsworth dari Cardiff Uniersity menyatakan bahwa konservasi lamun sangat penting untuk mitigasi iklim, yakni mempertahankan produktivitas perikanan dan keamanan pangan.
Tanaman yang jarang dipedulikan manusia tersebut ternyata bermanfaat bagi biota laut. Sebagai tumbuhan autrotrofik, lamun mengikat karbondioksida (CO2) sebesar 394-449 gram karbon per meter persegi per tahun. Lamun juga menjadi bahan makanan utama hewan laut seperti penyu dan dugong.
Lamun juga diketahui mampu menyimpan karbon di sedimen mereka. Hal ini berarti, dalam mitigasi iklim, lamun menjadi komponen yang sangat penting karena mampu mencegah perubahan iklim yang cepat dan tidak terkendali.
Sayangnya, Padang lamun mengalami penurunan dengan perkiraan kerugian dalam skala global sebesar 7% setiap tahun sejak tahun 1990.
Di Indonesia, kesadaran untuk membudidayakan lamun mulai meningkat. Banyak pihak yang mulai memimpin pengembangan konservasi lamun. Menurut peneliti, dengan ilmu yang tepat, kemauan politik dan keuangan, padang lamun dapat berkembang dan berkontribusi untuk memastikan planet tetap dalam batas-batas yang berkelanjutan.
Baca Juga: Tradisi Para Biksu di Pegunungan Himalaya Saat Menyambut Musim Dingin
"Di Taman Nasional Wakatobi di Indonesia kami telah memfasilitasi upaya pemulihan, petani di Wakatobi juga dikerahkan untuk melindungi lamun dan terumbu karang. Dengan mengembangkan kolaborasi bersama masyarakat, kami dapat memahami masalah yang dihadapi ekosistem dari sudut pandang yang lebih holistik,” kata Dr. Richard Unsworth.
Tanaman lamun memang bukan habitat yang karismatik. Lamun tidak memiliki pesona seeksotis habitat laut yang lain. Sehingga, menjual nilai konservasi lamun akan sulit.
Melalui penelitian tersebut, harapannya dunia semakin sadar betapa perlunya konservasi lamun untuk kepentingan planet yang berkelanjutan.