Arkeolog: Manusia Purba Homo Erectus Punah karena Kemalasan Mereka

By Gregorius Bhisma Adinaya, Senin, 13 Agustus 2018 | 13:37 WIB
Homo Erectus (Mark Thiessen/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id - Rasa malas seringkali datang dan menghambat kita untuk melakukan berbagai aktivitas. Tidak jarang, rasa malas berhasil menghentikan langkah kita. Lebih mengejutkan lagi, rasa malas ternyata dapat membuat kita punah.

Bagaimana mungkin rasa malas dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia ataupun makhluk hidup?

Baca juga: Viral! Video Penyelam Tunggangi Hiu Paus, dan Reaksi Susi Pudjiastuti

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada Jumat (27/7/2018) lalu di PLOS One, terungkap bahwa manusia purba Homo Erectus mengalami kepunahan akibat rasa malas mereka. Hominid yang hidup 2 juta tahun lalu ini mengalami putus mata rantai pada 100.000 hingga 500.000 tahun yang lalu.

Bila dibandingkan dengan hominid lain, seperti Neanderthal, Homo Erectus ternyata memiliki rasa malas yang lebih besar. Mereka cukup malas dan enggan untuk beradaptasi dengan lingkingan. Sifat inilah yang pada akhirnya membuat spesies mereka punah.

Para arkeolog dari Australian National University menemukan hal ini setelah menganalisis ribuan artefak yang ditemukan di situs penggalian Semenanjung Arab, di Saffaqah Modern, Arab Saudi, pada tahun 2014.

Ceri Shipton menelusuri temuan di Saffaqah. (Live Science)

Lebih lanjut, para arkeolog ini mengungkapkan bahwa Homo Erectus tidak melakukan upaya yang maksimal untuk membuat alat atau mencari persediaan bahan makanan — untuk bertahan hidup. Sebaliknya, mereka justru tinggal di tempat yang memiliki akses mudah terhadap batu dan air.

Baca juga: Waspada! Terlalu Lama Terpapar Cahaya Biru Akan Mempercepat Kebutaan

"Untuk membuat perkakas batu, mereka hanya menggunakan batu atau apa saja yang tergeletak di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka menggunakan batu yang sebagian besar berkualitas rendah," ungkap Ceri Shipton, salah seorang arkeolog yang terlibat, seperti dikutip dari Live Science pada Senin (13/8/2018).

Homo Erectus (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Perilaku ini menghambat Homo Erectus untuk menjangkau perbukitan — tidak jauh dari tempat tinggal mereka — yang memiliki bebatuan dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda bahwa bebatuan tersebut digunakan oleh Homo Erectus. Tidak ada aktivitas, tidak ada artefak, dan tidak ada penggalian batu.

Menurut Shipton, perilaku ini berbeda dengan perilaku yang ada pada Neanderthal dan Homo Sapiens awal yang memilih untuk mendaki gunung agar dapat menemukan batu dengan kualitas yang jauh lebih baik. Tidak hanya itu, mereka bahkan mengangkut bebatuan tadi menuju tempat tinggal mereka.

Homo Erectus, manusia purba yang kuat dan terampil ini kemudian "menyerah" dengan kondisi sungai tempat mereka menetap — Homo Erectus hidup menetap dan berkembang biak di tempat yang sama — yang mengering. Mereka tidak memiliki inisiatif untuk berpindah atau bahkan menjelajah untuk mencari tempat yang lebih baik.

Baca juga: Menyedihkan, Seekor Gajah Ditemukan Mati dengan Belalai Terbakar

"Mereka tidak hanya malas, mereka juga kolot. Peralatan yang mereka gunakan tetap sama, baik itu ukuran maupun komposisinya. Padahal lingkungan di sekitar mereka selalu berubah," ungkap Shipton.

Lebih lanjut Shipton mengatakan bahwa kombinasi dari tidak adanya perkembangan pada Homo Erectus dan lingkungan yang berubah, menyebabkan mereka tidak dapat bertahan dan punah.