Penelitian Membuktikan bahwa Memaki dapat Redakan Rasa Sakit Fisik

By Gregorius Bhisma Adinaya, Senin, 3 September 2018 | 14:37 WIB
Memaki ternyata memiliki manfaat tersendiri. (master1305/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Tahukah Anda bahwa makian dapat membantu mengurangi rasa sakit? Namun, terlalu sering memaki justru tidak menimbulkan efek tersebut.

Dalam sebuah penelitian, psikolog Richard Stephens di Keele University, United Kingdom, beserta rekan-rekannya menemukan bahwa mencelupkan tangan ke air es (40 detik) lebih efektif menghilangkan rasa sakit.

Baca juga: Ibu Paling Setia, Menjaga Sang Anak Dalam Kegelapan Tanpa Makan

Stephens mengulang eksperimen tersebut dengan menerapkannya pada 71 mahasiswa. Semua mahasiswa diminta mencelupkan tangan ke dalam air es dan menahannya selama yang mereka bisa.

Satu grup mahasiswa diminta sambil meneriakkan kata yang mereka pilih, sedangkan grup yang lain meneriakkan sebuah kata yang bahkan belum pernah mereka dengar. Kemudian, kedua grup ini diminta meneriakkan kata lain, yang belum pernah mereka coba sebelumnya.

Dari eksperimen ini, para peneliti menemukan bahwa 73% tangan partisipan dapat bertahan 31 detik lebih lama dalam air es sembari memaki. Temuan lain mengungkapkan bahwa ketika seorang partisipan diketahui sering memaki dalam kesehariannya, maka efek peredaan sakit justru menurun dan tangan mereka tidak dapat bertahan lama dalam air es.

Peneliti menduga bahwa peredaan rasa sakit dengan cara memaki ini mengaktifkan opioid endogen pada otak (bahan kimia penghilang rasa sakit pada otak yang efeknya mirip morfin dan oxycodone.

Seperti obat-obatan opioid, memaki berulang kali dapat meningkatkan toleransi masyarakat terhadap efek, dan menyebabkan mereka membutuhkan "dosis" memaki lebih tinggi untuk mencapai efek yang sama.

Dalam hal tertentu, orang mungkin menjadi kecanduan, atau setidaknya secara fisik tergantung pada memaki.

Baca juga: Viral, Benarkah Dipanaskan Lebih dari 12 Jam, Nasi Menjadi Racun?

Para penelitian kemudian mengatakan bahwa orang yang sering mengekspresikan amarah mereka secara verbal cenderung lebih sensitif terhadap rasa sakit akut dan kronis.

Sifat kemarahan yang dikeluarkan ini memiliki batas yang lebih tinggi untuk memicu tindakan opioid endogen di otak. Dengan kata lain, mereka yang sering mengekspresikan kemarahannnya secara verbal justru akan mudah merasakan sakit.