"Jadi harus diperbaiki terus. Tukang yang dipekerjakan di sini bilang, penyebab (banjir dan retakan) karena perubahan tanah", ungkap Fortuna lebih lanjut.
Kota Jakarta yang menjadi tempat tinggal 30 juta orang telah mengalami penurunan tanah sedalam 4 meter. Keadaan tersebut membuat hampir separuh kota berada di bawah permukaan laut.
Wilayah Jakarta Utara menjadi salah satu kota yang terdampak paling parah. Kawasan ini mengalami penurunan sedalam 2,5 meter dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan terus tenggelam sedalam 2,5 sentimeter per tahun di beberapa bagian.
Angka penurunan ini lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan rerata penurunan permukaan tanah di kota pesisir besar lain di seluruh dunia.
Penurunan tanah tidak hanya terjadi di Jakarta Utara, tetapi juga di seluruh DKI Jakarta. Wilayah Jakarta Barat mengalami penurunan hingga 15 cm per tahun. Wilayah Jakarta Timur, 10 cm setiap tahunnya, dan penurunan tanah sedalam 2 cm terjadi di Wilayah Jakarta Pusat. Sementara, di Jakarta Selatan penurunan tanah "hanya" terjadi sekitar 1 cm per tahun.
Salah satu penyebab utama penurunan tanah ini adalah karena pengambilan air tanah yang tersedia di kedalaman 80 hingga 300 meter secara berlebihan. Ketika memompa air tanah, permukaan tanah perlahan akan menurun sehingga gedung dan rumah di atasnya akan ikut menurun dan tenggelam.
Ironinya, 60% warga Jakarta hidup dengan menggunakan air tanah.
Baca juga: Baca Juga : Jebi, Angin Topan Terkuat Selama 25 Tahun Terakhir, Hantam Jepang
Heri Andreas, Peneliti ITB, mengatakan penyebab pengambilan air tanah dalam di Jakarta karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) hanya bisa memenuhi 40% kebutuhan air bersih, termasuk air minum warga ibukota.
"Sisanya (60% kebutuhan) harus dicari sendiri. Dan yang paling mudah, paling gampang dan paling bagus kualitas airnya itu ya dari tanah," jelas Heri.
Apabila hal ini terus terjadi, bukannya tidak mungkin pada tahun 2050, 95% wilayah Jakarta Utara akan tenggelam di bawah permukaan laut.