Riset: 51 Persen Orang Tidak Melakukan Apa-Apa Ketika Menemukan Hoax

By Nesa Alicia, Jumat, 14 September 2018 | 17:36 WIB
(milindri)

Nationalgeographic.co.id - Penyebaran informasi di media sosial kian marak dan seringkali informasi yang telah diterima, disebarkan kembali tanpa mengecek terlebih dahulu kebenarannya. 

Berdasarkan fenomena ini, DailySocial.id kemudian melakukan sebuah riset mengenai persebaran hoax dengan menyajikan data, statistik, dan insight karakteristik persebaran hoax dari sudut pandang penggunaan platform di Indonesia.

Baca Juga : Mengenal Anak-Anak Hijau di desa Woolpit, Legenda Abad ke 12

Hasilnya dapat ditebak. Lebih dari setengah, atau 51,03 persen responden memilih untuk berdiam diri ketika menemukan informasi hoax. Sejalan dengan itu, 44,19 persen responden tidak bisa mendeteksi kebenaran berita yang mereka terima.

Riset ini juga mengungkapkan bahwa sekitar 72 persen responden memiliki kecenderungan untuk membagikan informasi yang dianggap penting. Meski begitu, sebanyak 73 persen responden membaca terlebih dahulu seluruh informasi sebelum membagikan informasi tersebut.

Satu hal yang mungkin dapat menggambarkan fenomena penyebaran berita hoax adalah, bahwa hanya 55 persen responden yang selalu memverifikasi keakuratan atau fact check mengenai informasi yang beredar.

Chief Editorial and Research DailySocial.id, Amir Karimuddin, mengatakan untuk menanggulangi hoax, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memahami terlebih dahulu bagaimana proses penyebaran hoaks, khususnya melalui platform sosial yang banyak digunakan saat ini.

"Diharapkan hasil yang diperoleh bisa menjadi referensi bagi pemangku kebijakan dan pihak-pihak terkait untuk membantu menanggulangi atau setidaknya meminimalisasi dampak informasi hoax di Indonesia," ujarnya, seperti dilansir dari Kompas.com, Jumat (14/9/2018).

DailySocial.id bekerja sama dengan Jakpat Mobile Survey Platform melakukan riset ini pada 2-6 Agustus 2018. Pengambilan data ini dilakukan selama dua hari dan kemudian dikompilasi selama empat hari hingga selesai menjadi laporan.

Baca Juga : Ancaman Wabah Campak-Rubella dan Perdebatan Vaksin MR di Indonesia

Proses riset ini dilakukan dengan 6 tahapan, antara lain:

1. Menjelajahi, merumuskan, dan menemukan masalah.

2. Menentukan model penelitian dan parameter penelitian.

3. Menentukan instrumen pengumpulan data.

4. Mengumpulkan data dari hasil yang diperoleh.

5. Proses dan menganalisis data.

6. Membuat laporan.

Menurut Amir, sebanyak 2.032 responden diambil berdasarkan lokasi, usia dan jenis kelamin.

Berdasarkan data DailySocial.id, mereka mengambil 77,21 persen responden yang berada di Pulau Jawa dan 22,79 persen dari luar Jawa. Kemudian, untuk faktor usia dibedakan menjadi 8 kategori. Berikut rinciannya:

- Usia kurang dari 16 tahun: 1,38 persen

- Usia 16-19 tahun: 14,52 persen

- Usia 20-25 tahun: 31,35 persen

- Usia 26-29 tahun: 21,75 persen

- Usia 30-35 tahun: 17,08 persen

- Usia 36-39 tahun: 7,92 persen

- Usia 40-45 tahun: 3,99 persen

- Lebih dari 45 tahun: 2,02 persen

Baca Juga : Mewabah di Tiongkok, Kini Bali Waspadai Penyebaran Virus ASF

Kemudian, untuk faktor jenis kelamin dari 2.032 responden yang berjenis kelamin pria sebanyak 57,97 persen dan untuk perempuan sebanyak 42,03 persen.